"Bagaimana, Mas Karim? Mas sungguh mau mempertimbangkan nilai akhir saya jika saya bisa melayani Mas 'kan?" tanya Shifa kepada pria yang berusia lima tahun lebih tua darinya. Asisten senior yang notabene pelit dengan nilai untuk praktikum yang dihadapi oleh Shifa sebagai mahasiswa baru.
"Jangan aneh-aneh, Dik Shifa. Aku sudah punya kekasih dan dia sangat mahir di ranjang," komentar pria yang bernama Karim itu. Shifa merasa tertantang untuk mengetahui seberapa jauh eksplorasi Karim dengan kekasihnya itu. Gadis itu menaikkan pandangannya. Netra gadis itu, satu-satunya dari wajahnya yang terlihat di luar cadar yang dia kenakan, menyorot tajam ke arah Karim.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita buktikan, Mas Karim? Saya tidak masalah menjaga rahasia," komentar Shifa dengan santai. Karim tertawa merendahkan.
"Apa yang kamu tahu tentang bermain di ranjang? Aku hanya membuat kalimat itu karena kamu bilang akan melakukan apapun," tanya Karim dengan nada mengejek. Shifa benar-benar merasa dia harus membuktikan dia tidak semudah itu untuk direndahkan untuk keseriusannya.
Gadis itu langsung menurunkan cadarnya dengan cepat lalu mencium bibir Karim. Karim tampak terkejut dengan serangan Shifa hingga dia kesulitan untuk mengikuti permainan yang dibawa oleh mahasiswa baru yang berada di apartemennya ini. Shifa tidak peduli bahwa dia harus membuat Karim puas, karena nilai dari praktikum ini akan menentukan kelulusan satu mata kuliahnya.
"Kamu gila!" komentar Karim saat Shifa melepaskan ciuman dadakan itu.
"Mas tidak suka?" tanya Shifa datar. Karim terdiam. Ciuman Shifa lebih bersensasi dibandingkan ciuman yang selama ini dia dapatkan dari kekasihnya. Rasanya berbeda, seakan menantang Karim untuk meminta lebih.
"Kenapa Mas? Menikmatinya?" tanya Shifa dengan santai. Tangan mungil gadis itu sudah mulai menyentuh pusaka Karim yang sudah terlepas dari celana yang dia kenakan. Karim bingung, sejak kapan gadis itu melepasnya.
"Kalau Mas Karim benar-benar menginginkan saya, Mas Karim akan mendapatkannya selama rahasia ini di antara kita," bisik Shifa di telinga kanan Karim. Karim merasa dia telah menemukan seorang gadis gila.
"Kamu bercanda," komentar Karim datar. Sedatar yang dia bisa karena jelas Shifa benar-benar mencoba merangsangnya dengan sentuhan di pusakanya. Shifa menggelengkan kepalanya seraya menggunakan kedua tangannya untuk melepas kancing pakaian kemeja milik Karim.
"Saya bukan tipe bercanda, Mas Karim," jawab Shifa bersamaan dengan kancing terakhir dia lepas dari pakaian Karim. Sekarang, pakaian dalam Karim digeser oleh Shifa untuk menyentuh bagian dada bidang pria itu.
Karim menyadari bahwa gadis di depannya ini serius dengan kalimatnya.
"Atau Mas sekarang ragu, karena saya bersungguh-sungguh?" tanya Shifa dengan santai. Karim bingung ingin menjawab apa. Jika dia mundur, maka harga dirinya akan hancur. Jika dia maju, maka dia telah berkhianat pada kekasihnya. Pada akhirnya, dia memilih berkhianat demi nafsu yang terus dipicu oleh gadis muda di depannya itu.
"Kamu sendiri, bukannya dirugikan dengan bersamaku?" tanya Karim memastikan. Shifa tersenyum tipis sementara tangan mungilnya sibuk bermain dengan pusaka dan dada Karim.
"Saya tidak rugi apapun, Mas Karim. Orang hanya kenal saya sebagai Shifa Sakinah yang pendiam, lugu, dan tidak dipedulikan. Kalaupun Mas bocorkan, saya tidak masalah," jawab Shifa dengan tenang, "tetapi Mas Karim akan kehilangan Mba Cahaya," lanjutnya dengan tenang. Karim tidak percaya bahwa Shifa mengetahui nama kekasihnya itu. Selama ini, dia dan Cahaya tidak mencolok di kalangan mahasiswa baru sebagai seorang kekasih.
"Teman-teman saya di angkatan mungkin lugu Mas, tetapi saya tidak bodoh. Sorotan mata Mba Cahaya dan Mas Karim menjelaskan semuanya," jelas Shifa dengan tenang. Karim tidak percaya gadis ini sangat jeli dengan hal-hal seperti itu.
"Saya menduga ada ide licik di benak Mas Karim sewaktu mengatakan silakan bertemu saya di apartemen ini," komentar Shifa lagi dengan santai. Karim benar-benar kesulitan untuk berpikir jernih antara kalimat penjelasan Shifa dan sentuhan-sentuhan memabukkan yang gadis itu berikan. Dia tidak menduga bahwa gadis mungil tertutup di depannya ini sangat liar di kamar tertutup.
"Mas mau dengan risiko pembuahan atau ini menjadi pesta kita saja?" tanya Shifa lagi dengan tenang. Karim membelalak mendengar kalimat itu. Gadis di depannya jelas gila!
"Apa maksudmu 'pembuahan'!?" tanya Karim dengan intonasi tinggi. Shifa terkekeh.
"Masa Mas Karim bermain berkali-kali dengan Mba Cahaya tidak mengerti?" tanya Shifa dengan santai. Senyuman terlukis di wajah gadis itu, membuat Karim menyadari bahwa Shifa melontarkan pertanyaan serius.
"Kalau aku jawab tidak, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Karim dengan nada setenang mungkin. Shifa benar-benar mahasiswi tergila yang pernah dia hadapi.
"Saya bawa pil," jawab Shifa dengan datar, "jadi penentunya jawaban Mas," lanjutnya. Karim tidak habis pikir dengan mahasiswi ini.
"Kalau begitu, minumlah," jawab Karim datar. Shifa tersenyum. Gadis itu bergerak mengambil segelas air lalu meminum sebuah pil bersama dengan air itu. Selanjutnya, gadis itu kembali menyentuh Karim dengan menggoda.
Karim menyadari, dia telah mengambil buah terlarang. Hanya saja, dia tidak akan menyia-nyiakan apa yang telah ada di hadapannya. Karena dia telah memetiknya, maka dia harus menikmatinya.
"Tunjukkan padaku kalau kamu benar-benar bisa menyaingi Cahaya," komentar Karim menantang Shifa. Shifa tersenyum menyeringai.
"Mas sungguh ingin menduakan Mba Cahaya? Mas tidak bisa kembali lagi setelah pergumulan kita nanti," komentar Shifa mengingatkan dengan santai. Karim merasa Shifa sedang memainkan emosinya.
"Jangan bermain-main denganku, Shifa Sakinah!" hardik Karim dengan nada tinggi. Shifa sempat mundur karena terkejut, tetapi gadis itu kemudian melukiskan sebuah senyuman setelah Karim menyadari dia telah berteriak.
"Kalau begitu, saya yang memimpin ya, Mas Karim," pinta Shifa dengan senyuman dan kedipan mata seksi di depan Karim. Karim menyadari, dia telah terperangkap dalam pesona seorang gadis muda. Mungkin, Shifa benar-benar tahu apa yang dia lakukan.
Shifa melepaskan pakaian miliknya hingga seluruh tubuhnya bisa disaksikan oleh Karim. Buah dada gadis itu mungkin tidak sebesar milik Cahaya, tetapi ukurannya pas di tangan Karim. Karim juga melihat betapa indahnya bagian kemaluan gadis itu, mengundang dirinya untuk tertawan penuh dalam pesona Shifa.
"Bidadari." Satu-satunya kalimat yang bisa dikatakan oleh Karim. Dia telah salah mengira tentang Shifa. Karim mengira Shifa menyembunyikan tubuh jelek dengan pakaian yang sangat menutupi dirinya.
Bahkan, teman-teman seangkatannya yang nakal, yang dimana mereka asistensi dengan Karim sebagai asisten mereka, pernah mengatakan kalau dari semua gadis di angkatan mereka, Shifa adalah orang terakhir ingin mereka sentuh. Mereka mengatakan Shifa terlalu culun, tertutup, dan tidak menarik.
"Kenapa bengong, Mas Karim?" tanya Shifa dengan lekuk tubuhnya menyentuh tubuh Karim. Karim bisa gila menyaksikan tubuh Shifa di depannya seperti ini. Dia telah terperangkap dengan bidadari.
"Apakah saya terlalu cantik untuk ekspektasi Mas?" tanya Shifa lagi seraya bermain dengan tubuh Karim. Karim menelan saliva yang mulai keluar di lidahnya.
"Ah, Mas tidak sabar menyentuh saya, 'kan?" tanya Shifa lagi dengan santai, masih bermain dengan tubuh Karim. Karim menahan diri untuk tidak gelap mata dan menerkam gadis di depannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sentuhan Memabukkan Shifa [21+] [TAMAT]
Romance"Kenapa bengong, Mas Karim?" tanya Shifa dengan lekuk tubuhnya menyentuh tubuh Karim. Karim bisa gila menyaksikan tubuh Shifa di depannya seperti ini. Dia telah terperangkap dengan bidadari terlarang. Shifa Sakinah memutuskan untuk menutup masa lalu...