Tiga Puluh Enam

91 5 0
                                    


Gabriel semakin muak mendengar perbincangan di depannya. Pemuda itu tak lagi berminat mengeluarkan balasan dan langsung pergi menuju motornya.

"Tuh, kamu lihat 'kan?"

"Emang kurang ajar dia, Pa. Dia juga sering pulang malam. Aku juga sering liat dia ikut balap liar buat menangin taruhan. Pasti dia pakai uangnya untuk hal yang berguna," tuduh Aira membuat dahi Charles berkerut.

"Maksud kamu?"

"Entah dia pakai buat ke bar, mabuk misalnya."

"Anak itu benar-benar kurang ajar!" geram Charles mengeraskan rahangnya. Aira tersenyum puas, ternyata hasutannya berjalan mulus.

"Rasain lo, Bang. Itu akibatnya karena lo udah pukulin Orion dan juga ikut campur urusan gue," batin Aira.







♡♡♡♡

"Perhatian untuk siswa yang bernama Gabriel Alangit, Oktavian dari kelas Xll IPA 5, dan Veliks Juanda, Karan Mahesh, Saka Andara, Rafan Anggara, dan Lintang Sagara dari kelas Xll IPA 2, harap datang ke ruang BK, sekarang!"

Suara yang terdengar lantang disampaikan pak Ahab melalui mic hingga menggema di seluruh penjuru sekolah membuat semua siswa bertanya-tanya, apakah yang terjadi dengan anggota geng satu-satunya yang terkenal di sekolah mereka. Terlebih lagi di sana ada nama Veliks. Percayalah, semua siswa di sekolah Trisaka sudah tau jika seseorang mendapat panggilan dari ruang BK maka itu artinya mereka sedang tidak baik-baik saja.

"Yel, kita dipanggil," seru Okta sedikit resah.

"Gue tau. Ayo!" Gabriel beranjak dari kursinya mendahului Okta. Kini mereka berdua menjadi sorotan seisi kelas, terutama Kasih yang juga sangat penasaran apakah yang terjadi pada mereka.

"Itu Veliks, Yel." Okta menepuk-nepuk bahu Gabriel. "Veliks!" teriaknya berlari mendahului Gabriel.

Veliks yang dipanggil pun langsung berhenti saat melihat dua sahabatnya itu.

"Kayaknya ada masalah ya, Vel?" seru Okta yang masih resah.

"Apa ini ada hubungannya sama kejadian kemarin?" Rafan mencoba menerka.

"Bisa jadi." Saka menyahuti.

"Daripada kepo, mending kita langsung ke ruang BK aja!" putus Karan dan langsung di angguki yang lainnya.

Mereka bertujuh kemudian berjalan bersama menyusuri koridor. Tentu saja dalam hati mereka bertanya-tanya dan menerka apa yang sebenarnya akan mereka hadapi nanti.

"Permisi, Pak." Veliks sebagai ketua OSIS sekaligus ketua VARLOKS itu lah yang paling berani mengetuk pintu. Tentu saja atas desakan Okta juga.

"Masuk!" titah orang dari dalam. Itu adalah suara pak Ahab.

Gabriel dan teman-temannya segera masuk. Aura mencekam langsung terasa di ruangan ber-AC itu. Apalagi saat melihat wajah pak Ahab dan tatapannya begitu menusuk membuat Okta sampai menelan ludah dengan susah payah.

"Bapak memanggil kami?" tanya Veliks membuka suara. Okta yang mendengarnya sedikit lega, setidaknya susana sedikit mencair dari  keheningan yang sempat tercipta.

"Seperti yang kalian dengar tadi," balas pak Ahab dingin. Matanya tak lagi menatap tujuh pemuda itu melainkan fokus pada laptopnya.

"Perasaan gue makin gak enak," bisik Okta pada Gabriel.

"Bukan lo doang," balas Gabriel. Nampaknya kegiatan mereka itu disadari pak Ahab. Lelaki paruh baya berkepala botak itu menaikkan kaca matanya yang sempat turun.

One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang