03.

11 1 0
                                    


'Pa, Lele berangkat.'

'Gak makan dulu Le?'

'Boleh?'

'Kok kamu ngomong begitu? Ya boleh dong.'

Chenle duduk di kursi. Dekat dengan tempat yang di duduki Mark. Dia memakan roti bakar yang sedikit gosong buatan sang ayah. Walaupun begitu, tetap enak di makan kok.

Mark melirik sang anak yang melamun. Dia berdehem sekali membuat sang anak tersadar. Chenle melirik sang ayah dengan refleks.

'Le, dari kemarin kamu melamun terus. Ada apa? Ada masalah?'

Chenle menunduk. Dia bingung harus cerita atau tidak. Masalahnya ini memalukan. Ayolah, saat cerita dengan Om Jeno dia saja tidak malu. Kenapa dengan ayahnya sendiri dia malu?

'Pa, Lele boleh gak masuk sekolah dulu?'

'Loh, kenapa Le?'

'Sebenernya, bukan alasan yang bagaimana sih pa. Lele malu, kemarin baru saja di tolak oleh gadis idaman Lele.'

Mark membuang napasnya perlahan. Jadi ini alasan anaknya selalu diam.

'Ya ampun Le. Papa kira kamu di rundung atau sakit tau gak. Papa gak izinin kamu buat bolos.'

'Tapi pa...'

'Le, yang nama nya hidup, pasti ada penolakan dan penerimaan. Jangan karena kamu di tolak dengan satu orang, kamu patah semangat. Papa gak ngelarang kamu buat jatuh cinta dengan perempuan yang kamu ingin kan. Tapi papa ingetin ke kamu. Yang namanya cinta, gak bisa di paksakan. Kita harus ikhlas dengan apa yang di utus seseorang. Jangan sedih lagi ah jagoan papa.'

'Tapi malu pa.'

'Loh? Malu kenapa? Kamu udah berani buat confes juga udah keren Le.'

'Makasih ya pa, udah dengerin cerita Lele .'

Mark mengelus kepala sang anak sambil tersenyum.

'Sama-sama.'

Selesai juga sesi curhat dari bapak dan anak. Kini mereka harus pergi untuk melakukan aktivitas masing-masing.












Mark duduk di bangku besar kantornya. Dia membolak-balik halaman buku di hadapannya. Tiba-tiba, alarm berbunyi. Menandakan jam rapat. Beomgyu masuk ke ruangan Mark dengan tergesa-gesa.

'BANG! CEPETAN UDAH DI TUNGGUIN NIH BANG MESSI!'

'Dahulukan salam Gyu. Gak sopan.'

Mark bangun dari duduknya dan berjalan keluar pintu. Dia masuk ke ruangan rapat dan memulai acaranya.

Banyak kendala dari perusahaan sekarang. Seperti kekurangan dana, dan penipuan. Walaupun kekurangan dana, dia tidak bisa menurunkan gaji pegawai. Karena janji, tetaplah janji. Jadi dia menggunakan sebagian gajinya untuk menutupi dana itu. Sedangkan penipuan, cukup sulit di tutupi. Karena penipuan itu, perusahaan menjadi kekurangan dana.

Mark memijat pelipisnya. Walaupun perusahaannya cukup terkenal, namun masih saja kekurangan dana.

Rapat selesai. Di ruangan tertinggal dirinya dan Beomgyu. Beomgyu melirik sang kakak dengan kikuk. Sepertinya sang kakak membutuhkan istirahat yang cukup. Kerutan di bawah matanya sungguh terlihat jelas.

'Bang, mau gua buatin teh?'

Mark menggeleng. Dia menyenderkan badannya.

'Buatin gua kopi Gyu.'

'Bang, lu butuh istirahat. Jangan minum kopi keseringan juga. Gak baik buat kesehatan lu.'

'Yaudah tolong buatin gua teh. Gua ke ruangan dulu. Tolong di anterin ya.'

Beomgyu mengangguk. Dia berjalan menuju dapur. Membuatkan teh untuk sang kakak juga bosnya.

Saat di ruangan Mark, Beomgyu melihat sang kakak tertidur pulas di sofa. Dia menaruh teh yabg tadi dia buat di meja. Berjalan menuju lemari dan mengambil selimut. Dia menyelimuti sang kakak.

'Lu udah nanggung beban yang berat bang. Tidur yang nyenyak.'

Beomgyu berjalan keluar ruangan. Dia melanjutkan aktivitas nya menggantikan Mark untuk sementara. Jujur saja, walaupun kerjaan dia banyak, tapi tak sebanyak kerjaan Mark. Kira-kira, dia hanya mengambil lima persen dari kerjaan Mark. Sisanya bergantung oleh Mark sendiri. Jadi bagaimana tidak cape?

Aku Cumen Punya PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang