11) Retisalya

137 27 34
                                    

Mas Anza sama Mbak Naisha kembali hadir untuk menemani hari kalian.

Gimana perasaan kalian setelah membaca kisah mereka sampai di titik ini?

Sekarang lanjut lagi, ya. Bacanya pelan-pelan.

Happy reading ❤️

-----••----

Lo nggak bisa nilai orang hanya dari luarnya saja. Mata bisa menipu pemiliknya. Mungkin saja di balik sifat arogan seseorang, sebenarnya ada luka dan takut yang disimpan rapat-rapat.

~ Naisha Aeleasha Elvaretta ~

----••----

Anza menyandarkan punggung pada pintu jati yang berdiri kokoh, tidak seperti perasaannya yang sedang runtuh dihantam kenyataan. Laki-laki itu meraup muka gusar. Kalimat istigfar meluncur dari bibirnya di tengah kekalutan yang menghantam hatinya. "Astaghfirullah."

"Gue cuma berandal yang tak tahu jalan pulang. Tapi, kenapa Mbak Hilma bisa punya perasaan itu sama gue?" Pikiran Anza masih belum bisa menjangkau hal tersebut.

Anza tidak jadi ikut makan bersama kawan-kawannya usai mendengar percakapan Ustazah Ainun dan Hilma yang membuat hatinya semakin rumit. Dia langsung memutuskan untuk pulang karena tidak ingin mendengar hal lain yang akan menambah memar di hati dan pikirannya.

"Kalau boleh jujur, rasa kita itu selaras, Mbak. Tapi, saya memilih untuk mengabaikan perasaan itu dan berusaha menghapusnya setiap hari. Saya sangat sadar diri, Mbak, saya siapa dan Mbak Hilma siapa. Perempuan seperti Mbak Hilma tidak pantas bersanding dengan laki-laki bangsat seperti saya," ucap Anza dengan guratan senyum hampa di akhir kalimat.

"Saya sudah beristri, Mbak. Saya jadi takut jika perasaan yang sudah saya kubur dalam ini kembali tumbuh setelah mengetahui semuanya." Anza mengutarakan kerisauannya. Mengapa masalah hati rumitnya melebihi perhitungan Fisika dan Matematika?

Anza memijat pangkal hidung, berusaha menghalau beban yang bersarang di pikirannya. Di saat bersamaan, ada satu nama yang tiba-tiba terlintas di benaknya. Dia adalah seorang perempuan yang kini sah menyandang status sebagai istrinya. Ada perasaan bersalah yang muncul di hati Anza karena telah meninggalkan gadis itu seorang diri sampai larut malam.

Kaki jenjangnya pun mematri langkah menuju lantai dua untuk memastikan bahwa Naisha baik-baik saja. Langkahnya melambat ketika sampai di depan ruangan yang berada di sebelah kamarnya. Anza menghela napas panjang, berusaha membangun dinding ketegaran di hatinya. Dia tidak boleh kalah dengan rasa sesak yang menyeruak sampai melupakan Naisha yang sudah menjadi tanggung jawabnya saat kabul itu ia ucapkan.

Tangan Anza terangkat mengetuk pintu kamar. Laki-laki itu mengecap lembut nama sang istri. "Nai."

Namun, tak ada jawaban yang Anza dapatkan. Dia kembali melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya. Namun, hanya sapaan angin yang Anza dapatkan. Rasa cemas dan pemikiran negatif mulai menyerang dirinya, ditambah lagi pintu kamar yang terkunci. Naisha baik-baik saja, 'kan?

Karena hatinya terus dilanda gelisah, Anza memutuskan untuk mendobrak pintu. Di saat pintu terbuka, laki-laki itu dibuat terperangah saat mendapati Naisha terduduk lemas di tempat tidur dengan selimut yang membungkus tubuhnya.

Covers in My Life (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang