Prolog

159 0 0
                                    


Rutinitas pagi menyapa Andrea, sebagai istri dan ibu tiga anak Ia biasa bangun lebih awal untuk membuat sarapan dan mengurus ketiga putra putrinya.

Gita yang baru masuk sekolah dasar masih harus dibangunkan agar tak terlambat. Galang dan Genta yang masih balita akan ikut terbangun begitu mendengar suara kakaknya.

Kalau sudah ketiganya terbangun maka Andrea akan bergantian memandikan mereka dan memakaikan bajunya.

Kesibukan yang padat namun memberinya kebahagiaan karena bisa mengurus suami dan anak-anak sendiri tanpa mengandalkan pembantu.

"Andrea, kau baik-baik saja?" suara Linggar suaminya terdengar dibelakangnya.

Saat sarapan tadi Andrea mendadak mual dan berlari ke wastafel. Ini untuk ke dua kalinya Ia merasa seperti mabuk dan ingin muntah.

"Aku baik-baik saja." Andrea menerima tisu yang disodorkan suaminya.

"Apa mungkin kau sedang hamil lagi?" Linggar menebak.

Andrea menggelengkan kepala "Aku sudah cek dengan test pack hasilnya negative. Sepertinya masuk angin biasa."

"Mungkin kau kecapean. Biar kusuruh pembantu dirumah Mamah kemari."

"Apa tidak merepotkan Mamah nanti?" Andrea tak ingin merepotkan ibu mertua.

"Mamah pasti mengerti. Lagipula sejak kemarin Papah menyuruhku mencari pembantu. Papah dan Mamah tak tega melihatmu mengurus rumah dan anak-anak sendiri." Linggar menepis kekhawatiran Andrea.

Andrea tersenyum mendengarnya, Ia beruntung memiliki mertua yang perhatian.

"Ya sudah, nanti biar Andrea izin sama Mamah langsung untuk pinjam Yuni." Andrea kembali ke meja makan. Ia menarik kursi untuk duduk sedang Linggar melepas pegangan dibahu Andrea.

Baru saja akan duduk, Andrea merasa tubuhnya limbung. Andrea menggeleng, mencoba menegakkan badannya. Namun kepalanya terasa dihantam palu besar dan sedetik kemudian Ia ambruk.

"Andrea" Linggar menangkap tubuh istrinya.

"MAMA" anak-anaknya yang masih sarapan menjerit kaget.

Anak-anak berada di ruang tunggu lorong rumah sakit bersama Neneknya. Sementara Linggar menemani istrinya menjalani serangkaian tes MRI untuk mendapatkan hasil diagnose penyakitnya.

"Istri anda mengalami pengentalan darah di pembuluh darah otak atau yang biasa disebut Sindrom Hughes." Dokter memaparkan hasil pemeriksaan keseluruhan.

"Apa Andrea perlu menjalani rawat inap?" Linggar ingin perawatan yang maksimal untuk istrinya.

"Aku tak mau rawat inap. Kasihan anak-anak kalau aku dirumah sakit. mereka pasti tak akan bisa tidur." Andrea memotong sebelum Dokter menjawab pertanyaan Linggar. Ia yang sudah sadarkan diri terbaring lemah diranjang ruang UGD.

"Anda bisa berobat jalan. Tapi harus disiplin mengkonsumsi obatnya, hindari letih, banyak minum air putih dan untuk sementara batasi konsumsi karbohidrat olahan." Dokter memberi catatan untuk Andrea jika ingin berobat jalan.

"Kau dengar Andrea, jangan lagi menghabiskan sisa makan anak-anak. Karbohidratnya akan menumpuk ditubuhmu." Linggar mengingatkan istrinya.

Andrea mengangguki, Ia senang dengan perhatian-perhatian Linggar yang tak berubah walau mereka sudah menikah bertahun-tahun "Iya, iya. Akan aku turuti."

Aspirin, warfarin dan suntikan heparin menjadi menu wajib bagi Andrea setiap harinya. Disela-sela menemani putra putrinya yang masih belum mau disuapi makan atau dimandikan Yuni, asisten rumah tangga Ibu mertua yang dipinjamnya.

Pelacur  Simpanan Duda - Full Story @KaryakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang