RUMAH - 17

316 48 11
                                    

•••
Skala melihat Nala tengah asyik bercengkrama dengan gadis yang dia tunjukkan padanya senalam. Saat tengah membayangkan gadis itu adalah dirinya, tiba-tiba ada yang menggandeng tangannya dan siapa lagi jika bukan Malva.

"Cemburu ya?" Godanya.

"Dikit," jawab Skala tanpa mengalihkan pandangannya dari Nala.

"Udah ah jangan di liatin terus, ayo ke kelas." Malva menarik tangannya memaksa Skala untuk beranjak dari sana dan mau tak mau Skala mengikutinya.

Keadaan sedikit demi sedikit berubah, bangku di samping Nala sekarang kosong. Jujur, ada kehampaan untuk Nala saat Skala jauh darinya, egonya selalu menginginkan Skala hanya untuk dirinya bukan orang lain. Entahlah keputusan yang dia ambilnya ini benar atau salah, tapi dia tidak ingin melanggar janji pada mendiang ibunya. Untuk kedepannya bagaimana, dia hanya bisa mengikuti alur ceritanya tanpa berniat untuk mengubahnya.

"Va, berhenti pura-pura jadi pacar gue ya?" Ketika hening beberapa saat, tiba-tiba Skala membuka suaranya.

"Jadi pacar beneran?" jawabnya dengan antusias.

"Nala udah tau semuanya, jadi gak ada gunanya lagi."

Malva terdiam sejenak mencerna maksud Skala tentang Nala yang sudah mengetahui semuanya. "Maksud semuanya?"

"Intinya dia udah tau kita pacaran bohongan dan yang gue suka itu dia," jelas Skala, "terus dia minta gue buat lupain dia, gitu."

"Enteng banget lo ngomong. Gue aja di tolak sama lo nyesek abis."

Skala langsung menatapnya dengan tajam. Oh ayolah, dia tidak ingin membahas yang lain saat ini. Dia akan merenungi ulahnya sendiri yang membuat Malva jatuh cinta padanya nanti, untuk sekarang biarkan dia sementara menjalani hidupnya dengan tenang tanpa masalah.

Malva terkekeh, "bohong ih, becanda gak ada nyesek-nyesekkan." Lagi pula siapa sih yang tidak sakit hati ketika cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Skal, malem ini ada acara gak?"

"Kenapa? Lo mau minta gue buat nemenin lo lagi?"

Malva mengangguk, "kalo Lo gak keberatan sih."

Sebagai permintaan maafnya karena telah menyeret Malva ke dalam masalahnya, Skala mengangguk. "Gue bebas kok malem ini."

Malva langsung tersenyum mendengarnya, dia senang Skala menyetujui ajakannya. "Maaf ya gue selalu minta lo buat temenin gue."

"Gak masalah, lo kan udah banyak bantu gue akhir-akhir ini."

Walaupun Malva tahu jika dirinya hanya di jadikan teman oleh Skala, dia senang masih bisa dekat dengan Skala. Dan mengapa Skala setuju, dia ingin menjauh dari Nala sebentar.

•••

Biasanya, Skala pergi ke kantin bersama Nala dan kedua temannya yang lain. Tapi kali ini dia tak terlalu tertarik untuk bergabung bersama mereka, padahal Nala berjanji akan mentraktirnya semalam.

Kursi didepannya kosong, dia memilih meja untuk dua orang. Nala menatapnya dengan perasaan yang bersalah, dia takut jika ini awal kerenggangan antara mereka.

Mie yang Skala makan rasanya terasa hambar, sama seperti dirinya hari ini. Dia harus terlihat baik-baik saja diluar walaupun dalamnya semrawut.

Lagi lagi Malva muncul tanpa di minta, "kenapa gak minta temenin ke gue aja sih?"

"Ya minimal peka lah gue ke kantin sendirian."

Malva tertawa, "maaf."

Sementara di sisi lain, Gio menarik lengan Nala dan membawanya pergi dari sana. Dia membawa Nala ke tempat yang jauh dari kerumunan siswa. Satu satu tempat yang kosong saat ini adalah UKS, Gio membawanya ke sana dan memastikan hanya ada mereka berdua di sana.

RUMAH | FKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang