Chapter 7 : Little Friend

8 2 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






SUNYI dan kegelapan menyelimuti sebuah bangunan terpencil itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


SUNYI dan kegelapan menyelimuti sebuah bangunan terpencil itu. Tepat pada tengah malam Amelia melakukan aksinya di sana, tak lupa ditemani oleh Kenzo. Ia ingin membunuh pengkhianat dalam keluarganya. Yang tak lain pamannya sendiri.

Bunyi langkah sepatu memenuhi ruangan itu, disertai gesekan belati yang menggores dinding ruangan itu. Mata yang memancarkan hasrat membunuh begitu sangat kental. Senyum bak iblis tercetak di bibirnya.

Anton paman Amelia berusaha sekeras mungkin untuk melarikan diri. Namun, sangat disayangkan sebuah rantai melilit tubuhnya.

“Hai, Paman, sudah lama kita tak bertemu,” sapa Amelia dengan ceria. Namun, yang melihat itu akan sangat ketakutan.

“Ba-bagaimana kamu bisa ada di sini,” tanya Anton dengan nada terbata-bata.

Memegang dagunya seolah sedang berpikir. “Aku boleh main dengan Paman enggak? Kita main masak-masak, ya, Paman.”

Amelia berjalan ke arah Anton. Tepat di hadapan Anton ia membungkukkan badannya agar sejajar dengan Anton.

“Paman tahu tidak, hukuman apa yang pantas untuk seorang pengkhianat? Yaitu mati.” Belati tertancap di bahu Anton. Teriakan Anton begitu keras.
Tak sampai di situ, Amelia kembali menggores pipi Anton. Memotong satu persatu jari Anton, seperti saat memotong wortel. Mengelupas kulit Anton dengan belatinya.

“Ken, tolong berikan air lemon itu. Kasihan paman aku pasti kehausan,” pinta Amelia sambil memasang raut wajah cemberut.

Sial! Ia begitu menggemaskan. Ia adalah iblis kecil, batin Kenzo menahan gemas melihat tingkah laku Amelia.

“Baiklah, aku akan menuruti perintah Anda, Nona.” Membungkukkan badan bagai prajurit yang menerima sebuah perintah.

Air lemon sudah berada di tangan Amelia. Ia langsung saja menyiram tubuh Anton dengan Air lemon itu.
Aahhh. Apa yang kau lakukan, sialan!” bentak Anton disertai suara kesakitan.
“Padahal aku cuman bantu Paman, loh.” Memasang wajah cemberut. “Kenzo paman marah kepadaku.”
Sungguh sangat menggemaskan, batin Kenzo.
Kenzo berjalan ke arah Amelia. Ia membersihkan wajah Amelia dengan tisu yang ia sediakan.

“Kamu istirahat saja, biar aku yang urus sisanya.” Meletakkan telunjuk pada bibir Amelia. “Jangan membantah Amel.”

Amelia memasang raut wajah marah, kemudian bangkit menjauh dari sana.
Kenzo tanpa pikir panjang langsung saja menebas kepala Anton. Ia menghubungi seseorang. “Bereskan kekacauan ini. Buat seolah-olah ia dirampok seseorang dan berakhir dibunuh.”

“Ken, kamu kenapa bunuh paman. Aku masih ingin main.” Mengentakkan-entakkan kakinya.

“Masih banyak mainan untuk untukmu, jadi tak usah marah, Sayang.” Mengelus rambut Amelia.

Semburat merah tercipta di kedua pipi Amelia, karena perkataan itu.
Ada apa denganku? Tidak mungkin aku salah tingkah hanya karena perkataan itu, batin Amelia. Ia memegang kedua pipinya yang terasa panas.

Kenzo yang melihat itu, hanya mampu menahan gemas. Ia juga menyadari tingkah laku Amelia yang sedang salah tingkah dengan perkataannya.

                      ***

Memori masa lalu kembali menghantui Amelia. Ia semakin ingin membunuh semua orang yang menghancurkan dirinya dulu.

“Pasti akan bagus kalau semua bedebah itu aku gores dengan belati ini.” Mengelap belatinya, lalu menyimpan ke tempatnya semula.

Ia kemudian menuju ke meja kerjanya. Berkutat dengan komputer, mencari informasi mangsa selanjutnya yang akan ia habisi.

“Tunggu saja giliranmu yang akan kuhabisi. Hahaha.” Tawa yang mengikuti mengerikan memenuhi ruangan itu.

        ***

Amelia dan kedua orang tuanya sedang berkumpul di ruang keluarga. Mereka sedang bercanda tawa.

“Melmel, kamu sebenarnya sudah dijodohkan semenjak kecil.” Kevin berterus terang kepada Amelia.

Amelia yang mendengar itu langsung saja terkejut. “A-aku dijodohkan dengan siapa ayah?”

“Kamu sudah mengenal orang itu. Kenzo sahabat kecilmu, sekaligus sahabat pertamamu,” jawab Kevin sang ayah.

Amelia kembali terkejut mendengar itu. Pantas saja Kenzo mengetahui tentang apa saja yang ia suka dan tidak ia sukai.

         ***

Kini Amelia sedang mengajak Kenzo untuk bertemu di taman. Ia ingin meminta penjelasan kepada Kenzo. Tak lama Kenzo datang.

“Ken, kamu sahabat kecilku, ya? Kenapa dari awal kamu enggak jujur sama aku?” tanya Amelia.

Kenzo yang mendengar itu langsung saja membeku di tempat. Tak lama kemudian ia menjawab pertanyaan Amelia. “Iya aku sahabat kecilmu. Aku tak memberi tahumu, karena takut kamu akan kesakitan akibat mencoba mengingat masa lalu.”

“Hiks, maafkan aku karena lupa sama kamu.” Amelia langsung saja memeluk tubuh Kenzo.

“Tak apa-apa, yang penting kamu sudah mengingatku.” Membalas pelukan Amelia sambil mengelus kepala Amelia. Ia kemudian melepaskan pelukan itu.
Kenzo berlutut di hadapan Amelia. Ia mengeluarkan kotak cincin dari dalam sakunya. “Amel, maukah kamu menjadi kekasihku?”

Amelia terkejut melihat itu. Ia kemudian mengangguk sebagai jawaban, menyodorkan tangannya kepada Kenzo.

Kenzo langsung saja memasangkan cincin dijari lentik Amelia. Setelah itu ia bangkit dan memeluk Amelia. “Terima kasih, Sayang, sudah menerima diriku.” Mengecup kening Amelia.

Amelia salah tingkah dengan perbuatan Kenzo. Ia hanya mampu membenamkan wajahnya dalam pelukan Kenzo.
Kenzo mengingat memori masa kecilnya. Amelia tetap saja seperti yang dulu. Amelia begitu sangat manis dan sangat menggemaskan.

Back To The Past (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang