Bab 1

684 14 0
                                    

Hai, aku datang lagi dengan cerita butut (jaman doloe). Selamat membaca. ❤️

***

Seharian ini, aku menghabiskan waktu untuk melamar pekerjaan di beberapa perusahaan. Aku sebagai fresh graduate agak kesusahan untuk mencari pekerjaan. Pasalnya di beberapa perusahaan lebih memilih calon karyawan yang sudah berpengalaman. 

Hari ini, totalnya ada tiga perusahaan yang kukirimi surat lamaran. Semoga saja besok aku mendapatkan kabar baik. Ya, semoga!

Aku berjalan gontai di sepenjang trotoar. Sesekali aku menendang sampah botol yang kutemui di jalan. 

Kali ini aku menemukan sebotol kaleng minuman soda yang tergeletak di jalan. Dengan senang hati, kutendang kaleng tersebut ke belakang. Biar keren! Karena menendang ke depan sudah terlalu mainstream. 

"Woi!" teriak orang yang ada di belakangku. 

Mampus nih, mampus! Pasti ngenai orang nih! 

Dengan takut-takut aku menoleh ke belakang, ternyata benar. Di belakangku ada seorang laki-laki muda nan gagah yang menatap marah ke arahku. 

"Maaf, Mas. Saya nggak sengaja," sesalku seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada. 

"Kamu lagi nyari kerja?" tanyanya seraya melihat ke arah map cokelat yang ada di tangan kananku. 

"Iya," jawabku.

Kulihat sebuah senyum terukir di bibirnya. Tepatnya itu bukanlah senyuman yang enak di lihat. Lebih terlihat seperti senyum licik. "Besok jam 10 pagi, dateng ke alamat ini," katanya seraya menyerahkan sebuah kartu nama. 

Dengan bingung aku mengambil kartu nama tersebut. "Besok?" tanyaku nyaris seperti gumaman.

"Iya. Jangan coba-coba nggak dateng!" katanya lalu berlalu meninggalkan aku yang masih bingung sembari berdiri mematung melihat sebuah kartu nama. 

"Marcel Georgino. PT Bulan Bintang, tbk," aku membaca beberapa informasi yang tertera pada kartu nama yang kupegang. "Bulan Bintang, ya?" gumamku seraya mengetuk-ngetuk hak sepatu ke trotoar. 

Dalam hati, aku bertanya-tanya sendiri. Apa yang harus aku lakukan besok? Lalu apa yang akan terjadi padaku jika aku datang ke sana? 

Bulan Bintang, rasanya aku pernah mendengar nama perusahaan ini. Tapi kapan dan di mananya, aku lupa. 

Karena pusing memikirkan hal-hal yang membingungkan, akhirnya aku kembali melangkahkan kakiku untuk pulang. Kartu nama tadi, kumasukkan ke dalam tas yang ada di bahu kiriku. 

Kakiku terus berjalan menyusuri trotoar dengan langkah demi langkah yang semakin banyak. Panas matahari di atas sana, membakar kulitku. Namun aku tidak berniat pulang menggunakan kendaraan umum ataupun ojek. Selain jarak rumah yang hanya tinggal satu kilo meter lagi, juga karena aku bokek. Tidak memiliki uang untuk membayar kendaraan umum. 

Aku terus melangkah, sambil sesekali menendang batu kecil yang kutemui di jalan. 

Tak terasa langkah kakiku telah sampai pada sebuah gang perumahan kumuh. Aku memang bukan orang kaya, ayahku hanya sebagai satpam di sebuah perbankan. Sedangkan ibuku sebagai perawat di sebuah puskesmas. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kedua saudaraku laki-laki. Dan aku anak perempuan sendiri. Meskipun demikian, aku tidak di manja. 

Kakakku bekerja sebagai guru PNS di sekolah SMA. Sedangkan adikku, masih bersekolah pilot di luar negeri. Kami bertiga bisa bersekolah berkat bantuan beasiswa. 

Kalau hanya mengandalkan gaji ayah dan ibu, tidak akan sanggup membiayai sekolah kami hingga ke jenjang perguruan tinggi. 

Apalagi gaji ibu yang selama puluhan tahun mengabdi, tetapi masih saja honorer. 

Terjerat Pesona CEO Ganteng (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang