PART 7

86 11 4
                                    







Hening ...

Hanya suara dentingan piring beradu dengan sendok yang mengisi keheningan di antara mereka yang tengah memakan makan malamnya.

"Aku sudah selesai," setelah mengatakan itu nyonya pun pun melangkahkan kakinya menuju kamar yang terletak di lantai dua rumahnya dengan langkah gontai tanpa memedulikan sang suami dan putri sulungnya yang tengah menatap punggunnya sendu.

Nyonya pun memasuki sebuah kamar bernuansa ping susu itu tak lupa kembali menutup pintunya dan menguncinya. Melangkah mendekati nakas nyonya pun mengambil sebuah frame yang berisikan sebuah foto seorang pria mungil nan cantik yang tengah tersenyum tipis dengan seragam Senior High School-nya.

Nyonya pun memeluk frame foto itu seraya merebahkan tubuhnya di tempat tidur queen size di depannya dan nyonya pun kembali melakukan rutinitasnya sepuluh bulan terakhir. Ya, apalagi jika bukan ... —menangis?

"Gun, maafkan ibu. Kau di mana sekarang nak? ibu merindukanmu ... maafkan ibu," lirihnya pilu.

Hidupnya selama sepuluh bulan terakhir ini seakan hancur berkeping-keping dengan rasa penyesalan yang menyelimuti kehancuran mereka semua. Bagaimana tidak? Setelah mereka pulang dari pemeriksaan mook yang tak sadarkan diri pada malam itu, mereka dikejutkan dengan kenyataan pahit bahwa gun telah pergi entah ke mana.

Dengan segala kuasanya tuan poonsawad dibantu sahabatnya; adulkittiporn, mengerahkan orang-orang kepercayaan mereka untuk mencari keberadaan gun. Selama berbulan-bulan mereka mencari, tapi apa yang mereka dapatkan? Tak ada. Bahkan kini nama gun atthaphan telah dicoret dalam absen sekolahnya karena sudah terlalu lama gun tidak masuk.

Nyonya pun sang ibu harus menelan pil pahit kekecewaan dan penyesalannya selama beberapa bulan terakhir karena hilangnya sang putri bungsu. Bahkan nyonya pun sudah tak memikirkan kondisi putri sulungnya lagi. Yang ada di pikirannya hanya satu nama, satu wajah yaitu gun atthaphan putra kecilnya yang selama belasan tahun ia sia-siakan.

Nyonya pun, tuan pun dan mook bahkan tak menedulikan cuaca dingin yang menyergap tubuh mereka. Hati mereka kembali berdenyut perih ketika mebayangkan kondisi gun saat ini. Di mana gun tidur? Apakah gun sudah makan? Dan apakah gun kecil mereka kedinginan di luar sana?

Di atap yang sama berbeda tempat; nyonya pun, tuan pun dan mook kini tengah menangis dalam sebuah penyesalan dengan angin dingin yang menjadi saksi bisu betapa menyedihkannya mereka tanpa gun -yang nyatanya adalah seseorang yang mereka sia-siakan- di sisi mereka.

'Gun kembalilah pada ayah nak, ayah merindukanmu ... maafkan ayah ...'

'Gunie di mana kau sekarang sayang? Maafkan phi ... pulanglah, phi merindukanmu hikss ...'

.

.

.

.

"Haah, haah, haah ... terima kasih phi oab ..." ujar pria mungil yang kini terkulai lemah tak berdaya dengan deru napas tak beraturan. Pemuda bermanik kelabu itu menatap pria mungil di depannya nanar.

"Maafkan aku gun semua ini kesalahanku harusnya aku menjagamu bukan merusakmu seperti ini," sahutnya penuh penyesalan.

Gun menggenggam tangan pemuda itu lembut lalu tersenyum lemah, "Tak apa sungguh. Ini semua bukan kesalahanmu, tapi kesalahanku juga ... aku mohon jangan pernah menyesali dan membencinya ya? Demi aku ..." lirih gun sendu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang