Keempat

162 9 0
                                    

"OKTA!"

"Why?" sahut Okta dari barisan paling belakang. Pemuda itu sedang berbaring santai di atas mejanya, karena guru mata pelajaran pertama memang belum datang.

"Siapa yang ngasih ini?" tanya Kasih menunjukkan coklat pada Okta. Pria itu memicingkan mata dengan kening berkerut.

"Gak tau," balas nya kemudian. 

Kasih menggeram tertahan. Gadis itu diam sejenak dan kemudian tersenyum penuh arti. Dia tau apa yang harus dia lakukan.

"Gue kasih permen tangkai sebungkus, gimana?"

"Beruang kutub serius?" tanya Okta dengan wajah berbinar. Pemuda itu paling tidak bisa menolak kalau berurusan dengan permen tangkai. Permen tangkai adalah jajanan favoritnya.

"Serius. Gimana?" Kasih menaikkan kedua alisnya. "Asal lo kasih tau siapa yang ngasih ini!"

Okta menelan ludah, menurutnya tawaran itu sangat menggiurkan. Sayang 'kan kalau di tolak. 

"Gabriel. Dia yang nyuruh gue," jawabnya spontan.

Dahi Kasih berkerut, benar dugaan nya. Gabriel memang terlalu optimis. Pemuda itu terlihat sangat sulit menyerah.

"Haish." Okta menepuk mulutnya sendiri menyesal karena terlalu ember. Dasar teman dajjal, tidak bisa di ajak kerja sama. Sedangkan Kasih, gadis itu langsung berbalik merogoh tas miliknya.

"Nih!" Kasih menyodorkan satu lembar uang dua puluhan pada Okta. "Gue gak bisa beli sekarang. Lo aja yang beli!" lanjutnya.

Melihat itu Okta yang tadinya berbaring langsung melompat kegirangan mengambil uang dari tangan Kasih. Wajahnya berbinar bahagia. Kebetulan sekali dompetnya memang sedang sekarat.

"Lumayan dapat permen tangkai dua bungkus. Harganya enam belas ribu, sisanya buat beli cilok." Okta terkekeh pelan membayangkan betapa beruntungnya dia hari ini.

"Senang berbisnis dengan Anda." Okta tersenyum bangga.

Pasti ada insan yang lagi sibuk ngitung berapa harga permen tangkainya sebungkus. XiXiXiXi.

                          ♡♡♡♡

Gebrakan keras disertai lemparan bungkusan coklat utuh mendarat dengan kasar di atas meja. Hal itu membuat Gabriel yang sedang asik menikmati sepiring ketopraknya seketika terlonjak. Juga beberapa orang disana mulai memperhatikan perdebatan keduanya.

Cowok itu menatap Kasih yang sedang memasang wajah masamnya. Dadanya naik turun pertanda gadis itu terlihat emosi.

"Maksud lo apa?" bentak Kasih menatap Gabriel nyalang.

Gabriel mendelik sekilas, cowok itu buru-buru menelan ketoprak dalam mulutnya lalu tersenyum tipis. Setipis isi dompet Okta.

"Kenapa?"

"Lo yang ngasih itu 'kan?" Kasih menunjuk coklat di meja dengan kesal. Gabriel melihat coklat itu sekilas dan kembali pada Kasih.

"Iya. Lo suka?" tanyanya santai. Entah terbuat dari apa otak Gabriel ini. Sudah jelas expresi Kasih tidak bersahabat, dan dia malah melontarkan pertanyaan yang membagongkan. 

"Suka mata, lo! Ambil balik tuh coklat, gue gak mau! Sekali lagi gue tegasin sama lo, berhenti ngejar-ngejar gue karena gue gak mau sama, lo!" 

Suaranya yang cukup kuat berhasil mengundang atensi seisi kantin. Kini keduanya menjadi bahan sorotan bak pertunjukan di panggung drama besar. Menyadari itu Kasih menjadi kesal dan langsung menggebrak meja membuat Gabriel terlonjak. Setelahnya gadis itu beranjak pergi menyisakan Gabriel yang diam mematung di tempatnya.

One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang