• rumah pohon •

792 81 7
                                    

H
A
P
P
Y

R
E
A
D
I
N
G

•••

Jangan terlalu berharap, dia berhak memilih siapa yang ia inginkan. Gwenchana browh.

•••

Bell pulang sudah berbunyi sedari tadi. Di beberapa kelas siswa-siswi sudah merapihkan barang bawaan mereka bersiap untuk pulang bahkan ada yang sudah berada di parkiran.

Koridor yang tadinya hanya meninggalkan jejak kini meninggalkan jejak yang lebih banyak karena siswa-siswi kembali melewati koridor.

Suasana yang tadinya hening mendadak ramai, berganti dengan suara kendaraan yang mulai keluar dari area sekolah, tapi tidak dengan kelas XI.4, kelas Rakha masih belum juga keluar akibat guru pkn yang telat memberikan materi, kalau di suruh nulis saja si ga papa, ini harus di dengerin lho sejarahnya.

"Pemberontakan PKI terjadi pada tahun 1---" guru yang sedang menjelaskan berhenti bicara saat ada yang mengangkat tangan. "Mau tanya apa?" Tanya pak Harto kepada siswi yang baru saja mengangkat tangannya.

"Bapak sudah korupsi waktu selama dua puluh menit lho, saya harus nemenin ibu saya di rumah sakit."  ujar siswi dengan bernametag lita yang terpasang indah di seragamnya.

"Tunggu lima menit lagi selesai" ujar pak Harto yang masih menulis di papan tulis dan akan ia jelaskan secara rinci jika ia sudah selesai menulisnya.

Zai sudah sebal dengan pria tua itu, ia harus menjemput kaiza jika tidak pasti adeknya itu akan marah dan mengadu pada maminya "waktu masih banyak, pak. besok masih bisa." akhirnya ia bisa meluapkan emosinya.

"Untuk apa di buat jadwal jam pelajaran, jika bapak tidak bisa menghargainya? Lebih baik tidak usah di buat, biar saja belajar sesuka hati, tanpa batas waktu." ujar Rakha yang masih duduk di bangkunya, pelan tapi pasti.

"Baik. Silahkan rapihkan barang kalian." Ujar pak Harto tersadar. Sebenarnya pak Harto memiliki sedikit gangguan pendengaran, tadi saja saat di bilang korupsi waktu malah di jawab lima menit lagi, ia mengira siswi tadi bertanya 'pak kapan pulang?'.

"Harusnya tadi kita bolos pas di jam pelajaran dia, kaiza pasti ngamuk nih sama gue, nanti gue ga bisa morotin dia akh." ujar zai yang sedang mengikat tali sepatunya dengan asal-asalan. Yang penting selesai na. Heem iya deh iya, copot di jalan baru tau rasa.

"Ga kebalik tuh?" Tanya Fadlan yang sudah selesai memakai sepatunya, suruh siapa di buka juga talinya wong di suruhnya cuma buka sepatu aja padahal.

"Gak lah, dia kan sering ngemall sama mak nya otomatis banyak uang dong, asal lu tau nih ye uang saku gue sama dia aja beda lima puluh ribu, banyakan punya dia. Lah gue pake buat nyebat aja langsung habis, belum lagi bensin gue beli sendiri." Ujarnya lebih tepatnya mencurahkan isi hati sih wkkw.

"Ga boleh gitu Zai, harusnya lo bersyukur masih dapet uang saku, di luar sana banyak yang pergi ke sekolah tanpa membawa uang saku. Mau jajan kan lo? Caranya cuma satu. Berhenti nyebat." Ujar Fadlan.

"berhenti nyebat? Bisa aja sih tapi kaya ada yang kurang aja." balas zai yang sudah menaiki kuda besinya.

"Coba ganti pake permen, kata orang-orang sih ampuh." saran Fadlan. Untung gue ga nyebat, jadi ga ribet.

Cerita Kita (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang