I DIDN'T OWN THIS STORY. THIS IS BELONGS TO ARGOSY
——
Potter dan Weasley terperangkap di dalam sesi penyusunan strategi tanpa akhir yang mereka mulai sendiri. Mereka menggunakan sebuah loteng kecil yang setengah terlupakan, ruangan yang Draco yakini tidak pernah dia ketahui. Dia memiliki ide untuk mengganggu mereka di sana, hanya untuk melihat reaksi konyol di wajah mereka, tapi tidak secara kebetulan mengganggu. Atau mungkin dia akan mencoba menguping nanti.
Granger, yang menjengkelkan, tampaknya tidak terlalu peduli pada apapun yang Pottrr dan Weasley coba lakukan tanpanya. Wanita itu bersandar pada bantalan kursi di sebelah meja besar di dalam ruang tamu, mengayun-ayunkan tongkatnya melewati adonan coklat berantakan yang dibuatnya. "Decoro", katanya, "Construo"
Gumpalam adonan coklat itu melayang memutari tongkatnya, menyusun dirinya sendiri menjadi sebuah model bangunan. Draco melihat lebih jelas dan mengendus; di sana ada sebuah menara yang terbuat dari es, menara dengan gula-gula di atapnya, dan aroma pedas yang khas—sebuah miniatur Hogwarts dalam kue jahe. Demi Janggut Merlin. Voldemort tengah merencanakan pembunuhan paling mengerikan untuknya, dan wanita itu justru bermain dengan gula-gula.
Kue jahe berbentuk miniatur Hogwarts itu menyatu sejenak—apakah itu sebuah miniatur Lapangan Quidditch?—yang ditaburi dengan tepung dan gula merah. Granger hanya menyeka noda dan keringat dari dahinya sebelum kembali bekerja.
Dan lagi-lagi, Draco tetap di sana memperhatikan miniatur Hogwarts itu tumbuh, juga melihatnya runtuh. Untuk ketiga kalinya dan keempat kalinya.
"Apakah ini cara terbaik untuk menggunakan waktu senggangmu, Granger?" Draco bertanya, pada akhirnya. "Bukankah seharusnya kau ada di atas dan merencakan strategi—atau apapun itu, dengan kekasihmu?"
"Aku baik-baik saja," dia menjawab, "Meskipun aku sangat menghargai perhatianmu"
Kali ini dia berusaha untuk menambahkan Danau Hitam ke dalamnya sebelum Hogwarts miliknya kembali runtuh.
"Aku tahu kau adalah seorang Darah Lumpur—" Draco berbicara, menunggu wanita itu meledak dalam amarah, yang mana, menyebalkannya, itu sama sekali tidak terjadi. "Tapi aku berpikir mungkin saja Potter, setidaknya, akan menghargai usahamu untuk membantu"
"Jangan khawatir, Malfoy, itu semua sudah tertangani. Jika Voldemort datang, aku yang akan melindungimu"
"Apa rencana terbaikmu untuk mengalahkan Sang Pangeran Kegelapan? Mencekiknya dengan Figgy Pudding?"
Granger berbalik dan menatapnya, tatapan matanya yang seperti itu membuat Draco berharap dia meninggalkannya begitu saja.
"Harry dan Ron sedang merencanakan sebuah taktik. Mereka mempelajari dan akan segera pergi untuk mendapatkan sebuah objek milik Voldemort—"
"Horcruxes," Draco memotong dengan cepat, berusaha membuktikan diri bahwa dirinya tahu lebih banyak dari yang wanita itu pikirkan, untuk merendahkannya.
"Ya," Granger menjawab, dengan tenang. "Kami telah melakukan pencarian. Kami menandai sebagian besar wilayah di mana mereka berada, mencari cara untuk melewati pelindung sihirnya. Secepatnya, Harry dan Ron akan mendapatkan dan menghancurkan mereka"
"Meninggalkanmu sendirian, kedinginan. Begitu sulit bagimu untuk mengeluarkan semua tenaga dalam setiap pencarian benda-benda itu, tapi sama sekali tidak terlibat dengan petualangan dan perburuan yang mereka lakukan"
Draco berbicara dengan lugas, menggunakan nada yang mengejek, tapi pada akhirnya, tampaknya dia berhasil untuk menyerang Granger. Wanita itu menatapnya sejenak, tatapannya begitu tegas, tidak lagi secara klinis, kemudian menjawab dengan kata-kata yang sederhana, "Aku terlalu berbahaya untuk mereka berdua"
Draco tidak akan pernah bisa mengerti kegilaan Gryffindors yang satu ini. Jika Granger berada di Slytherin, dia mungkin akan berpikir memilih Granger sebagai tangan kanannya, menginginkan kepalanya yang cemerlang dan kekuatan sihirnya yang kuat sedekat mungkin dengan dirinya di dalam pertempuran. Draco menatap Granger dengan cermat. Wanita itu memalingkan wajah dan kembali pada reruntuhan kue jahenya, tidak terpengaruhi, memutuskan sendiri apa yang harus dan tidak dilakukannya. Betapa sia-sianya dia terlahir sebagai Darah Lumpur dan tumbuh sebagai Gryffindor. Berbahaya, pikirnya. Dengan cara yang terbaik.
Draco seharusnya mengatakan kalimat terakhirnya dengan lantang, karena Granger memberikannya tatapan yang tidak terbaca. "Mereka sangat mencintaiku"
Granger menatap mata abu-abunya dalam waktu yang lama. Berbahaya. Draco ingin memalingkan wajahnya. Kenapa dia bahkan tidak bisa melakukannya?
Kastil kue jahe terakhir miliknya kembali runtuh dan melebur menjadi kepulan gula yang berpasir. Draco merengut dan mengedipkan matanya.
"Oh, untuk—di sini" Draco meraih tongkat Granger. Mengayunkannya di atas sisa-sisa reruntuhan. Kastil Hogwarts mulai terbentuk dan naik, tampak indah dan luar biasa dalam bentuk kue jahe. Mereka menunggu, membeku. Kastil itu tetap berdiri dengan megah.
Draco menggenggam tongkat sihir Granger. Dia tidak lagi menyentuh tongkat sihir miliknya selama berbulan-bulan. Meskipun tongkat itu bukan miliknya, dia tetap bisa merasakan kekuatan sihir mengalir di dalamnya.
Granger berseri-seri menatap miniatur Hogwarts. Ada sebuah danau fondant dengan jejak gelembung di permukaannya yang disebabkan oleh pergerakan cumi raksasa yang muncul. Lapangan Quidditchnya dilengkapi dengan pilar-pilar tribun penonton. Selama Draco memperhatikannya, gula-gula tahun pertama berlarian dan naik ke atas kursi.
Granger berbalik dan tersenyum senang ke arah Draco. Itu adalah senyuman yang begitu tulus, bukan sebuah seringai untuk aku—lebih—cerdas—untuk—mengkhawatirkan—semua—perbuatanmu yang biasanya diberikan kepadanya, dan itu membuat Draco menemukan dirinya sendiri lupa untuk tidak tersenyum kembali.
"Tentu saja," Granger tampak ingin menjelaskan. "Kau memiliki keterkaitan. Rumah ini hanya akan membiarkan seorang keturunan Black untuk mendekorasimya"
Dengan kerja keras yang setengah terpaksa, Draco mendorong senyumannya untuk pergi menjauh. "Itu akan selalu berkaitan dengan keturunan darah, bukankah begitu?"
Draco berhasil membuat senyumnya memudar dari wajahnya untuk sementara waktu. Tapi senyum itu muncul kembali ketika Granger berbalik dan menatap kastil Hogwarts dengan lebih dekat. Dia bahkan tidak meminta untuk tongkatnya dikembalikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/341929291-288-k569685.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
As Sharp as Any Thorn | DRAMIONE
FanfictionI DIDN'T OWN THIS STORY. THIS IS BELONGS TO ARGOSY Notes : This was originally posted at dmhgficexchange's Celebrate the Season with Draco and Hermione. / Cerita ini secara original telah di posting di dmhgficexchange's Celebrate the Season with Dra...