004. Center of the City (1)

191 28 1
                                    

Hari ini, aku terbangun dan langsung teringat akan janjiku bersama Michael kemarin sore.

Dia bilang untuk bertemu di titik kemarin saat matahari baru menyingsing, bukan?

Merepotkan. Tapi akan gawat jika aku ditinggal pergi olehnya. Maka dari itu sebelum akhirnya matahari terbit, aku pergi mandi dan meminta tolong kepada sir George untuk menyiapkan pakaian.

Orang tua itu tidur tidak, sih? Dia selalu dalam keadaan siap kapanpun aku membutuhkannya.

Selesai mandi, ternyata sudah ada tujuh orang lain yang bersedia menolongku berdandan.

Dasar orang kaya. Pakaian "biasa" milik mereka ini bahkan tak ada di lemari kosanku.

Beberapa penata rias turut serta membantu menata rambutku. Mereka bilang, aku tampak tampan jika poniku kuarahkan ke atas. Tentu aku hanya menuruti mereka. Siapa yang tidak ingin terlihat bagus?

"Sudah siap, Tuan Muda." Sebuah kaca full-body kemudian diberikan oleh sir George padaku. Aku menatap pantulan yang ada di sana dengan seksama.

Baju putih berkerah sayap dan lengan bercelah di sisi luarnya. Sehelai pita berwarna keemasan juga melingkari leherku membentuk simpul kupu-kupu.

Celana yang kukenakan adalah celana putih kulot. Ini agak tebal, tapi tetap terasa sejuk berada di dalamnya. Aku juga memiliki sebuah rompi berwarna hitam-emas dengan motif timbul yang tidak terlalu menonjol dari jauh.

... Bukannya ini berlebihan?

Aku tidak tahu selera bangsawan jadi akan kuturuti saran mereka saja.

"Bagaimana?" tanya seorang juru pakaian yang paling banyak berkontribusi dalam mendandaniku.

Aku mengangguk puas dan menjawab, "ini cukup bagus."

Sir George melirikku tajam dan tiba-tiba masuk ke dalam obrolan. "Yang terpenting bukan bagus tidaknya, melainkan adalah kenyamananmu, Tuan Muda." Aku tertawa renyah menanggapinya.

"Iya, ini juga cukup nyaman, kok."

Butler itu memilin kumisnya yang telah memutih sambil menunjukkan ekspresi bangga. Ah ... dia memang seterang-terangan itu, ya, menunjukkan perasaannya melalui mimik.

Aku menengok ke arah jendela besar di kamar yang kami tempati itu. Langit sedikit demi sedikit telah berubah warna dari hitam gelap menjadi oranye, pertanda bahwa pagi akan segera tiba.

Kalau aku pergi ke air mancur sekarang, apakah si Michael itu sudah berada di sana?

Lebih baik menunggu daripada terlambat.

Oleh karena itu, aku berpamitan lalu pergi ke titik temu bersama sir George. Beliau bilang ingin melihatku sekaligus mengantarkan sampai ke kendaraan yang akan kami gunakan nanti.

Di tengah perjalanan, tak ada interaksi apapun yang keluar dari mulut kami. Satu-satunya suara yang ada hanyalah ketukan sepatu kami yang menyentuh keramik.

Canggung juga, ya ....

Aku akhirnya membuka mulut, berinisiatif mengajak beliau berbicara, "Sir, apa aku tidak perlu izin dulu untuk pergi?"

"Hm?" Yang kuajak bicara mengangkat alisnya. "Tak perlu khawatir, yang mulia sudah dipercayai oleh viscount untuk menjaga Tuan Muda," lanjutnya kemudian.

Biarpun begitu, tidak mungkin orang seperti beliau tidak akan membuat laporan perihal kepergianku ke ayah yang merupakan atasan beliau.

Haha.

Jadi bangsawan tidak bebas sekali, ya.

Sesampainya kami ke kolam air pancur di dekat taman kastil visconti, Michael Kaiser, si pangeran ketiga itu menyapaku dengan senyum tengil di wajahnya. "Akhirnya kamu sampai ke sini, tu-na-ngan-ku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not Me || KaiSagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang