Istri Kedua - 1

38 3 0
                                    

Istri Kedua (Part 1)

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Azalea Nadin Khanza binti Abdul Khanza dengan maskawinnya yang tersebut, tunai." Ucap Pria itu dengan 1 hela napas, yang disambut ucapan"Sah" dari para saksi.

Dikamar pengantin, Nadin yang menggunakan gamis putih dengan jilbab & cadar berwarna soft pink menitikkan air matanya. Pikiran & hatinya benar-benar hancur, inilah kehidupan yang akan dijalaninya sebagai istri kedua.

"Assalamualaikum" ucap seorang wanita yang menyapa Nadin. Wanita bergamis soft cream dengan jilbab senada mendatangi Nadin. Nadin tak menjawab secara lisan, hanya balasan dari hatinya Waalaikumsalam
"Kenalin aku Widya, istri pertama abang Zayyan" dia menjulurkan tangannya, tapi Nadin tak bergeming. "aku harap kita bisa menjadi saudara ya, Nad. Bisa menjadi istri-istri Solehah bagi Abang" ujar Widya lagi berusaha menghilangkan rasa kikuknya. "Maaf, harusnya aku menemuimu jauh hari sebelumnya, jadi kita ngga canggung gini pas pertama kali ketemu kamu langsung jadi istri abang"

"Aku ngga akan pernah jadi istri kedua untuk suamimu" tegas Nadin. "Mungkin kamu kira aku yang menginginkan ini, tapi demi Allah aku bahkan tidak pernah bermimpi menjadi istri kedua. Dan jangan pernah munafik dengan perasaanmu itu, sejatinya tidak ada wanita yang mau dimadu. Apalagi kamu berlindung demi Surga yang didapat" ujar Nadin ketus, disambut wajah memerah Widya yang entah apa perasaan didalam hatinya setelah mendengar Nadin berbicara.

"Nadin keluarlah temui suamimu" panggil Abah menghela pembicaraan mereka.

Pernikahan yang sederhana itu, hanya dihadiri oleh keluarga Zayyan & orang tua Widya. Sedangkan dari pihak Nadin, hanya ada Abah Husein, Pak Usman selaku Pak RT, dan Kyai Mahmud selaku penghulu kami. Nadin duduk berdampingan dengan Zayyan.

"Nadin, ciumlah tangan Zayyan. Sekarang dia udah Sah menjadi suami mu" kata Abah.
Nadin dengan ragu mencium tangan Zayyan, disambut dengan kilatan kamera yang mengabadikan kejadian itu.

"Ini artinya Nadin boleh kami bawa pulang ke rumah, abah?" Tanya Widya

"Boleh, Nak. Nak Widya, anggaplah Nadin sebagai adikmu ya. Tolong ajari dia agar menjadi istri solehah seperti Nak Widya"

"InsaAllah, Abah. Kami akan belajar & berusaha untuk menjadi istri solehah. Nadin, aku temenin kamu beberes ya"

"Ngga usah, aku udah siapkan tas ku. Tunggulah sebentar". 
Nadin masuk kamar dan diikuti oleh abah

"Nadin..." Abah memeluk Nadin dengan erat, air mata keluar dari mata tua nya, sesekali dilap dengan sapu tangan coklatnya. "Sekali lagi Maafin abah, abah tidak meminta ijinmu dulu untuk menerima pernikahan ini. Abah sudah tua & sakit, abah tidak akan tenang meninggalkanmu sendirian tanpa ada seseorang yang menemanimu. Apalagi dengan kejadian yang menimpamu tahun lalu, membuat abah takut"

Nadin melepaskan pelukan abah "Sekarang Abah ngga perlu khawatir lagi dengan Nadin. Nadin pasti baik-baik aja. Udah ada Mas Zayyan yang akan menjaga Nadin" 
Abah tersenyum lega mendengar pernyataan menyejukkan Nadin. 
Setelah mengambil tas yang berisi pakaian, Nadin pamit pada Abah untuk menuju ke rumah Zayyan.
Nadin duduk didepan dengan Zayyan yang menyetir, sedangkan Widya duduk di bangku kedua. Tak ada percakapan diantara mereka, kejadian hari ini merubah kehidupan tiga insan.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mereka sampai di rumah Zayyan pukul 20.00, Nadin terpaku melihat rumah mewah Zayyan. Mereka disambut oleh ART bernama Bu Ning. Tas Nadin dibawa Zayyan masuk ke dalam rumah. 
"Masuk Nadin" ujar Widya.
Setelah mengucapkan salam dalam hati Assalamualaikum, Nadin mengikuti Widya masuk ke rumah.
"Aku tunjukin kamar kamu yuk, kamarnya ada di lantai 2"
Disana sudah ada Zayyan yang menaruh tas Nadin di dalam kamar.
"Abang shalat dulu ya, de" 
Yang dijawab anggukan oleh Widya.
"Nadin mulai sekarang ini kamar mu" kamar yang cukup besar dengan cat berwarna putih, kasurnya cukup besar dengan hiasan bunga diatasnya khas kamar pengantin. 
"Kamarmu dimana?" Tanya Nadin
"Kamarku di sebelah sana" tunjuk Widya pada kamar yang ujung. Nadin menuju kamar yang dimaksud dan diikuti Widya. Nadin membuka pintu kamar, berantakan. Baju-baju Widya masih berserakan diatas kasur, foto-foto pernikahan ada dilantai. 
"Yang kamu bilang kamarku, bukankah kamarmu dahulu?" Tanya Nadin
"Iya, tapi sekarang jadi milikmu. Maaf kamar ku masih berantakan, aku belum sempat beresin" jelas Widya.
Nadin Langsung mengambil semua pakaian Widya dan hendak menaruh dikamar sebelumnya.
"Nadin, kenapa?" Tanya Widya panik, tapi Nadin tak menghiraukan. Nadin bolak-balik memindahkan barang-barang Widya ke kamar semula, sedangkan Widya gelagapan dan berusaha menghadang Nadin.
"Menyerahkan suamimu padaku bukan berarti menyerahkan kamarmu padaku juga" kata Nadin tegas setelah selesai memindahkan semua barang-barang Widya. Lalu Nadin menutup pintu kamar & menguncinya.
Widya tertunduk lesu, di depan kamar sudah berdiri Zayyan yang tersenyum. Menyambutnya & menenangkan Widya, mereka masuk kamar & duduk di pinggir kasur.
"Kenapa, de?"
"Nadin ngga mau pake kamar ini, bang"
"Abang udah bilang semalam, ngga perlu lakuin itu"
"Ya udah, abang pergi gih ke kamar Nadin. Malam ini kan malam pertama kalian" ucap Widya tersenyum.
"Kamu yakin, de? Abang benar-benar ngga mau lakuin ini semua, de"
"Yakin, bang. Kalian udah suami istri, udah sepantasnya kalian melakukan hubungan suami istri di malam pertama " ucap widya meyakinkan. Zayyan mengecup kening Widya & meninggalkan, lalu menuju ke kamar Nadin. Disana Nadin terduduk sambil memeluk kakinya dengan wajah tertunduk, Zayyan menghampirinya perlahan.
"Nadin?" Sapa Zayyan.
Nadin mengangkat kepalanya "Ada apa, ustadz?" Zayyan tidak menjawab, dia hanya menatap Nadin. "Aku menikah denganmu tanpa ada rasa apapun & jadi aku tidak ikhlas jika harus tidur denganmu. Pergilah ke kamar istrimu, aku yakin dia sedang menangis" ucap Nadin tegas dengan tanpa ekspresi. Zayyan menghela napasnya dan meninggalkan Nadin. "Ustadz Zayyan" panggil Nadin sebelum Zayyan meninggalkan kamarnya "Pertama, jangan pernah memasuki kamar ini tanpa seijinku, bahkan jika aku sekarat disini. Kedua, aku tidak berniat memperlihatkan wajahku padamu walau kamu adalah suamiku. Ketiga, aku tidak pernah menganggapmu suamiku apalagi dengan statusku sebagai istri kedua, jadi jangan berharap apapun padaku" 
Zayyan menahan kata-katanya dan berusaha untuk sabar mendengar kata-kata Nadin. Zayyan meninggalkan kamar Nadin dan menuju Kamar Widya, yaaa disana disudut kasur Zayyan melihat Widya menangis tapi berusaha dihapus Air matanya. 
Nadin benar kata Zayyan dalam hati.
"Kenapa, bang?"
"Pernikahan ini hanya status, de" kata Zayyan singkat dan menjawab pertanyaan Widya.
Widya mengangguk dan tersenyum "Abang udah pernah liat wajah Nadin? Apa dia cantik? Bagaimana rupanya & sifatnya?"

Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang