Chapter I: Destiny in Reality

54 10 4
                                    


TAMAN Barito Jakarta menjadi saksi bisu tentang sepasang kekasih yang baru saja menjalin hubungan asmara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TAMAN Barito Jakarta menjadi saksi bisu tentang sepasang kekasih yang baru saja menjalin hubungan asmara. Amelia dan Putra dalangnya, telah saling mengenal semenjak duduk di masa perkuliahan dulu. Amelia terkenal dengan sifat cerewet dan ceria, sedangkan Putra dikenal dengan sifat kejamnya. Namun hal itu tak akan berlaku pada seorang gadis yang berhasil merebut singgasana hatinya, ia akan tunduk dan menjadi penurut seutuhnya.
Waktu kini menunjukkan pukul empat lewat empat puluh lima sore hari. Amelia dan Putra bangkit dan beranjak pulang bersama. Putra memutuskan untuk segera mengantar pulang sang kekasih. Putra tanpa sadar telah mencurahkan isi hati yang ia pendam sepanjang perjalanan ibukota menuju istana kediaman milik Amelia.
"Bagaimana jika hubungan kita justru tidak direstui keluargamu?" ungkap Putra spontan.
Amelia yang mendengar itu pun langsung memegang tangan Putra sambil berkata, "Aku akan membujuk orang tuaku agar hubungan kita direstui. Kamu tidak perlu terlalu khawatir ya, Sayang."
Putra merasa tenang sejenak, meskipun ia tahu apa yang akan terjadi dengan hubungan mereka setelah keluarga kekasihnya mengetahui hal ini. Ia cukup sadar diri, kalau status perekonomiannya berada di bawah keluarga Amelia.
Sesampainya di rumah Amelia, Putra langsung berpamitan. Ketika Amelia memasuki rumah, tepat di ruang tamu, semua anggota keluarga tengah menatap tajam kepadanya. Termasuk sahabat kecilnya Reza Dirgantara. Tatapan mereka seolah-olah meminta penjelasan, karena ia diantar pulang oleh seorang pria asing yang bahkan belum dikenali oleh seluruh keluarganya itu.
Sekarang Amelia berada di hadapan semua orang, sembari menundukkan kepala. Kevin, ayah Amelia, langsung bertanya dengan lembut. Terdapat beberapa penekanan bernada tegas di dalamnya.
"Siapa yang mengantarkan kamu pulang nak?" tanya Kevin dengan wajah datarnya. "Kamu memiliki hubungan apa dengan pria itu?"
Amelia dengan gugup menjawab pertanyaan ayahnya. "Namanya Putra ayah, dia pacarku."
Seluruh keluarga termasuk Kevin sontak kaget mendengar pernyataan itu. Mereka sangat tahu Amelia tidak pernah dekat dengan seorang pria. Seringkali mereka selalu membatasi pergaulan Amelia, agar ia tidak terjerat dengan pergaulan bebas zaman sekarang.
Kevin dengan lantang berkata. "Putuskan dia! Kami tak ingin kalau kamu masuk ke pergaulan bebas tak terhormat!"
Amelia tertegun dan bergegas masuk ke dalam kamar. Badan rapuh gadis itu terduduk diam di lantai, sembari memegang erat kedua lututnya. Amelia menangis sejadi-jadinya. Ia tidak ingin putus dengan Putra. Namun ia takut keluarganya akan mencelakai Putra karena ia sangat paham dengan pikiran dan tingkah laku keluarganya. Hanya sahabat kecilnya saja yang mampu dekat dengannya. Alasannya karena ia adalah anak dari sahabat ayahnya. Amelia pun membulatkan tekad ingin memutuskan Putra, agar pria kesayangannya itu tidak disakiti keluarganya.
***
"Put sebaiknya kita putus! Keluargaku tidak menyetujui hubungan kita dan aku takut kamu terluka karena mereka nantinya."
Putra terdiam sejenak, lalu tertawa keras sambil berkata, "Hahahahaha, kamu jangan bercanda Lia. Ini sungguh tidak lucu. Kamu bahkan sudah berjanji kepadaku kemarin untuk membujuk keluargamu."
Amelia hanya mampu menggumamkan kata maaf. "Maaf Putra."
Putra kemudian bangkit, lalu berkata, "Tunggu saja aku akan membuat kamu dan keluargamu menyesal."
Amelia hanya mampu menatap kepergian Putra. Rasa sesak dan kekecewaan memenuhi rongga dadanya. Ia sudah tidak punya hak untuk menghalangi Putra, karena cinta bukan hal egois yang harus dipertahankan bila suatu saat salah satunya malah mengalami petaka. Jelas saja hal itu yang sangat Amelia hindari terjadi.
***
Dua tahun sudah berlalu, sejak hari itu Amelia tidak pernah bertemu lagi dengan Putra. Entah kenapa akhir-akhir ini perusahaan keluarga Amelia mengalami penurunan. Perusahaan itu terancam bangkrut dan tidak dapat beroperasi lagi. Namun Amelia sendiri pun tak dapat melakukan apa pun karena ia tidak mengerti tentang bisnis.
Amelia kini tengah berada di perusahaan ayahnya karena tiba-tiba sang sekretaris direktur menelepon dan memberitahukan bahwa ada seseorang yang akan membeli perusahaan keluarganya. Sesampainya di perusahaan, Amelia langsung bergegas menuju ruang rapat. Di dalam sana sudah berdiri seorang pria yang begitu mirip dengan kekasihnya.
Sekretaris Dimas berkata. "Perkenalkan beliau adalah Putra, pengusaha yang terkenal belakangan ini. Dia berencana untuk membeli perusahaan bapak Kevin, Nona."
Amelia yang mendengar langsung terperanjat. Setelah sekian purnama berlalu, akhirnya mereka dapat bertemu kembali. Namun Amelia tidak lagi menemukan tatapan cinta di matanya. Ia malah melihat kebencian yang amat dalam di matanya. Pihak keluarga Amelia pun bergegas berdiskusi. Setelah beberapa saat, mereka akhirnya memutuskan untuk menandatangani surat perjanjian tersebut dan hak atas perusahaan pun berpindah tangan pada mantan kekasih Amelia.
Putra, andai kau tahu kalau aku masih menunggumu kembali. Akankah kau masih mau menerimaku?
***
"Bos, saya boleh meminta izin cuti untuk beberapa hari? Anggota keluarga saya meninggal dan saya harus datang ke acara pemakaman mereka, Bos," desak Amelia di tengah tangisannya.
Bos Amelia mendengar itu pun merasa iba, ia pun langsung memberikan izin kepada Amelia. Sesampainya di pemakaman Amelia melihat seluruh anggota keluarganya dikuburkan. Amelia menangis tersedu-sedu. Tak ada lagi sandaran tempatnya mencurahkan keluh kesah, sekarang ia hidup sendirian. Tanpa ada seorang pun yang akan peduli pada dirinya.
"Tuhan, betapa teganya Engkau padaku. Apa Engkau mau melihatku bunuh diri, Tuhan? Jawab Tuhan!"

Back To The Past (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang