Chapter 4

598 49 0
                                    

Sudah 4 bulan lamanya Biu tinggal di istana. Sebenarnya sudah beberapa kali ia hendak pergi saja dari neraka ini, tetapi hal itu selalu ia urungkn karena cintanya terhadap sang Raja.

Bagaimana cara orang-orang di istana menatapnya sungguh membuatnya ingin menangis. Mereka selalu memberikan pandangan jijik kepada Biu, terutama sang Ratu. Ada beberapa alasan yang mungkin mendasari dari tatapan orang-orang itu. Pertama, fakta bahwa ia adalah seorang pria sudah cukup membuat aneh. Kedua, sang Raja selalu tidur di kamarnya dan membuat sang ratu iri. Sejujurnya, Biu sudah sering meminta Bible untuk tidur bersama istrinya, tetapi Bible selalu menolak.

Seperti malam ini, Bible datang kembali ke kamar Biu untuk beristirahat.

"Biu, mengapa kau tampak begitu pucat? Apa kau merasa tidak enak badan?" Bible langsung menyentuh wajah Biu untuk memastikan keadaannya.

"Aku merasa sangat pusing dan lemas dan tidak berselera untuk makan" Biu hanya terbaring lemah di kasurnya.

"Pengawal, panggilkan tabib sekarang!" Bible langsung keluar kamar dan memerintahkan seorang pengawal untuk datang menjemput tabib kerajaan.

"Hmmm, saya belum pernah menangani hal ini sebelumnya" Sang Tabib bingung setelah memeriksa keadaan Biu.

"Kenapa Tabib? Apakah parah?" Bible semakin khawatir melihat ekspresi sang Tabib.

"Apakah kau benar seorang lelaki?" Bukannya menjawab pertanyaan sang Raja, sang Tabib justru bertanya hal yang sudah jelas kepada Biu.

Biu mengangguk dan menatap Bible dilanjutkan Bible juga turut mengangguk.

"Hmmm, Tuan sedang mengandung. Semua gejala yang terjadi saat ini adalah karena kehamilan Tuan" Semua orang di ruangan tersebut kaget tak percaya tetapi secepatnya berkumpul dan memberikan salam tunduk atas akan lahirnya penerus kerajaan Astoria.

"Selamat Untuk Astoria!" Mereka menyorakkannya bersama-sama.

Sedangkan Bible masih berdiri mematung dan Biu yang masih mencoba memproses segalanya.

Setelah Bible menyuruh semuanya pergi meninggalkannya berdua dengan Biu, ia langsung memeluk tubuh kecil selirnya dan membanjirinya dengan ciuman.

"Terimakasih, sayang. Aku sangat bahagia dengan kabar ini. Aku berjanji akan menjagamu dan juga anak kita" Bible tidak henti-hentinya memeluk Biu.

"Aku takut" Biu telah menahan air matanya, tapi kali ini ia tak dapat membendungnya lagi.

"Apa yang kamu takutkan? Ceritakan padaku" Bible mencoba menenangkan Biu. Sejujurnya, ia juga mengetahui bahwa pria kecilnya ini tidak begitu nyaman hidup di istana.

Bukannya menjawab pertanyaan Bible, Biu malah meminta satu permohonan.

"Bolehkah Apo juga tinggal disini untuk menemaniku?" Biu sudah sejak lama ingin mengungkapkannya. Selama hidupnya, Apo adalah teman terbaiknya.

"Tentu saja. Aku akan memerintahkan pelayan untuk menjemputnya esok. Sekarang mari kita istirahat" Bible kembali merengkuh tubuh Biu dan membawanya kedalam mimpi indah.

Perut Biu semakin hari semakin membesar membuat semua orang yang melihatnya akan memberikan tatapan aneh kepada area perutnya. Untung saja, Apo bersamanya. Pria bertubuh besar itu tak akan tinggal diam setiap ada yang berbuat tidak baik terhadap Biu.

"Apa yang kau lihat?" Tatap sangar Apo kepada salah seorang pelayan Ratu yang melihat Biu dengan tatapan aneh.

"Sudahlah, Po" Biu menarik tangan apo untuk pergi menjauh. Tak lupa untuk tersenyum kecut kepada sang pelayan.

"Apakah kau telah hidup sepeti ini selama setahun? Seharusnya kau tidak usah ikut kesini! Aku akan mencongkel semua mata itu jika meraka berani-beraninya menatap mu dan calon penerus Astoria seperti itu! Apa sang Ratu. Memang kenapa kalau kau yang hamil dan bukan dirinya? Apakah itu salahmu untuk menjadi subur dan spesial? Mengapa dia begitu membencimu? AAARRGGG aku tak tahan lagi. Ayo kita pulang saja ke selatan!" Apo terus marah semenjak ia menginjakkan kakinya di istana 6 bulan lalu.

"Sebentar lagi, Po" Biu menunduk dan mencoba menenangkan Apo.

"APA YANG KAU TUNGGU? KITA BISA MENGHIDUPI BAYIMU TANPA BANTUAN ISTANA INI!" Apo sedikit berteriak membuat Biu ingin menangis. Benar, semua yang dikatakan Apo memang benar adanya.

"Biarkan aku melahirkan bayi ini, lalu kita akan pergi dari sini" Biu mengelus lembut perut buncitnya.

Apo tak dapat berkata-kata dan memilih untuk memeluk Biu yang sedang menangis.

Bible dari luar kamar mendengarkan percakapan keduanya dan turut menangis. Ia merasa gagal untuk memenuhi janjinya untuk melindungi Biu dan anaknya. Meraka tersiksa tinggal di istana ini dan Bible walaupun adalah seorang Raja, Ia kalah atas banyaknya orang yang tidak menyetujui hubungannya dan Biu.

Tangannya mengepal dan ia berjalan menuju tempat latihan pedangnya dan berlatih hingga larut malam. Tenaganya habis, tetapi tidak dengan amarahnya.

"Po, tolong panggilkan Bible dan tabib. Perutku sakit sekali" Pinta Biu yang kini sudah bermandikan keringat menahan rasa sakit yang luar biasa di perutnya.

Apo pun berlari dengan kencang kesana kemari untuk menemui Bible.

"Ini sudah saatnya. Saya akan panggilkan para Tabib bedah untuk segera mengeluarkan sang pangeran" Jelas seorang Tabib yang memang sudah merawat Biu dan janinnya selama ini. Ia merupakan Tabib dari negeri seberang yang pernah menolong pria spesial seperti Biu.

Bible mengangguk dan badannya bergetar. Ia tak tau harus bahagia karena akan segera bertemu dengan buah hatinya atau khawatir karena melihat Biu begitu tersiksa tak berdaya.

"Sayang, berjanjilah kau akan merawat bayi ini dengan baik. Aku mencintai kalian" Itu adalah kata-kata terakhir Biu sebelum benar-benar pergi sesuai janjinya. Tetapi kepergiannya bukanlah untuk kembali ke Selatan.

"BIUUUU" Bible berteriak histeris melihat selirnya sudah tidak lagi menghembuskan nafas setelah anak mereka lahir ke dunia.

Apo pun begitu. Ia menangis seperti orang kesurupan. Ia telah kehilangan sahabat terbaiknya selama ini.

Ruangan pun menjadi sangat dingin. Semua pelayan dan tabib terdiam. Hanya tangisan sang Raja, Apo, dan pangeran kecil yang memenuhi ruangan ini.

Selir Untuk Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang