000. Wake Up and Realize

305 42 7
                                    

"Isagi, sampai kapan kamu hidup begitu?"

Pertanyaan temanku itu benar-benar menusuk inti jantungku. Sudah biasa, tapi memang sakit jika dirasakan.

Aku hanya bisa dengan tenang menjawab, "sampai tidak lagi hidup begini, pokoknya."

"Barusan adalah jawaban paling bodoh yang pernah aku dapatkan." Aku hanya tertawa menanggapi ucapan Chigiri.

Chigiri Hyoma, teman yang aku temui dua tahun lalu di media sosial. Kami cukup akrab sehingga memutuskan untuk berteman di dunia nyata. Dan di sinilah kita saat ini, di ruang tamu kos-kosan kecilku, dengan aku yang sibuk dengan pekerjaanku di laptop dan Chigiri yang masih menata rambutnya.

"Tidak pernahkah kamu berpikir untuk menikahi pria kaya yang memiliki kekayaan setara pangeran dan akhirnya hidup bahagia selamanya-"

Belum selesai pemuda berambut merah muda itu berbicara, aku memotongnya dengan, "Chigiri. Hal itu adalah hal paling mustahil dan tidak akan pernah aku dapat lakukan." Chigiri hanya memelototiku karna habis memotong ucapannya.

"Ku doakan kau besok terbangun menjadi kekasih seorang pangeran dunia sihir."

"Apakah itu dalam kategori baik?"

"Buruk. Karena pangeran yang kumaksud tidak mencintaimu lalu akan menyihirmu menjadi katak."

"Jahat."

===

"Aku pulang dulu. Jangan lupa makan." Basa-basi yang teramat basi.

"Tapi kita baru saja makan?"

"Apakah wajahku terlihat peduli?"

Aku hanya mengepalkan tanganku dan lanjut mengirim Chigiri hingga gerbang pintu kosanku. "Sampaikan salamku pada Kunigami, ya," pesanku padanya ketika melihat kendaraan umum yang Chigiri pesan sudah siap mengantarnya pulang kembali.

"Tentu. Jaga dirimu baik-baik di sini, sampai bertemu esok."

"Ya." Aku melambaikan tangan seusai temanku yang satu itu mulai menjauh dari penglihatanku.

Menghela nafas kecil, aku berjalan kembali menuju kamarku. Sudah saatnya membereskan kekacauan yang kubuat, pikirku.

Kertas-kertas yang berisi catatan pekerjaan memenuhi lantai ruanganku. Aku menyadari apa yang dimaksud Chigiri dengan 'hidup seperti itu'. Mati-matian bekerja seharian penuh hanya untuk menghidupi keseharian, melupakan mimpi yang tadinya amat sangat ingin kuraih, dan masih banyak hal yang membuat hidupku kedengaran begitu menyedihkan.

Termasuk fakta aku yang masih memegang status "jomblo" di usiaku yang hampir memasuki pertengahan 20.

Bukannya tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun, aku hanya merasa belum ada yang cocok untukku sampai kuajak ke jenjang pernikahan. Lagipula, aku memang belum tertarik untuk menikah dengan siapapun.

Aku yakin jika memang berjodoh, kami akan dipertemukan suatu saat nanti.

Saat kembali tersadar dari pikiran kacauku, aku mendapati diriku telah merebahkan diriku di kasur secara tidak sadar. Ah ... mungkin aku bisa membereskan kamarku esok.

Aku memejamkan mataku erat. "Besok saja ...," gumamku seiring rasa kantuk mulai menguasaiku.

===

Aku merasakan kehangatan mentari menyapu seluruh wajahku. Hangat. Tapi mataku lama-lama silau.

Mataku kubuka, membuatku menatap lurus ke langit langit kamarku yang luas dan tinggi.

... Hah?

"Tunggu, apa?" Aku duduk secara tiba-tiba. Aneh, biasanya serangan darah rendah akan membuatku tumbang seketika kala aku mengangkat tubuhku tanpa aba-aba begini.

Menatap sekeliling, aku memang tidak menemukan kos-kosan sempitku yang berantakan. Justru, yang ada hanyalah sebuah ruangan fancy yang penuh dengan barang-barang mewah yang dapat aku temukan tertata rapi di mana-mana.

Di mana aku? Aku diculik? Mustahil. Apa yang ingin mereka ambil dariku? Toh, aku tak punya apa-apa. Aku ragu ada sesuatu yang dapat mereka ambil dari diriku ini.

Aku menatap ke bawah. Proporsi tubuhku masih sama. Aku memperhatikan tanganku sendiri, memang ada yang beda rasanya, tapi aku buru-buru berlari ke arah lemari di dekat tempat tidur yang aku barusan duduki.

Tawa lemas keluar dari sudut bibirku.

"Ini ... bahkan bukan aku."

Aku terkejut bukan main ketika aku melihat ke cermin yang tertata di lemari tersebut. Refleksi yang muncul dari sana memanglah menunjukkan wajahku yang mirip seperti biasa. Namun, aku tak begitu bodoh untuk tak sadar.

Sejak kapan wajahku ini begitu halus?

Apakah biasanya rambutku memang sangat lembut?

Yah ... Aku bukan orang yang sama sekali tidak peduli dengan penampilan. Tapi ini? bukankah ini terlalu berlebihan?

Tanganku kuangkat guna mencubit pipiku sendiri. Kenyal.

Tapi sakit. Itu tandanya semua ini nyata, bukan?

Aku mulai menarik sebuah kesimpulan dari segala keanehan ini.

Sepertinya, aku bertransmigasi ke tubuh orang lain di saat aku tidur semalam. Itu adalah satu-satunya hal yang dapat menjelaskan keadaanku sekarang.

Aku menarik nafas keterkejutan. "Apakah aku akhirnya jadi pemeran utama dalam novel? Anime? Atau webtoon?" gumamku dengan jemari yang kuletakkan di dagu.

Menjadi pemeran utama atau tidak bukanlah masalah utama kali ini. Yang harus kupikirkan adalah, tata dan cara berperilaku seperti pemilik tubuh lama ini. Akan mengerikan jika orang-orang di sekitarnya menyadari sangat cepat adanya perubahan sikap dengan orang dari tubuh yang ku tempati ini.

Maka, dengan itulah aku menggeledah beberapa laci dan rak-rak buku, berharap ada sebuah buku harian atau apapun yang mencatat tentang perilakunya sehari-hari.

Tak lama, aku menemukan tiga buku lumayan tebal yang di sampulnya bertuliskan, 'Catatan Harian'.

Ntah bagaimana aku bisa membaca tulisan tersebut, padahal seingatku aku sama sekali tidak pernah mempelajari bahasa lain selain Bahasa Inggris. Itu pun tidak terlalu lancar.

Aku menggeser pertanyaan tersebut ke sudut otakku, kemudian bergegas mengecek isi buku 'Catatan' tadi.

Di halaman pertama dari buku yang ditumpuk paling bawah, berisi; "Isagi Yoichi namaku. Aku menulis ini pada tanggal xx bulan xx tahun xxx. Aku hanya ingin menuliskan kejadian hari ini, di mana diriku menjadi sasaran kejahatan kakak sepupuku lagi. Ibunda dan ayahanda seperti biasa tidak bisa melakukan apa-apa selain memanggilkan tabib untukku. Aku muak. Akan ku tulis detailnya nanti, karena sepertinya ini sudah waktunya kakak sepupuku datang lagi untuk mengusikku."

Paragraf itu ditulis penuh dengan aksara asing yang lagi-lagi ntah bagaimana dapat kubaca dengan lancar. Aku membuat asumsi liar seperti pemilik tubuh ini merupakan anak yang dibenci oleh sepupu lainnya karena suatu alasan.

Cukup merepotkan, tapi aku tidak terlalu terkejut sebab dari awal tidak mengharapkan kehidupan yang benar-benar mudah dari transmigrasi ini.

Aku menghela nafas, jemariku yang saat ini lentik membuka halaman selanjutnya.

Isinya sesuai dengan yang dijanjikan di halaman sebelumnya, yaitu laporan detail tentang bagaimana kakak sepupunya mengusiknya.

Isagi Yoichi, ya? Namanya sama denganku. Rupanya nasibnya juga sering sial, sama sepertiku.

Aku bertanya-tanya masalah apa lagi yang akan 'aku' dapat ke depannya.



To be continued.
With this, prologue ended.

Not Me || KaiSagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang