Tepat pukul 1 dini hari, Gavin baru tiba dirumah. Keadaan rumah sangat gelap dan hening. Papa nya pasti sudah tidur.
Ia berjalan menuju dapur, membuka kulkas lalu menuangkan air dingin itu ke gelasnya. Hanya ada dirinya sendiri saat ini.
Mata nya fokus menatap arah gudang yang terkunci itu, terlihat gelap sekali. Batinnya seolah berkata ada eira disana namun logikanya menentang itu. Ia dengan cepat meminum air nya lalu segera kekamarnya. Tubuhnya sangat lelah. Tak membutuhkan waktu lama, gavin terlelap di alam mimpinya.
••••
Eira merasakan tubuhnya ditendang oleh seseorang. Gadis itu bangun dari pingsannya dan duduk secara perlahan menetralkan pencahayaanya.
"Bangun tolol! Kebo banget sih lo tidur" kesal Laura sambil menendangkan kakinya ke tubuh Eira. Perempuan itu sudah lengkap dengan seragam sekolahnya.
Eira melihat Laura. Ia menyadari bahwa ini sudah pagi.
"Jam berapa?" tanya Eira. Ia takut dirinya terlambat karna melihat Laura yang sudah lengkap memakai seragam sekolah.
"Set 7" jawab Laura lalu pergi begitu saja. Dia malas sebenarnya membangunkan Eira kalau bukan papanya yang meminta tadi.
Eira dengan cepat bangkit dan segera menuju kamarnya. Langkah nya terhenti saat melihat papa dan abangnya duduk dimeja makan.
Ia benar benar tak dianggap lagi dirumah ini. Pandangan eira tak sengaja jatuh pada Gavin. Gavin yang merasa ada melihatnya mengalihkan perhatiannya dan jatuh pada Eira.
Eira tersenyum getir melihat itu lalu memutuskan tatapan itu. Dia harus cepat agar tak terlambat masuk sekolah.
Eira melirik arloji ditangan kirinya. 10 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup sedangkan ia masih dipertengahan jarak jalan menuju sekolahnya. Keringat jatuh bercucuran di pelipisnya. Dari rumah ia berlari walau harus menahan sakit di kakinya.
Eira dengan cepat berlari menuju gerbang yang sudah tertutup.
"Pakk bukain pakkk saya mau masukk" teriak eira sambil menggedor pagar.
"Gabisa neng. Kamu terlambat"
"Pakkk ayolaahh pakkk izinin saya masukkk" mohon eiraa namun tetap tak di perbolehkan.
Eira menunduk lesu sambil berjalan menjauhi pagar. Ia berharap ada seseorang yang bisa membantunya masuk kesekolah saat ini juga.
Tangannya tiba tiba digenggam oleh seseorang dan mengajak nya berlari dari sana. Eira spontan kaget ingin melepas namun saat melihat seragam yang dikenakan orang itu sama dengannya jadi ia memilih diam.
Mungkin dia mau bantu aku
Mereka berdua berhenti di depan pintu teralis yang terkunci. Genggaman cowok itu terlepas saat ia mengambil ponsel disakunya.
Eira menatapnya dari samping. Tingginya yang sebatas dada pria itu membuatnya mendongak untuk melihat wajah cowok itu.
Tampan
Eira terpana melihat ketampanan cowok itu dibawah sinar matahari yang menyinari nya. Eira sadar dari lamunannya saat pintu itu sudah dibuka oleh seseorang. Cowok itu pun segera menggenggam eira lagi dan membawa nya masuk.
Pikiran buruk menyelimuti dirinya. Ia tau ini bagian belakang sekolah yang terkenal sepi dan banyak anak cowok berkumpul disini. Ia takut terjadi apa apa dengan dirinya.
Eira kemudian memaksa melepaskan genggaman cowok itu.
"Lepas!"
Bukannya melepas, cowok itu malah mengeratkannya. Eira kaget saat cowok itu mengukungnya dan mulutnya dibekap tiba tiba dibalik dinding. Jantung nya berpacu begitu cepat. Deru nafas nya tak karuan. Matanya menatap dada cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDHEIRA
Teen FictionIni adalah tentang Aldheira Tavannya Zesca. Penderitaan yang dihadapinya setelah mamanya pergi meninggalkannya. Begitu banyak luka yang ia terima dari keluarganya. Baik fisik maupun batin, luka itu seolah tak ingin pergi dari hidupnya. Gadis mungil...