✦ lembar keempat.

1.4K 244 39
                                    

Seishirou bukanlah pujangga, juga bukan seorang pejuang cinta yang mampu memahami bagaimana cara mengejar wanita pujaan agar bisa selalu berada di sisinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seishirou bukanlah pujangga, juga bukan seorang pejuang cinta yang mampu memahami bagaimana cara mengejar wanita pujaan agar bisa selalu berada di sisinya. Masalah sepak bola saja ia masih membutuhkan penjelasan dari banyak rekan setia menemani, apalagi tentang perasaan yang jelas bukan keahlian si pemalas sebelum akhirnya melupakan seluruh jati diri karena adanya getaran mengganggu di setiap malam sampai berani merasuki mimpi.

Jika Seishirou ditanya mengapa bisa keras kepala bahkan seteguh ini tatkala berusaha meyakinkan [Name] maka gelengan kepala sudah pasti menjadi jawabannya, tetapi, pria bersurai putih itu akan langsung berucap bahwa sosok sang idaman adalah sebuah paradigma ideal untuk romantika yang tanpa permisi menjeratnya pada keindahan nirwana.

Tak peduli respirasi sesak kerap menyapa setiap usaha yang dilakukan, Seishirou masih setia mencoba segala hal demi menerobos hati [Name] walau hanya sedikit saja adanya celah untuk diberi kesempatan. Mendampingi hingga rela menampung eksistensinya meski dengan sedikit paksaan, lagi pula mana rela ia membiarkan bidadari tertidur tanpa alas di tepi jalanan.

Kendatipun semua kerasnya usaha tetap saja gagal tidak mendapatkan hasil apa-apa di sepanjang waktu, Seishirou enggan menyerah apalagi berhenti sebab ia sudah terjerat dalam pesona sang manifestasi kesempurnaan yang membuatnya merasa candu.

"[Name]; kesayangannya Seishirou,"

Jemari terulur diikuti debaran menggila dalam dada, namun Seishirou tidak bisa menepis keinginan hati untuk mengusap setiap helai mahkota [Name] yang kini membelakanginya.

Tinggal bersama, berada di dalam ruang lingkup serupa, tetapi tidak pernah merasakan tidur berdua. Dan kini bisa berada di titik yang mana terbaring berdampingan walau dengan susah payah membujuk, akhirnya Seishirou tak lagi merengut hingga menampilkan wajah merajuk.

Ini seperti satu langkah maju yang cukup baik, menurutnya.

"Anggaplah aku sebagai rumah barumu. Tidak mewah, tetapi kupastikan kau akan merasa nyaman juga bahagia walau interior yang ada hanyalah sesuatu sederhana."

Seishirou mendekatkan daksa, berusaha menghapus jarak walau dentuman dalam dada semakin tak karuan hanya karena eksistensi [Name] terasa nyata dalam pandangannya.

"Namun, jika itu masih terlalu sulit. Kau hanya perlu bersandar di bahuku sebagai pelampiasan setiap emosi menggebu."

Gerak jemari kini menjumput beberapa helai mahkota sang bidadari dan mengecupnya lembut.

"Aku akan setia untuk menjadi pelipur lara dari segala nestapa yang sering kali membuatmu meratapi kejamnya takdir semesta."

Decak kesal terdengar jelas mendominasi, [Name] berbalik tanpa peringatan nyaris membuat Seishirou kehilangan napas kehidupan di detik yang sama sebab wajah keduanya kini berada di jarak tanpa rintang penuh arti.

"Aku itu buangan. Tidak semestinya kau perjuangkan."

Ada getar ketakutan ketika saling berdekatan, deru napas [Name] kian memberat karena tipisnya sekat di antara mereka yang terbaring dengan posisi berhadapan.

"Kalau begitu, biarkan aku egois untuk bersikeras memungut sesuatu yang tetap indah di mataku."

"Berhenti berlagak seperti pria sejati. Kau jelas hanya mengasihani dan aku tak butuh filantropi."

"Aku mencintaimu. Kenapa kau masih ragu?"

"Ragu? Sejak awal, aku memang tidak pernah percaya pada bajingan sepertimu."

Iris kelabu berubah lirih, tetapi Seishirou sangat mengerti sesakit apa hati [Name] yang bahkan sudah menjadi kepingan mati tak akan bisa dirangkai seperti awal lagi.

Tatapan kosong dipenuhi jutaan luka yang menyapa seakan menjelaskan semuanya, meski berselimut sesak namun wanita itu tidak bisa menyampaikan dengan kilat lain; selain kegelapan pekat dari sepasang netra miliknya.

"Bagaimana cara agar bajingan ini bisa diberi kesempatan?"

"Jangan mimpi. Aku lebih ingin kau pergi."

"Tidak, [Name]. Tidak akan pernah."

Lengan melingkari pinggang dan menarik si pusat atensi semakin dekat, sontak langsung membangkitkan seluruh rasa takut hingga tubuhnya gemetar kentara dan berusaha memberontak diikuti kedua tangan menjambak rambut sendiri begitu kuat.

Hanya dengan pelukan saja ingatan itu seakan mengambil alih seluruh kewarasan sampai tak bersisa, [Name] menangis histeris dengan labium bergetar berusaha berteriak meminta tolong di sela napas tercekat memicu keringat dingin juga tatapan semakin kosong tidak menampilkan cahaya.

"Kendalikan rasa takutmu."

Jambakan pada mahkota berubah menjadi kepalan, memukul kepala sendiri berulang kali diiringi gumaman memilukan.

Kedua kakinya bahkan terus bergerak gelisah seolah ingin menendang demi memberi perlawanan, sesungguhnya melihat [Name] lepas kendali selalu membuat Seishirou sakit namun ia menyadari jika semua berawal karena dirinya yang terlalu naif dalam menilai sang mantan rekan.

"Aargh! To---long ... kumohon, tolong ..."

"Kalahkan semuanya. Kau harus bisa."

"AARGH!!!"

"Sial!"

Tubuh tegapnya sedikit bangkit tanpa melepaskan dekapan, jemari membuka laci nakas guna mengambil obat yang tentu saja sesuai anjuran Dokter dalam setiap penggunaan. Seishirou memasukkan beberapa tablet pada rongga hangat sang wanita yang masih tak terkendali, disusul oleh ciuman dalam guna menyalurkan air mineral walau tetap saja mengalir di antara sudut terbuka karena tindak berontak tanpa henti.

Perlahan melepaskan lalu semakin memeluk erat juga mengecup pucuk kepala [Name] berulang kali, pria bersurai putih itu bergumam lirih ketika berusaha menenangkan sang idaman hati.

"Kau hanya perlu mengendalikan, melawan, dan mengingat siapa yang selalu setia memberi bantuan. Aku di sini. Selalu di sini untukmu. Lihat aku."

Kelopak mata terpejam rapat, Seishirou terisak pelan tatkala menyadari jika [Name] akhirnya lebih terkendali tetapi tidak dengan tubuh gemetar juga gumam ketakutan terus keluar dari labium bergetar hebat.

Setiap kali trauma itu datang menyelimuti, seluruh pikiran pastilah kacau dan sulit mengingat baik segala kondisi yang tengah dialami. Hal ini juga menjadi satu-satunya celah bagi Seishirou bisa sedekat bahkan menghapuskan tembok di antara keduanya, bukan mengambil kesempatan melainkan ia hanya ingin membuat ingatan baru jika dalam kelamnya hidup masih ada cahaya yang berusaha menghangatkan.

"Izinkanlah aku menjadi antidote untukmu, [Name]."

Namun ...

Apakah pendosa seperti Seishirou pantas mendapat kesempatan untuk memperbaiki segala kesalahan?

Apakah pendosa seperti Seishirou pantas mendapat kesempatan untuk memperbaiki segala kesalahan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
VENUS : Nagi Seishirou ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang