18) Senja dan Luka

117 18 39
                                    

Happy hanyut ❤️

----••----

Senja memang indah, namun juga berdarah.

~ Naisha Aeleasha Elvaretta ~

----••----

Sang mentari kian bergeser ke barat. Jalan dipenuhi hilir mudik orang-orang yang ingin segera kembali ke rumah untuk mengistirahatkan lelah. Setelah salat asar di kampus, Anza mengajak Naisha pulang bersama. Motor Naisha dititipkan ke penitipan motor yang letaknya tidak jauh dari kampus. Anza ingin menghabiskan waktu sore ini bersama seorang perempuan yang ia sayangi.

Kini, benih kasih sayang yang Anza tanam sejak qabul itu terucapkan mulai tumbuh dan berbuah menjadi cinta. Nama Hilma yang pernah terukir di hatinya pun kian memudar setiap harinya. Cerahnya jingga yang terlukis di angkasa seakan menggambarkan bagaimana perasaan dua pasutri yang tumbuh dari kuncup yang hampir layu tersebut.

Anza mengajak Naisha ke Pasar Subur Makmur untuk berkunjung ke kios Ustaz Mahmudin sekaligus mengenalkannya pada sang istri. Setelah itu, Anza membeli kebutuhan pokok yang mulai habis. Sejak menikah, Anza sangat jarang ke sini, apalagi untuk keliling kios seperti biasanya karena sebagian waktunya ia berikan untuk Naisha dengan segala kenakalannya, sisanya Anza gunakan untuk mengaji, mengurus anak pondok, mengurus bisnisnya, dan murajaah hafalan Alfiyah.

Anza mengayunkan langkah menuju kios sembako, yaitu kios milik Bu Retno. Dia ingin bertemu dengan wanita itu karena lama tak bertemu sekaligus berbelanja. Ketika sampai, Anza disambut oleh binar bahagia yang menghiasi wajah Bu Retno.

Fokus Bu Retno pun jatuh pada gadis berambut kecokelatan yang berdiri di samping Anza. "Ini istri kamu, Za?"

Anza mengulas senyum simpul. "Iya, Bu. Namanya Naisha."

"Masyaallah istri kamu cantik, Za." Bu Retno mengelus lengan Naisha sembari melempar senyum lebar padanya.

Naisha berusaha menarik sudut bibirnya. Hanya itu yang bisa dilakukan karena ia tidak pandai berekspresi.

"Maaf, ya Ibu nggak datang waktu pernikahan kalian karena sibuk mengurus keberangkatan Fatin ke Semarang. Alhamdulillah dia lolos beasiswa di sana," lontar Bu Retno.

Anza mengembangkan senyum mendengar berita tersebut. "Alhamdulillah saya ikut seneng, Bu."

Bu Retno menatap Anza beberapa saat. "Fatin sempat titip salam sama Ibu buat kamu sebelum dia berangkat, Za."

"Wa'alaiki wa'alaihassalam." Anza menjawabnya.

Naisha yang tak tahu menahu tentang keakraban keduanya hanya bisa menyimak. Otaknya pun mulai dipenuhi tanya, terutama saat Bu Retno menyampaikan salam dari Fatin. Ada rasa tidak suka yang kembali menyerang hatinya. Apakah Anza punya banyak kenalan perempuan di luar sana?

Anza menatap Bu Retno lamat. "Bu Retno, makasih, ya atas surat yang Ibu kirim waktu itu. Surat itu sangat berarti buat saya. Dan sekarang, saya telah menemukan tulang rusuk itu."

Bu Retno hampir menitikkan air mata. Walaupun keinginan untuk menjadikan Anza sebagai menantu tak terealisasikan karena isu yang pernah Zigi lontarkan, namun Bu Retno turut bahagia karena pemuda itu telah menemukan perempuan pendamping hidupnya.

Covers in My Life (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang