Sembilan

122 6 0
                                    

"Apa, Yel?"

"Pinjem duit dong!"

Veliks menoleh, satu alisnya terangkat melihat wajah Gabriel yang terlihat memelas.

"Lo gak punya duit?"

"Gak dapat kiriman," balasnya sambil nyengir kuda.

Veliks mendesah pelan, kemudian merogoh saku mengeluarkan dompetnya.

"Lo butuh berapa?"

"Lima ratus aja."

"Perak?"

Satu tamparan keras mendarat di lengan Veliks  membuat keduanya kini menjadi sorotan dari anggota lain.

"Kalian kenapa?" tanya Okta yang spontan mengeluarkan permen tangkai dari mulutnya. Sedangkan Veliks berusaha keras menahan ringisan sementara wajahnya sudah memerah.

"Gapapa." Veliks berusaha tenang namun tidak dengan hatinya yang bergejolak emosi karena tamparan Gabriel cukup menyakitkan.

"Hilih." Okta memutar bola matanya malas. Kelimanya kembali pada aktivitas masing-masing. Sedangkan Veliks, pria itu kini menatap Gabriel dengan tatapan sengit.

"Sakit gila." Ringisnya tertahan.

"Sorry yak," bujuk Gabriel mengelus pundak Veliks berharap pemuda itu tidak marah.

"Gue cuma becanda, nah lo udah main tangan aja. Nih!" Veliks menyerahkan lima lembar uang seratusan pada Gabriel dan langsung di terima oleh pria itu dengan senyum sumringahnya.

"Thanks, Vel. Nanti gue bayar kalau udah ada uang."

"Gue gak ngarep. Kalau lo butuh jangan sungkan!" balas Veliks menepuk bahu Gabriel. Hatinya sedikit teriris saat melihat sahabatnya Gabriel masih bisa tersenyum lebar walau sebenarnya pria itu punya banyak beban.

"Gue salut sama lo." Veliks membatin. Tanpa dia sadari matanya kini mulai berair. Namun pria itu dengan cepat menyekanya sebelum teman-temanya menyadari itu.






                              ♡♡♡♡

"Oper, Gam!"

"Nih!"

Gabriel dengan lihai menangkap bola dan berlari menghindari lawan. Pria itu melompat setinggi mungkin dan bola dan dengan lemparan yang sudah diperhitungkan dengan matang, Gabriel pun berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Itu adalah lemparan kelima kalinya dan semuanya masuk dengan mulus.

"Yes."

"Keren, Bro."

"Hoiya dungs," balasnya bangga dengan logat khas seorang Gabriel.

"Fiks, kita bakal menang," seru Gilang berjalan ngos-ngosan menghampiri keduanya.

"Harus dong. Gimana? Lanjut?" Gabriel meregangkan otot tangannya dengan semangat 45.

"Lanjut, Bro," sahut Agam tak kalah semangat.

Saat ini timnya sedang melakukan latihan di lapangan basket sekolah untuk persiapan tanding melawan SMA Swasta Erlangga. Sekolah elit yang merupakan sekolah tempat Azarine dan Aira. Lawan mereka tentunya Orion yang merupakan kapten basket di sana.

Gabriel tersenyum miring. Inilah saatnya membuat Orion berada di bawahnya. Sekaligus untuk menunjukkan pada Kasih kalau dia juga bisa menjadi siswa berprestasi walau bukan dalam bidang pelajaran.

Latihan kembali dilanjutkan dengan penuh semangat. Peluh yang membanjiri sama sekali tidak di gubris.

Latihan berlangsung cukup lama hingga akhirnya karena sudah sangat kelelahan mereka pun memutuskan untuk menyudahinya.

One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang