PART 6

66 10 3
                                    

Enjoyyy



° Winter —




Hening ...

Hanya suara dentingan piring beradu dengan sendok yang mengisi keheningan di antara mereka yang tengah memakan makan malamnya.

"Aku sudah selesai," setelah mengatakan itu nyonya pun pun melangkahkan kakinya menuju kamar yang terletak di lantai dua rumahnya dengan langkah gontai tanpa memedulikan sang suami dan putri sulungnya yang tengah menatap punggunnya sendu.

Nyonya pun memasuki sebuah kamar bernuansa ping susu itu tak lupa kembali menutup pintunya dan menguncinya. Melangkah mendekati nakas nyonya pun mengambil sebuah frame yang berisikan sebuah foto seorang pria mungil nan cantik yang tengah tersenyum tipis dengan seragam Senior High School-nya.

Nyonya pun memeluk frame foto itu seraya merebahkan tubuhnya di tempat tidur king size di depannya dan nyonya pun kembali melakukan rutinitasnya sepuluh bulan terakhir. Ya, apalagi jika bukan ... —menangis?

"Gun, maafkan ibu. Kau di mana sekarang nak? ibu merindukanmu ... maafkan ibu," lirihnya pilu.

Hidupnya selama sepuluh bulan terakhir ini seakan hancur berkeping-keping dengan rasa penyesalan yang menyelimuti kehancuran mereka semua. Bagaimana tidak? Setelah mereka pulang dari pemeriksaan mook yang tak sadarkan diri pada malam itu, mereka dikejutkan dengan kenyataan pahit bahwa gun telah pergi entah ke mana.

Dengan segala kuasanya tuan poonsawad dibantu sahabatnya; adulkittiporn, mengerahkan orang-orang kepercayaan mereka untuk mencari keberadaan gun. Selama berbulan-bulan mereka mencari, tapi apa yang mereka dapatkan? Tak ada. Bahkan kini nama gun atthaphan telah dicoret dalam absen sekolahnya karena sudah terlalu lama gun tidak masuk.

Nyonya pun sang ibu harus menelan pil pahit kekecewaan dan penyesalannya selama beberapa bulan terakhir karena hilangnya sang putri bungsu. Bahkan nyonya pun sudah tak memikirkan kondisi putri sulungnya lagi. Yang ada di pikirannya hanya satu nama, satu wajah yaitu gun atthaphan putra kecilnya yang selama belasan tahun ia sia-siakan.

Nyonya pun, tuan pun dan mook bahkan tak menedulikan cuaca dingin yang menyergap tubuh mereka. Hati mereka kembali berdenyut perih ketika mebayangkan kondisi gun saat ini. Di mana gun tidur? Apakah gun sudah makan? Dan apakah gun kecil mereka kedinginan di luar sana?

Di atap yang sama berbeda tempat; nyonya pun, tuan pun dan mook kini tengah menangis dalam sebuah penyesalan dengan angin dingin yang menjadi saksi bisu betapa menyedihkannya mereka tanpa gun -yang nyatanya adalah seseorang yang mereka sia-siakan- di sisi mereka.

'Gun kembalilah pada ayah nak, ayah merindukanmu ... maafkan ayah ...'

'Gunie di mana kau sekarang sayang? Maafkan phi ... pulanglah, phi merindukanmu hikss ...'

.

.

.

.

"Haah, haah, haah ... terima kasih phi oab ..." ujar pria mungil yang kini terkulai lemah tak berdaya dengan deru napas tak beraturan. Pemuda bermanik kelabu itu menatap pria mungil di depannya nanar.

"Maafkan aku gun semua ini kesalahanku harusnya aku menjagamu bukan merusakmu seperti ini," sahutnya penuh penyesalan.

Gun menggenggam tangan pemuda itu lembut lalu tersenyum lemah, "Tak apa sungguh. Ini semua bukan kesalahanmu, tapi kesalahanku juga ... aku mohon jangan pernah menyesali dan membencinya ya? Demi aku ..." lirih gun sendu.

Oab memandang gun tak percaya, "Mana mungkin aku membencinya gun? Aku tidak akan pernah membencinya walaupun ia berasal dari sebuah kesalahan ..."

Gun terkekeh pelan, "Ya aku tahu,"

Oab mengecup kening gun lembut, "Apa kau tidak ingin menghubungi keluargamu gunie? Kau tahu? Kondisimu kian memburuk setelah me—"

"Ssssttt ... jangan menyalahkannya karena kondisiku yang memburuk phi oab. Memang sudah seharusnya seperti ini sejak sepuluh bulan yang lalu bukan?" ujarnya dengan suara lemah.

Dokter muda berhelaian perak itu menatap gun pilu, "gun ..."

"Emm, Dokter semuanya sudah beres dan kita bisa memindahkan tuan gun ke kamar pasien," suara seorang suster mengintrupsi kalimat dokter muda itu. Oab mengangguk mengerti.

"Nah, gun sekarang kau akan dipindahkan ke kamarmu kembali, sekarang tidurlah istirahatkan tubuhmu dan sekali lagi terima kasih kau sudah mempertahankannya gun ..." bisiknya di telinga gun. Gun tersenyum lembut lalu mengangguk.

"Sama-sama phi oab ... itu sudah kewajibanku sebagai—" oab menyentuhkan jari telunjuknya di bibir gun.

"Ssttt sudah jangan banyak bicara, sekarang tutup matamu dan tidurlah ..." dan gun pun menutup matanya dengan sebuah senyuman terpeta jelas di bibirnya.

Oab keluar dari ruangan UGD tersebut dengan tergesa lalu ia mengambil sebuah benda tipis di kantung jasnya, menekan beberapa digit speed dial di layar flip touch screen-nya ia pun menekan icon green ke sisi kanannya untuk menghubungi seseorang.

"Hallo,"

"..."

"Saya oab nhiti Putra dari dokter kepercayaan keluarga poonsawad,"

"..."

"Iya anda benar, ada yang harus saya sampaikan pada anda dan ini penting."

"..."

Oab memejamkan matanya sejenak ketika mendengar sahutan dari seberang sana lalu menbatin lirih, 'Maafkan aku gun aku harus melakukan ini sebelum semuanya terlambat ...'

"Ini menyangkut tentang ... gun atthaphan

Oab menghelakan nafasnya pasrah kakinya memutar kedepan kaca ruang rawat gun tengah tertidur sangat cantik meski dengan wajah yang menirus dan juga mulai memucat hatinya selalu was was ai takut tidak bisa menyelamatkan pria mungil nya itu maka dari itu dia bertekad akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga gun biar lah kemarahan gun bisa ia tanggung nanti yang terpenting sekarang dia bisa sedikit tenang jika ada salah satu keluarga sakura yang tau akan hal penting sangat penting.

"Maafkan aku gunie semua yang aku lakukan demi kebaikan mu semoga kau tidak membenci ku setelah ini".......

















Hallllooo semua aduh maaf ya jadi nunggu lama sebernnya untuk chapter ini aku udah mau up tpi ada bbrapa yg harus di ubah tpi gpp cerita ny ttp lanjut ko
Makasih ya kalian yang udah support aku makasih juga yg udah vote sama komen aku cinta kalian

winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang