Pagi-pagi sekali Amanda sudah berada di depan pintu kamar Melvin. Ia berniat menjalankan tugasnya—membersihkan kamar pemuda itu. Namun, setelah diketuk beberapa kali, pintu bercat putih itu tak kunjung dibuka oleh si pemilik kamar.
“Tuan Muda? Saya ijin masuk, ya? Iya masuk aja.”
Amanda akhirnya membuka pintu itu setelah menjawab sendiri pertanyaannya. Gadis belia dengan serbet tersampir di pundak, sebelah tangan memegang sapu, serta tangan yang lain memegang kemoceng itu berjalan perlahan sambil menatap sekeliling, tetapi pemilik kamar ini tak terlihat.
“Ya ampun, ini kamar habis diterjang tornado kali, ya?”
Amanda menggeleng tak habis pikir dengan apa yang dilihatnya. Ternyata wajah tampan pemuda itu tak mencerminkan karakternya yang Amanda pikir adalah seorang pembersih. Lihat saja betapa kacaunya ruangan itu.
Sprei yang sudah berpindah ke lantai, begitupun dengan bantal, laci nakas yang dibiarkan terbuka, lampu tidur yang entah bagaimana bisa miring, pakaian serta sepatu kotor yang ditaruh sembarang, bungkus bekas makanan dan kaleng minuman yang berserakan, dan apa itu, astaga. Celana dalam yang menyangkut di atas kap lampu?! Pipi Amanda memerah seketika.
“Huh, semangat, Manda!”
Gadis itu dengan gesit membereskan setiap kekacauan yang ada. Berusaha semaksimal mungkin di hari pertamanya bekerja agar tak mengecewakan sang Nyonya rumah. Ditengah kegiatan Amanda, suara langkah kaki dari kamar mandi di kamar itu membuat atensinya teralih.
“Astaga! Aku nggak liat, aku nggak liat.”
Amanda buru-buru mengalihkan tatapannya dan berusaha kembali fokus kembali pada pekerjaannya. Yang barusan tadi sangat membuat gadis lugu itu syok. Ia baru saja melihat aset milik seorang laki-laki. Ya walaupun itu hanya bagian atas, tetap saja ia merasa kikuk dan malu.
“Kerja yang bener! Ngapain liat-liat gue?!”
Ucapan tajam itu keluar dari mulut Tuan Muda Melviano Gardapti yang saat ini tengah memakai kaos dan celananya. Pemuda itu melakukannya di depan Amanda tanpa rasa canggung atau malu. Amanda yang sadar pun berusaha tetap fokus menata tempat tidur.
“Heh, mendadak bisu lo?!”
Amanda menjawab tanpa menoleh, karena takut melihat hal yang lebih memalukan. “Maaf, Tuan Muda.”
Melvin mendengkus dan merebahkan dirinya di sofa dengan kaki dinaikkan. Tak memedulikan Amanda yang kesana kemari membereskan kekacauan di kamar itu, Melvin dengan santai memainkan ponsel dengan posisi miring.
“Saya permisi, Tuan Muda.”
Fokus Melvin terganggu saat mendengar suara Amanda. Pemuda itu mengibaskan tangan tanda menyuruh gadis itu segera keluar dari kamarnya. Namun, belum sampai Amanda keluar dari sana, suara pemuda itu kembali terdengar.
“Oi! Nanti lo harus ikut gue ke sekolah.”
Amanda menatap Melvin dengan alis bertaut. “Untuk apa, ya, Tuan Muda?”
“Nggak usah banyak tanya. Udah sana!” Melvin kembali mengibaskan tangan tanpa menatap Amanda yang kini mengelus dada, berusaha sabar.
Seperginya Amanda, Melvin menyeringai senang saat melihat gadis itu kelelahan tadi saat membersihkan kamar yang sengaja ia buat berantakan. Ini baru permulaan, liat aja sampe kapan dia bakal bertahan.
***
Di dalam kamar Weni, Amanda sedari tadi mondar-mandir gelisah. Ia tengah bingung harus memakai baju apa untuk mendampingi Melvin ke sekolah pemuda itu. Eh, Mendampingi? Lagipula ini masih libur kenaikan kelas, untuk apa pemuda itu datang ke sekolah?