TBB (04)

95 9 1
                                    

Aku ucapin terima kasih sekali lagi buat kalian yang vote cerita aku. Dan vote itulah yang ngebuat aku semangat nulis.

_____

Wira pulang ke rumahnya saat jam sudah menunjukan hampir tengah malam. Sunyi dan sepi, ketika masuk kedalam rumahnya. Terasa sekali jika di tengah malam seperti ini.

Hampa.

Hidup Wira benar-benar hampa. Ia ingin sekali ketika membayangkan dia sudah pulang ke rumah dan ada yang menyambutnya di depan pintu.

Tapi mungkin itu hanyalah hayalannnya saja, tidak tahu akan terjadi atau tidak.

***

Ervan terbangun dari tidurnya. Jam menunjukan pukul 8 malam.  Ia tertidur cukup lama, tak berselang lama terdengar suara ketukan pintu disusul suara dari bi Asih, asisten rumah tangga keluarga Kriswantoro.

"Den, den Ervan." Mendengar  panggilan itu, Ervan turun dari tempat tidurnya lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Iya bi, kenapa?" Tanya Ervan saat sudah membuka pintu.

"Itu den, anu....." terlihat bi Asih tak bisa melanjutkan kata-katanya.

Ervan yang paham dengan situasi keadaan bi Asih, lantas berkata tidak apa-apa.

"Ada apa sih, bi. Ngomong aja, gapapa".

"Itu den, tuan besar ada di rumah. Tuan minta den Ervan turun ke bawah, katanya ada yang mau di omongin." Ucapan bi Asih membuat Ervan bingung dan bertanya-tanya.

"Ga biasanya papa pulang ke rumah, terus segala mau bicara." Batin Ervan menebak apa yang akan di bicarakan oleh papanya.

"Ya, udah bi. Nanti aku turun kebawah".

Bi Asih pamit pergi ke dapur, untuk menyiapkan makan malam yang tertunda. Dan Ervan turun dari lantai atas ke lantai bawah untuk menemui papanya yang sedang menunggu di ruang makan.

Sesampainya diruang makan, Ervan lagi-lagi dibuat bingung setelah melihat papanya yang sudah lama tidak pulang kerumah. Dan saat pulang papanya malah membawa perempuan asing yang belum ia ketahui identitasnya.

"Ada apa pah?" Tanya Ervan.

"Duduklah dulu, bi Asih akan menghidangkan makan malamnya. Sebelum papa menjelaskan, lebih baik kita makan terlebih dahulu."

Ervan menurut. Wanita yang dibawa oleh papa Ervan itu membantu mengambilkan nasi ke piring dan lauk pauk untuk di sajikan ke papa Ervan, dan setelahnya ia juga menawarkan pada Ervan.

"Nak, Ervan mau makan apa?" Wanita itu berkata dengan nada yang lembut terkesan ke-ibuan.

"Ga usah tante, biar Ervan saja".

Mereka memakan makanannya dengan sangat khidmat. Tidak ada suara percakapan, yang ada hanya ada suara detingan sendok beradu dengan piring.

Tak lama setelah makan malamnya selesai. Kriswantoro memulai percakapan yang tadi sempat tertunda. Ervan juga sudah tidak sabar, ia ingin segera tahu siapakah sosok wanita yang ada di sebelah papanya.

"Ervan, papa akan memperkenalkanmu pada mama barumu, Nawang. Papa dan dan Nawang menikah sebulan yang lalu saat di luar kota, dan sekarang kamu harus memanggilnya mama." ucap papa Ervan.

Ervan yang mendengarnya terkejut. Mana bisa papanya menikah tanpa sepengetahuannya, dan tanpa meminta persetujuan darinya. Terlebih lagi, mereka sudah menikah selama sebulan.

"Maksud papa apa!?? Kenapa papa baru kasih tahu aku sekarang!!" Marah Ervan sambil berteriak kepada papanya.

Ervan menggebrak meja makan dengan cukup keras, saat dia akan pergi dari sana tiba-tiba papanya berbicara lagi.

"Kamu harus menerimanya, Ervan. lagi pula, papa sudah menikah. Papa tidak mungkin bercerai karena ketidak setujanmu".

"Papa akan beri kamu waktu untuk menerima mama baru mu, dan mulai sekarang, dia juga akan tinggal disini bersama kita." Ucap final sang kepala keluarga.

Ervan berlari menuju kamarnya ia kesal pada papanya, karena dia sudah menikah lagi dengan wanita lain. Ervan menyembunyikan wajahnya dibalik bantal. Ia menangis terisak, menahan sakit di dadanya. Papanya benar-benar tidak menganggapnya.    

Bukti papanya baru memberi kabar, bahwa ia sudah menikah lagi yang membuat Ervan berfikir mungkin memang papanya menganggapnya sebagai anak.

Ervan menangis hingga tertidur karena kelelahan.

Pagi harinya, Ervan terbangun agak kesiangan karena sekarang hari senin. Tidak perlu terburu-buru bagi Ervan untuk sampai ke sekolah, walaupun ia tahu akan terlambat.

Ervan menyelesaikan acara mandinya, dengan sangat santai. Menuruni tangga, lalu pergi ke meja makan untuk sarapan. Ia berusaha tidak mengingatnya dan melupakan kejadian semalam.

Tapi, begitu ia melihat ayahnya yang juga sedang duduk di meja makan, sambil meminum kopi di pagi hari. Membuat Ervan urungkan niatnya yang mau sarapan. Gerakan Ervan yang akan putar arah itu terlihat oleh papanya.

"Mau kemana kamu, Ervan. Duduk dan sarapan dulu disini. Sekarang mamamu yang memasak sarapannya." Ucapan penuh tekanan dari papanya sama sekali tak membuat Ervan takut sekarang, tidak seperti dulu lagi.

"Ga, pa. Aku mau sarapan di kantin sekolah." Ucapnya yang langsung pergi meninggalkan ruang makan.

Nawang yang melihat Ervan berlari meninggalkan ruang makan, lantas bertanya pada suaminya.

"Ada apa, mas? Kok, Ervan udah berangkat sih. Dia belum sarapan lohh.."

"Biarkan saja dia mau berbuat seperti apa." Papanya seakan tahu, apa yang akan terjadi dimasa depan Ervan. Dia membiarkan Ervan berbuat semaunya karena dia tahu, Ervan tidak akan pernah menikah dengan perempuan.

Selama ini, papa Ervan selalu memantau setiap kegiatan yang dilakukan oleh anaknya. Bukannya ia tidak peduli, tapi dia hanya memberikan kebebasan sementara untuk anaknya.

Papa Ervan sebenarnya tahu bahwa anaknya gay dan memang mempunyai rahim yang bisa mengandung. Karena dulu, saat Ervan lahir, dia pernah di periksa oleh dokter karena selalu menangis tanpa sebab. Dokter yang memeriksanya menemukan keanehan dalam perut Ervan. Dan setelah itu, papa Ervan merasa sangat sedih karena anak laki-lakinya memiliki kelainan. Tapi, sebenarnya papa Ervan sama sekali tidak membenci Ervan.

Menaiki motor ducati miliknya, Ervan keluar dari gerbang rumahnya menuju sekolahan. Ervan tiba di sekolahnya pukul 8, yang artinya gerbang  pasti sudah ditutup. Jadi, Ervan mengambil jalur pintu belakang sekolah.

Hanya Ervan yang tahu tempat ini. Makanya ketika saat ia datang, tidak ada siapa-siapa. Ervan menyimpan motornya di sisi tembok dekat pintu pagar.

Berjalan ke arah kelasnya dengan santai. Lagi pula, tidak ada guru yang berani menegurnya, apalagi memarahinya. Ervan membuka pintu kelasnya dengan cukup kasar.

"Pagi!" ucapnya kepada semua yang ada di ruang kelas 11 Ips 3. Yang mana, disana ada guru yang sedang menjelaskan dipapan tulis.

Dengan wajah yang tidak memiliki rasa bersalah, dia langsung menuju ke arah mejanya dan duduk di bangkunya.

"Ervan!! Setidaknya kamu harus menunjukan rasa sopan santunmu terhadap orang yang lebih tua." Guru itu menatap marah pada Ervan. Tapi, apa Ervsn peduli? tentu saja tidak.

Guru itu berniat kembali menjelaskan materi yang sempat tertunda. Karena ia tahu, tidak ada gunanya memarahi anak dari salah satu penyumbang terbesar disekolah itu.

"Tolol, lu." Ucap Reno yang berada di sebelahnya.

"Lah? Kenapa?" Tanya Ervan bingung.

****
Bersambung

Jangan lupa vote dan komen yaa...🌸 sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Two Badboys [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang