"Papa!"
Satu kata yang membuat Reval berada dalam situasi mencekam saat ini. Ia duduk dengan raut tegang, di hadapan kedua orang tuanya yang menatap penuh selidik. Tak lupa juga seorang gadis kecil yang tengah sibuk menjilati es krim dengan wajah berseri.
"Es krimnya enak, Caca suka. Nanti Papa beliin lagi ya?"
Sontak Reval memelototi bocah itu. Meskipun nadanya ceria, namun panggilan gadis itu padanya, mengundang tatapan horor orang tuanya.
Wanita paruh baya yang berstatus ibunya, bersedekap dada dengan mata memicing. "Jelasin apa maksud semua ini!"
Reval tampak gelisah dalam duduknya. Ia merasa seperti tengah disidang. Apalagi ayahnya yang tampak tak acuh dengan wajah lempeng, seperti tak ada niatan membantunya terlepas dari tatapan maut sang ibu.
"Jawab Reval!" sentak wanita itu. Reval terkesiap, ia mengelus dadanya yang berdebar lantaran terkejut.
"Pa, Nenek sihir itu siapa sih? Kok marahin Papa?" bisik Caca pelan. Sontak Reval langsung membekap mulut gadis itu, dengan takut-takut ia melirik sang ibu yang saat ini wajahnya makin memerah. Sepertinya wanita itu akan meledak. Sang ayah pun mengelus pundak istrinya, mencoba menenangkan wanita itu.
"REVAL!! DIA BENERAN ANAK KAMU, HAH?!" teriak sang ibu menggelegar ke penjuru ruangan.
Caca beringsut mendekati Reval dan memeluk lelaki itu erat. Mata bulatnya melirik takut-takut pada wanita itu. Reval hanya mengdengkus jengah. Mendorong bahu gadis kecil yang masih melingkarkan lengannya pada pinggang Reval.
"Heh, Lintah! Jauh-jauh lo dari gue!" seru Reval kesal. Kedua orang tuanya saling pandang, melihat sikap Reval pada bocah itu, membuat mereka berpikir dua kali soal status hubungan keduanya.
Benarkah ada seorang ayah yang menggunakan bahasa kasar pada anaknya sendiri? Tapi ini Reval, si begajulan yang konon ingin melajang sampai mati. Tak menutup kemungkinan lelaki itu berlaku demikian pada anaknya sendiri.
"Papa galak, kaya Nenek sihir yang itu." Caca menunjuk wajah keriput wanita tua tadi. Pria yang berstatus suaminya, menghela napas saat merasa istrinya sudah kehabisan kesabaran.
"BAWA PERGI ANAK KAMU SANA! JANGAN BALIK LAGI KALO PERLU!" Wanita tadi melenggang pergi dengan wajah memerah, ia tampak begitu emosi menghadapi tingkah bocah yang usianya bahkan belum genap enam tahun.
Reval menatap tak percaya punggung sang ibu yang mulai menjauh. Pun dengan ayahnya yang sama sekali tak bersuara sejak tadi, pria itu ikut melangkah pergi meninggalkan Reval berdua dengan makhluk kecil yang saat ini tengah berkedip sambil menatapnya lugu.
"Ck, dasar Tuyul! Gara-gara lo gue jadi kena sial!"
Lelaki berusia dua puluh lima tahun itu kini berjalan gontai di bawah teriknya mentari, tak lupa juga seorang gadis kecil yang senantiasa mengekor sambil bertanya banyak hal yang membuat Reval makin jengah.
"Papa, Caca haus!"
Sontak Reval menghentikan langkahnya, menunduk untuk melihat bocah yang saat ini tengah berekspresi memelas. Lelaki itu mendelik saat banyak pasang mata yang menatapnya seolah menghakimi.
"PAPA! CACA HAUS, IH!"
"Diem elah, lo bikin orang salah paham tau nggak?! Mereka pasti mikir gue nyakitin lo!"
Dengan segera, Reval menarik kerah belakang Caca. Menyeret bocah itu tanpa melihat sang empu yang megap-megap seperti ikan kekurangan air.
"P-Papa ... uhukk!" Caca memukul lengan kekar Reval beberapa kali sampai membuat sang empunya berdecak dan menoleh, seketika Reval terbahak melihat wajah sengsara gadis itu.
