✨Happy Reading✨
.
.
.
.
.
.
.
Malam harinya, kini Dani, Mira, Ael, Alice, dan Arsenio tengah berkumpul diruang keluarga. Apakah untuk mengobrol santai? Tidak.
Alice dan Arsenio yang baru saja mendingan kini dihukum berdiri. Hampir 30 menit mereka berdiri. Hal itu membuat Ael benar-benar merasa khawatir. Ia takut kedua adiknya kembali sakit.
"Alice kenapa nilai matematika, ipa dan bahasa inggris kamu hanya mendapatkan 89, 94 dan 99? Papah sudah bilang berkali-kali untuk terus belajar, lihat nilai mu tidak ada yang seratus." Omel Dani sambil memegang kertas ulangan milik Alice.
"Maaf pah." Lirih Alice.
"Dan kamu Arsenio. Kenapa kamu tidak lanjut les dengan gurumu hari ini hah? Sakit jangan dijadikan alasan untuk kamu bermalas-malasan di kasur." Lanjut Dani sambil menatap tajam Arsenio.
Ael membelalakkan matanya tidak percaya. Kenapa Dani sangat buta, pikirnya. Padahal jelas-jelas tadi siang menuju sore, nyawa Arsenio dalam bahaya. Bahkan jika Ael telat sedikitpun, nyawanya bisa melayang.
Juga, ia merasa ada yang aneh hari ini. Kenapa ayahnya marah karena nilai Alice dan Arsenio? Biasanya mau nilai Alice dan Arsenio rendah pun, ayahnya tidak akan marah.
Ael yang tengah berdiri dibelakang kedua adiknya mulai was-was saat Dani bangun dari duduknya.
Plak
Plak
"Hiks sakit...hiks hiks...sakit..." Tangis Alice dan Arsenio bersamaan saat merasakan perih di pipi kanannya. Sedangkan Ael tersentak. Ini pertama kalinya Dani menampar kedua adiknya. Ada apa dengan Dani?
"DIAM!" Bentak Dani
Plak
Plak
Tangis Alice dan Arsenio mereda. Mereka bertambah takut saat Dani membentaknya.
"Mas, sudah cukup. Mereka masih anak-anak. Ingat mereka masih sakit." Peringat sang istri tak tega melihat Alice dan Arsenio.
Dani menghembuskan nafasnya kasar kemudian pergi dari sana menuju ke ruang kerja. Sedangkan Mira langsung memeluk Alice dan Arsenio, lalu membawa keduanya kedalam kamar masing-masing.
Ael terdiam sendiri di tempat. Hatinya terasa berdenyut melihat keadaan itu. Keadaan yang pernah ia alami, tapi Mira sama sekali tidak menghentikan Dani, sampai-sampai Ael harus dilarikan kerumah sakit.
Lamunan Ael terbuyarkan saat getaran ponsel di sakunya berbunyi. Ia segera melihatnya, dahinya mengernyit saat melihat nama Naren. Tumben sekali pikirnya.
"Halo El! Plis jangan tutup atau pun potong ucapan gue."
"Kenapa?"
"El markas utama diserang. Bang Rehan lagi sibuk ngalangin musuh-musuh yang mau masuk, makanya gue yang ngabarin."
"Who?"
"Pak botak, dia bawa seribu anggota. Sementara di markas utama cuman ada 20 anggota. Kami mau panggil bantuan tapi gak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
AELEASHA (OG)
Non-Fiction{YUK BOLEH DI FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA} Bagaimana jadinya jika kalian yang berada di posisi seorang Ael? Anak pertama perempuan, tapi ia bukanlah cucu pertama perempuan. Harapan keluarga kandungnya. Dituntut agar bisa menjadi yang terbaik. Orangt...