Bab 7

3K 11 0
                                    

"Ah! Sayang!"

Teriakan Cahaya membuat Karim semakin bersemangat memasukkan pusakanya ke dalam inti kekasihnya itu. Kedua tangannya sibuk bermain dengan buah dada Cahaya yang besar. Desahan Cahaya sangat keras yang membuat Karim semakin menggila dalam permainannya.

"Terus Mas! Lebih dalam!" teriak Cahaya meminta Karim untuk semakin keras menyerang bagian intimnya. Karim mengabulkan permintaan Cahaya dan kecepatan serangan pusakanya semakin tinggi. Karim merasakan bahwa dia mulai mendekati puncaknya.

"Mas! Aku sudah nggak tahan!" pinta Cahaya yang ingin mencapai puncaknya.

"Sedikit lagi, Sayang," pinta Karim yang terus menggenjot intim Cahaya. Sayangnya, kekasihnya itu mencapai puncaknya terlebih dahulu. Untungnya, pijatan yang intim kekasihnya berikan membuat dia mencapai titik pelepasan dan melepaskan semua isinya di dalam.

Hanya saja, ada bagian dalam diri Karim yang kecewa dengan permainan mereka. Rasanya, permainan mereka biasa saja. Tidak ada sensasi yang membuat Karim merasa kehilangan kewarasannya. Sensasi yang diberikan oleh Shifa di pergumulan pertama mereka.

Karim dan Cahaya menjaga penyatuan mereka dan menutup diri mereka dengan selimut di kamar Karim. Setelah mereka merasa lebih tenang pasca pelepasan, Cahaya membuka percakapan mereka.

"Untung Mas ngomong sebelum mulai babak utama. Kalau nggak aku bisa panik," komentar Cahaya diikuti dengan kekehan kecil. Karim terkekeh kecil pula. Dia hampir lupa, karena dia ingin segera melampiaskan semuanya kepada Cahaya. Dia ingin memenuhi pikiran dengan Cahaya-nya seorang. Bukan orang lain.

"Kalau kamu gak teriak kamu belum minum, bisa kacau tadi," balas Karim dengan kekehan kecil. Cahaya lalu bertanya kepada Karim, mencoba mencari penjelasan.

"Ada masalah apa, Mas?" tanya Cahaya.

"Apa aku asisten yang buruk?" tanya Karim kepada Cahaya. Pria itu sudah menyusun lama untuk kata-kata yang ingin dia utarakan. Dia tidak ingin membuat Cahaya menyadari apa yang telah dia lakukan di belakangnya dua hari ini. Dia tahu itu jahat, tetapi dia tidak ingin kehilangan Cahaya.

"Mas Karim itu termasuk asisten terbaik yang aku tahu. Kenapa Mas ngomong begitu?" tanya Cahaya yang heran kenapa hal seperti itu membuat kekasihnya kebingungan. Biasanya, Karim selalu merasa dia sudah melakukan yang terbaik dia bisa lakukan.

"Mungkin karena aku satu-satunya asisten di lab kita yang telat," keluh Karim kepada kekasihnya. Cahaya menyentuh wajah Karim dengan tangannya. Rasanya sedikit menenangkan, tetapi ada yang kurang.

"Mas sudah berusaha yang terbaik. Mas mengusahakan semua yang Mas bisa untuk tetap lulus demi membahagiakan kedua orang tua Mas," pesan Cahaya kepada Karim. Karim menganggukkan kepalanya.

"Iya. Demi bisa memilikimu seutuhnya juga," jawab Karim lagi. Rasanya, ada sebuah bohong lepas di lidah pria itu. Karim menyadari kejanggalan itu. Selama ini, kata itu lepas dengan tulus. Akan tetapi, kali ini rasanya seperti dia berbohong.

"Ah, Mas Karim bisa aja," komentar Cahaya seraya memainkan hidung Karim. Karim tersenyum.

"Sayang, aku ada kelas jam 11 ini!" celetuk Cahaya yang membuat Karim tersadar bahwa Cahaya masih memiliki beberapa mata kuliah. Karim hanya memiliki dua mata kuliah: Skripsi dan Team Project. Karim melihat ke arah jam digital di dinding dan tulisan 10:35 melihat kembali ke arahnya.

"Maaf Mas, kalau aku telat nanti diamuk sama dosennya," ucap Cahaya seraya melepaskan penyatuan mereka. Karim langsung menangkap maksud Cahaya.

"Prof Zahari?" tanya Karim menyebut nama dosen yang terpintas di benaknya.

"Iya, Prof Zahari," jawab Cahaya dengan nada mengeluh, "Kalau telat selalu memberikan hukuman. Kalau gak hadir dikasih tugas merangkum."

Karim tertawa renyah mendengar keluhan Cahaya, "Seenggaknya beliau enak kalau menguji. Pembimbing nggak tahu malah beliau yang belain. Kata teman-temanku gitu."

Cahaya hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas mengambil pakaian cadangan yang dia bawa. Wanita itu segera mandi di kamar mandi Karim.

Karim tersenyum melihat Cahaya. Dia berusaha keras untuk mendapatkan wanita itu ke genggamannya. Hanya saja, sekarang rasanya semua menjadi sedikit hambar.

Karim mengira bahwa dia dan Cahaya telah mengeksplorasi banyak hal. Ternyata, mereka hanyalah menyentuh permukaan. Mereka terlalu hati-hati dan Cahaya tidak suka aneh-aneh dalam permainan mereka.

Shifa menunjukkan bahwa ada sisi lain yang dia tidak pernah eksplorasi. Keliaran yang tidak bisa dia dapatkan bersama Cahaya. Shifa juga lebih peduli dengan sikapnya yang terlihat abai. Cahaya tidak ada sedikit pun membawakan apapun untuk menenangkannya kala datang ke sini.

Karim menggelengkan kepalanya. Cahaya adalah kekasihnya. Shifa hanyalah orang lain.

"Mas, aku berangkat dulu. Aku liat Mas bengong mikir dari tadi, jadi gak enak gangguin," ucap Cahaya yang menyadarkan Karim kembali ke kenyataan.

"Eh? Ah maaf. Masih kepikiran lagi soal masalah asisten tadi. Agak susah memang biar benar-benar berdamai," bela Karim. Cahaya menganggukkan kepalanya tanda dia memahami kondisi Karim.

"Gimana kalau kita main lagi besok sore setelah aku kelas, Sayang?" tanya Cahaya menawarkan diri dengan senyuman centilnya. Karim tertegun. Dia menyadari bahwa Cahaya juga tidak bertahan lama di permainan mereka. Shifa jauh lebih lama, atau mengutip Olivia, 'digebuk panda'.

"Boleh," jawab Karim pada akhirnya. Pria itu tiba-tiba menambahkan, "Besok kamu kelas Prof Aaron 'kan ya?"

"Iya. Itu kelas paginya. Siangnya ada kelas Bu Anastasia," jawab Cahaya.

"Oke. Aku rasa bisa aku bertemu Prof Aaron setelah kelas," komentar Karim.

"Datang aja ke kelas beliau. Beliau 'kan suka cepat selesai," pesan Cahaya. Karim menganggukkan kepalanya. Cahaya pun berpamitan.

Setelah Cahaya menutup pintu dan meninggalkan Karim sendirian, Karim mengalami dilema. Cahaya mencintainya, tetapi dia merasa tidak puas bersama Cahaya. Shifa adalah buah terlarang, tetapi dia menginginkan gadis itu. Permainannya bersama Cahaya membuat dia merasa tidak terpenuhi.

"Ini salah," keluh Karim. Dia menggelengkan kepalanya. Seharusnya dia bisa tulus memberikan cintanya kepada Cahaya seorang. Shifa sudah mengecewakannya kemarin dengan meninggalkan dia saat dia sudah mendekati puncak. Kenapa sekarang dia malah mengharapkan Shifa lagi?

Karim melihat ke ponselnya. Nomor Shifa memang dia simpan dengan nama 'Shifa praktikan'. Hanya saja, dia menelpon Shifa satu kali di histori panggilan tentu membuat banyak pertanyaan. Karim bersyukur Cahaya tidak melihatnya, untuk saat ini.

"Aku tidak seharusnya mengejar Shifa. Memang aku sudah melakukan block ke nilai dia dan mengubahnya menjadi A di sheet personal ku. Aku tidak memasukkan sama sekali ke sheet utama sampai diminta karena akan berbahaya jika ada yang melihat," ucap Karim kepada dirinya sendiri.

"Seharusnya sudah cukup dengan kekecewaan kemarin. Seharusnya aku tidak menginginkan praktikan itu lagi," ucap Karim menutup wajahnya. Dia frustasi. Kenapa Shifa masih bercabang di benaknya? Apa dia harus terus menjaga jarak dengan Shifa?

Sebuah pesan masuk ke ponsel Karim. Pria itu membaca pesan yang dikirimkan oleh kepala asisten, Yusuf.

"Mas Karim, saya nggak tahu apa Mas sudah lebih baik, tapi kalau bisa saya minta tolong Mas jaga praktikum untuk sesi jam 2 siang nanti. Hari ini harusnya sesi saya, Mary, Zach, Olivia, dan Syahid. Sisanya dari angkatan senior lab sebelah. Cuma Prof Zahari kasih deadline demonstrasi tugas beliau hari ini jadi saya, Mary, dan Zach serta rekan-rekan lab sebelah harus kejar-kejaran. Kami akan menyusul setelah selesai demo. Ini saya minta junior lain yang gak sibuk buat bantu juga."

Karim mengembuskan napas berat. Dia belum melihat jadwal praktikum hari ini, sehingga tidak tahu kelompok mana saja yang kebagian sesi praktikum. Setidaknya, dia berharap tugas menjaga menjadi distraksi yang baik dari masalahnya saat ini.

"Siap ketua."

Itulah ketikan yang Karim ketikkan pada akhirnya. Dia tidak bisa banyak berpikir saat ini. Otaknya terasa kacau. Hatinya bercabang.

Saat Karim kembali fokus ke dunia nyata, dia melihat secara tidak sadar dia telah mengetikkan pesan dan mengirimkan kepada Shifa. Pesan yang membuat dia terdiam.

"Shifa, aku menginginkanmu."

Satu hal yang Karimakhirnya akui: alam bawah sadarnya menginginkan Shifa. Shifa yang mendesahkannamanya. Shifa yang merayunya. Shifa yang menyentuhnya.

Sentuhan Memabukkan Shifa [21+] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang