PART 2

41 10 1
                                    

Cklek!

"Phi? Apa yang sedang kaulakukan?" tanya gun datar ketika melihat kakaknya yang tengah meloncat-loncat di depan sebuah rak buku di hadapannya. Mook menoleh ke arah gun lalu tersenyum cengengesan.

"Hehe maaf gun bisakah kauambilkan buku itu? Phi tak bisa menggapainya, kau tahu kan? Tubuh phi tak setinggi tubuhmu,"

"Aa begitu," sahut gun singkat, mook tidaklah bodoh. Ya mook sungguh sangat menyadari sikap gun tujuh tahun belakangan ini sungguh berubah drastis. Gun yang berumur 12 tahun ini pendiam, bicara pun hanya seperlunya saja, selalu murung dan tak pernah lagi bersikap manja terhadapnya, ayahnya ataupun ibunya.

Mook menatap wajah datar tanpa ekspresi adiknya itu dengan tatapan sendu, mook sungguh sangat merindukan tawa lucu adiknya ketika senang dimanjakan, puppy eyes yang selalu gun tunjukkan ketika menginginkan sesuatu darinya dan yang paling mook rindukan adalah celotehan panjang lebar adiknya ketika memiliki sebuah cerita yang menurutnya menarik. Semuanya telah hilang semenjak orangtuanya tahu tentang penyakit jantung yang mook derita dan itu membuat mereka mengabaikan keberadaan gun karena mereka terlalu fokus akan kesehatan mook sehingga tanpa sadar mereka telah menganak tirikan putra bungsunya itu.

Gun melangkahkan kakinya menuju rak besar itu dengan wajah tanpa ekspresi, berjalan melewati sang kakak tanpa sedikitpun menatap kakaknya, akhirnya gun kini telah berdiri tepat di hadapan rak besar itu.

"Buku mana yang ingin kuambilkan untukmu phi?" tanyanya tanpa menatap wajah mook yang berdiri tepat di belakangnya.

Mook menghembuskan napas berat. "Hhh ... tolong ambilkan buku sampul merah maron itu gunie," jawabnya lembut.

Deg!

Tubuh gun menegang mendengar panggilan sayang yang terlontar dari bibir sang kakak, hatinya mencelos ketika menyadari nama 'gunie' telah hilang selama tujuh tahun belakangan ini. Ya, orangtuanya sudah tak pernah memanggilnya dengan nama itu lagi dan sekarang sang kakak 'lah yang dengan suksesnya berhasil membuka luka lama yang selama tujuh tahun ini susah payah gun pendam dengan sabar dan berusaha memaklumi keadaan mook yang lemah.

Memejamkan kedua matanya sejenak untuk menetralkan perasaannya yang kian terasa berdenyut perih, gun menundukkan kepalanya menatap lantai hitam itu dengan tatapan kosong seraya mengepalkan kedua telapak tangannya. Tanpa menjawab pertanyaan mook, gun berjinjit berusaha untuk menggapai buku yang di inginkan kakaknya itu. Mook hanya diam berdiri tepat 10 kaki di belakang gun.

Gun berhasil meraih buku tersebut, ketika hendak membalikan tubuhnya menghadap mook tiba-tiba hal tak terduga terjadi—

'Citt ... Citt ... Citt ...'

"Eh? Suara apa itu?" tanya mook pada dirinya sendiri, mook melihat gun masih sibuk berjinjit untuk mendapatkan buku yang ia inginkan.

'Citt ... Citt ... Citt ...'

Lagi-lagi suara itu terdengar, mook mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu, lalu pandangannya terpaku pada sesuatu berwarna putih yang bergerak cepat kearahnya. Tubuhnya mematung dan keringat dingin mulai mengucur di pelipisnya "Ti-tikus? Argh!" Mook berlari cepat kearah gun yang baru saja membalikan tubuhnya dan memeluknya.

Bruk!

"Aaw!" Mook menubruk tubuh gun sehingga punggung gun terkantuk pada rak itu cukup keras tak telak membuat gun meringis kesakitan. Dahinya mengkerut, gun menutup sebelah matanya menahan sakit yang ia rasakan pada tulang punggungnya itu. Ia merasakan pergerakan di belakangnya, matanya membulat sempurna menyadari apa yang bergerak di belakangnya. Segera saja gun mendorong tubuh mook keras untuk menjauhinya.

"PHI MINGGIR! MENJAUH DARIKU!"

Bruk! Brak! Bruk!

BRUGH!

winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang