Bab 23

115 6 0
                                    

Setelah tuntas membaca buku tentang pernikahan, akhirnya aku mantap memutuskan untuk bersedia menikah dalam waktu dekat.

Aku telah belajar banyak dari buku tersebut. Dan memang, setelah aku mempertimbangan baik-baik, aku benar-benar siap. Terimakasih buku, engkau telah membantu aku menemukan kemantapan hati.

Hari ini aku akan memberikan kejutan kepada Marcel. Aku sengaja mengunjunginya ke peternakan ikan. Dan tidak memberitahunya terlebih dahulu. Jadi bisa dibilang, grebeg kantor calon suami.

"Hai..." Aku menyapa Marcel. Marcel sedang memberi pakan ikan. "Karyawan kamu ke mana?" tanyaku.

"Ada, lagi ngerjain pekerjaan lain," jawab Marcel. 

Memang sih, Marcel ini hobi sekali melihat ikan berebut makanan. Ia suka sekali memberi pakan ikan.

"Berdasarkan hasil penerawanganku, kamu punya kabar gembira. Bukan begitu, Nona Kaila?" tanya Marcel sambil menangkupkan kedua pipiku menggunakan telapak tangannya yang besar.

Aku tersebut manis sekali. Sejak kapan Marcel memiliki bakat menerawang? Mana terawangannya benar, pula. Alamat buka bisnis baru ini. Bisnis meramal. Hehe, bercanda, kok. Meramal itu kan termasuk perbuatan musyrik. Sama dengan menduakan Tuhan. Jadi jangan percaya akan ramalan, ya?

"Kok kamu tau, sih?" ujarku sambil memegang kedua tangan Marcel yang ada di pipiku. Aku lalu menurunkan tangan itu. "Aku mau membuat pengakuan," kataku sambil memasang wajah serius.

Marcel tak kalah seriusnya denganku. Sepertinya ia juga penasaran apa yang akan aku katakan. "Apa? Jangan buat aku penasaran, dong!" 

Tuh kan benar. Marcel memang penasaran dengan berita yang kubawa.

"Aku Mau membuat pengakuan. Aku sudah siap menikah dengan kamu. Jadi kapan kita akan nikah? Minggu depan? Atau bukan depan?" tanyaku sambil terus fokus melihat ekspresi Marcel. Aku ingin tahu, bagaimana ekspresinya ketika mendapat kabar ini.

Marcel terbengong beberapa saat. Sepertinya ia tak percaya apa yang aku katakan barusan. "Kamu serius?" tanyanya. "Kamu nggak dipaksa, kan?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng yakin. "Enggak. Aku nggak dalam paksaan," jawabku yakin. "Aku habis baca buku tentang pernikahan, dan didalam buku itu banyak nasehat. Lalu aku mengambil nasehat dari buku itu. Jadi aku siap. Dan sekali lagi aku kasih tau kamu, kalau aku nggak dipaksa," kataku panjang kali lebar. 

Wajar jika Marcel tidak percaya. Pasalnya beberapa hari yang lalu aku baru saja mengatakan kalau aku belum siap, lalu sekarang aku mengatakan siap. Memang pantas Marcel bingung.

Akhirnya Marcel tersadar dari shock. Ia tersenyum lebar menatapku. "Aku seneng banget dengernya. Aku bakal kasih tau kabar gembira ini ke Mama Papa, dan ngajak mereka datang melamar kamu," kata Marcel serius.

Aku mengangguk. "Aku tunggu. Aku juga akan ngasih tau Ayah Ibu. Biar mereka nggak kaget," ujarku.

"Ke ruangan aja, yuk! Kita ngobrol lebih banyak lagi di ruangan," kata Marcel dan kuangguki ajakannya itu.

Marcel memanggil salah satu karyawannya. "Bagus! Tolong kasih makan ikan, ya?! Ini pakannya," kata Marcel sambil menunjuk wadah pangan yang baru saja ia taruh di dekat kolam.

"Baik, Pak," jawab Bagus.

"Yuk!" Marcel mengajak sambil menggandeng tanganku. Kami jalan bersisian menurut ruang kerja Marcel.

Sesampainya didalam ruangan, kami tidak langsung membuka percakapan. Aku sedang memikirkan bagaimana caranya memberi tahukan pada Ayah dan Ibu. Sedangkan Marcel entah memikirkan apa, aku tidak tahu. Karena aku tidak memiliki ilmu membaca pikiran orang lain.

Terjerat Pesona CEO Ganteng (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang