Aldheira-22

252 8 0
                                    

Sudah 3 hari mereka tidak mengetahui informasi apapun tentang Eira. Nada dan Shalnav sudah mencoba menghubungi Eira, namun tidak ada balasan apapun darinya. Athar juga mendatangi rumah neraka itu, mencari keberadaan Eira tapi ia tetap tidak menemukan keberadaan Eira disana. Ia sempat bertanya terhadap Laura, namun ia juga tidak mendapat kan jawaban. Bahkan, Gavin tidak terlihat masuk sekolah bersamaan hilangnya kabar Eira. Athar semakin cemas memikirkan kondisi Eira.

Apa Gavin menyembunyikan sesuatu darinya?

Apa hilangnya Eira berkaitan dengan Gavin yang tiga hari ini tidak masuk?

Memikirkan itu membuat kepalanya pusing. Walaupun perasaanya masih terbilang baru terhadap Eira, ia tidak berbohong bahwa ia sangat menyayangi Eira. Seperti ada magnet yang menariknya untuk selalu bersama Eira.

Athar membaringkan tubuhnya di kasur dengan tangannya sebagai tumpuan untuk kepalanya. Lama ia berkutat dengan pikirannya membuatnya tanpa sadar tertidur. Akhir akhir ini, dirinya selalu berlatih basket mengingat perlombaan sebentar lagi, hanya menghitung hari saja. Dan selama ia berlatih, ia tidak pernah bisa fokus, pikirannya selalu tertuju pada Eira.

Athar rindu menatap senyum manis itu dengan mata hazel nya yang cantik.

Dilain tempat, Gavin selalu senantiasa menjaga ruangan itu. Ia akan meninggalkan ruangan itu saat ia pulang kerumah untuk mandi. Saat ia pulang, yang menjaga Eira adalah Bi Siti.

Gavin menatap wajah pucat pasi adeknya. "Kamu kapan sadarnya, Raa? Gacape tidur mulu?"

Gavin menggengam lembut jemari Eira. Kata dokter, Eira sudah seharusnya sadar mungkin gadis itu tak ingin membuka matanya karna belum ada kemauan dari dirinya sendiri. Ia mengelus tangan itu sambil dikecup nya berkali kali.

"Maaffin abangg yaa, abang udah jahat selama ini sama kamu. Abang sayang sama Eira, jangan ketempat ini lagi yaa. Maaff...abang udah jadi luka buat kamu, abang gapernah ada saat kamu butuh bantuan. Maafff... maaffinnn abang, Raa" ujarnya. Matanya memerah. Ia takut Eira akan membencinya.

Gavin sudah mencoba untuk berdamai dengan masa lalunya. Yang kehilangan disini bukan hanya dia saja, tetapi Eira juga. Bahkan, Eira tidak mengetahui dimana makam mama nya. Dhaffin selalu melarang dirinya untuk memberi tahu Eira. Dari kecil, Eira selalu mendapatkan perlakuan kasar dari Dhaffin. Sejujurnya, dari dalam hati kecil Gavin, ia ingin sekali menolong Eira, tapi ego nya saat itu lebih menguasai dirinya. Ia benci. Ia marah. Tapi ia tidak tau harus melampiaskan nya kemana. Mau tidak mau ia melampiaskan dengan cara mengabaikan Eira yang selalu dipukul oleh Dhaffin.

Gavin mengecup sekali tangan Eira. Ia juga mengecup kening Eira sambil mengusapnya lembut. "Abang kekantin dulu yaa. Abang gabakal lama"

Gavin keluar dari ruangan Eira. Perut nya mendadak perih. Mungkin karna dirinya yang selalu telat makan. Hanya sebentar tidak lama.

Namun, pergerakan Gavin itu membuat seseorang menimbulkan tanda tanya.

Ngapain dia disini? Siapa yang sakit?

Batinnya bertanya tanya. Ia pun memutuskan untuk mengikuti Gavin secara diam diam. Laki laki itu menuju kantin rumah sakit lalu balik lagi dengan membawa satu bungkus kantong kecil. Matanya dengan seksama mengikuti jejak Gavin, diam diam ia berjalan berharap tidak ketahuan.

Alisnya menyatu melihat Gavin yang tiba tiba masuk di ruang pasien. Ia pun mengintip melihat siapa yang dikunjungi Gavin. Terkejutnya ia saat mengetahui bahwa itu adalah Eira, sahabatnya yang tiga hari ini tidak ada kabar.

Ia semakin kaget saat pintu itu terbuka memperlihatkan Gavin yang menatapnya tajam. Auranya benar benar sangat mencekam.

"Lo-" tunjuknya kaget pada Gavin.

ALDHEIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang