Sentuhan kulit dengan seorang wanita yang paling jauh ia lakukan adalah saat Chaeyong mencium pipinya. Itupun dengan Jimin akan tertegun karena tak terbiasa. Hanya beberapa kali saja.
Namun bagaimana ini bisa terjadi, saat Sohee mencium tepat di bibirnya. Dan itu adalah first kiss-nya, Jimin merasa canggung sekali sekarang ini.
Setelah menutup telepon dari Chaeyong sekarang ia terduduk kaku disamping Sohee. Sedangkan wanita itu nampak santai saja, seperti ciuman tadi bukan apa apa.
Beberapa saat hening, hanya ada suara televisi. Kedua orang itu juga hanya terfokus pada layar kaca itu. Hingga Sohee menghadap kearah Jimin.
"Siapa yang meneleponmu?" Jimin menengok kepalanya menghadap Sohee, dan ia cukup terkejut saat jarak wajah mereka sangat dekat.
"Emm.. Tadi itu temanku." Jimin menjawab dengan canggung dan membuang wajah kearah lain. Sedangkan Sohee terkekeh.
Ia membenarkan posisi duduknya, lebih merapatkan tubuhnya kearah Jimin. "kau terlihat gugup, sepertinya ada yang ingin kau tanyakan padaku bukan?"
Jujur saja banyak pertanyaan hinggap di kepalanya saat ini. Pertama, setelah beberapa hari ia menandatangani kontrak dengan Sohee masih ada pertanyaan yang membuatnya bingung. Kenapa wanita itu memilihnya padahal banyak pria yang mengantri untuk dirinya. Lalu mengapa Sohee sangat suka menggoda dirinya, Jimin sering sekali dibuat salah tingkah karena wanita ini. Banyak lagi pertanyaan yng lain, karena Sohee benar benar tidak bisa ditebak.
"Apakah noona mengganti password pintu ku?" Sohee mengernyit dahinya, aneh karena Jimin menanyakan hal sepele seperti itu. Namun ia memilih mengangguk, karena ia memang melakukan itu. "Kapan?"
"Tadi saat kau ke kamar mandi, aku mengganti password nya agar hanya aku dan kau yang bisa masuk apartemen ini." Sohee mengangkat bahunya ringan dan Jimin kembali dibuat terperangah. "Ada lagi yang ingin ditanyakan?"
Sohee menatap Jimin lekat hingga pria itu memalingkan wajahnya, malu. Ia meneguk ludahnya ini adalah pertanyaan yang sebenarnya sudah ingin ia tanyakan sejak tadi. "Kenapa noona menciumku?"
Wanita itu tergelak karena pertanyaan itu, sedangkan Jimin menundukkan kepalanya karena mendengar tawa Sohee. Namun, beberapa saat Sohee langsung mengangkat dagunya membuat wajah mereka berdekatan.
"Apakah tadi kau sebut ciuman? Itu hanya sekedar kecupan Park Jimin. Akan ku tunjukkan ciuman yang sebenarnya kepada dirimu."
Mata monoloid milik Jimin terbelalak saat bibir semerah delima milik Sohee kembali mendarat diatas bibir penuhnya. Belum kembali dari keterkejutannya gerakan dari bibir Sohee membuatnya mengedipkan mata beberapa kali masih memproses keadaan.
Sedang Sohee tersenyum tipis dalam ciumannya, dengan gerakan cepat ia menarik tengkuk Jimin. Memberitahu pria polos itu seperti apa sebenarnya ciuman itu.
Jimin terdiam sesaat membiarkan Sohee melumat habir bibir tebalnya. Namun pada akhirnya, mengikuti nalurinya, ia merengkuh pinggang ramping wanita itu. Membalas sebisanya lumatan dari Sohee. Beberapa saat mereka bertukar saliva akhirnya mereka melepaskan ciuman itu.
Nafas mereka terengah-engah, keduanya berlomba lomba mendapatkan oksigen sebanyak-banyaknya. Hingga Sohee mengusap bibir dan dagu Jimin yang basah dengan saliva milik keduanya.
"Itu baru bisa disebut ciuman Jim."
Sohee tersenyum menatap Jimin. Wajah pria itu memerah seperti tomat, membuat Sohee semakin terkuasai nafsunya. Dengan gerakan cepat ia beralih dari duduknya di sofa ke pangkuan Jimin.
Jimin terkejut, namun dengan reflek ia merengkuh pinggang Sohee takut kalau wanita itu terjatuh. "Noona.. Berhenti melakukan hal hal yang tak terduga, itu mengejutkanku."
Bagaikan mengadu Jimin mendongak menatap Sohee yang terduduk di pangkuannya. Sedangkan wanita itu terkekeh mengusap pipi Jimin.
"Baiklah aku akan bilang dulu, jadi sekarang aku boleh menciummu lagi?"
Jimin meneguk ludahnya, rasanya ia ingin merasakan bibir manis itu lagi. Tanpa pikir panjang ia menarik tengkuk Sohee dan kembali menyatukan bibir mereka. Tidak hanya melumat, namun mereka berperang lidah.
Pertama kalinya Jimin melakukan hal sepanas ini. Namun dalam hati ia jujur kalau ia suka. Suka sekali mencicipi bibir Sohee yang manis bagaikan candu untuknya.
Mereka melepaskan ciumannya membuat benang saliva terbentuk diantara mereka.
"Sudah malam, mau kekamar saja?"
Pertanyaan Sohee mengembalikan kewarasannya yang sempat terenggut karena ciuman tadi. Ia paham maksud Sohee, artinya ia harus melaksanakan tugasnya. Yah, benar sekarang ini adalah pekerjaannya.
Jimin menatap Sohee memelas lalu menarik ujung kaosnya, ingin membukanya. Namun lebih duku Sohee menghentikan pergerakannya. "Mau apa kau?"
"Bukankah maksud noona adalah itu? Aku tak memiliki pengalaman apapun, tapi aku akan berusaha menyenangkan noona malam ini." Jimin berujar lirih, ini sudah waktunya melakukan tugasnya. Dan pekerjaan adalah menuruti Sohee.
Sohee mengernyit kan kening. Ia akhirnya paham maksud Jimin, hingga ia terkekeh pelan. Lalu ia mengecup kening pria itu. "Maksudku kekamar untuk tidur. Hanya itu saja, tidak lebih."
Jimin rasanya ingin tenggelam saja, ia sangat malu! Bahkan hanya dengan ciuman pikirannya sudah sangat jauh, sekarang ia merasa berubah jadi sangat mesum.
.
.
.Jimin menjadikan tangannya sebagai bantal untuk Sohee. Ia telentang dengan Sohee memeluk erat tubuhnya. Wanita itu memainkan jemarinya diatas dada bidang Jimin. Membuat pola abstrak yang kalau boleh jujur membuat Jimin agak merasa geli.
"Tadi aku baru pulang meeting, rasanya sangat lelah mencoba menyakinkan para petinggi untuk menyuntikkan daan disebuah perusahaan yang hampir bangkrut."
Jimin mendengarkan keluh kesah wanita itu sembari berpikir. "Kenapa juga noona mencoba memberi dana kepada perusahaan yang hampir bangkrut? Apa tidak takut rugi?"
"Perusahaan itu adalah milik salah satu sahabatku, aku berniat membantunya yang ada di ambang kebangkrutan." Sohee merasa lelah karena akhir-akhir ini dia sangat sibuk membantu sahabatnya itu.
"Noona cari potensi perusahaan itu lagi untuk meyakinkan para petinggi."
"Entahlah kepalaku sudah pening memikirkannya." Ia menghela nafas lalu mengeratkan pelukannya pada Jimin. Menghirup dalam dalam aroma khas pria itu. Mencoba menenangkan pikirannya, hingga sebuah ide hinggap di kepalanya. "Bagaimana kau bantu aku? Bukankah kau mahasiswa bisnis?"
Jimin mengernyit lalu mengalihkan pandangannya menatap Sohee. "Bagaimana aku bisa melakukannya?"
"Ayolah tambah pengalaman saja, kalau kau berhasil meyakinkan para petinggi itu kau bisa jadi magang di perusahaan ku."
Jimin berpikir, ini bisa jadi peluang karier yang bagus untuknya. Setidaknya pekerjaan nya tidak hanya 'menyenangkan' Sohee. Namun ia bisa memiliki pekerjaan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMEND: Scene Of Life [M]
FanfictionJimin hanya bekerja untuk Sohee, manjadi partner katanya. "Kenapa noona selalu menggodaku!" -Jimin Pria itu biasa mengalami kehidupan yang sulit, jadi uluran tangan yang diberikan Sohee sangat menarik baginya. Namun, bantuan itu datang bersama syara...