[Mana, nih? Ayo komen penuh semangatnya. Udah aku tunggu in dari pagi malah masih dibawah 50 komennya. Aku butuh asupan komen semangat kalian, nih!]
Pasca latihan ciuman di malam pertama mereka, Nova merasakan perbedaan sikap Teija. Bukan romantis, tapi malah sibuk menjauhi gadis itu. Memangnya Nova ini adalah bakteri? Kenapa lelaki itu bersikap demikian setelah mereka merasakan tautan bibir satu sama lain?
"Apa gue terlalu lebay, ya? Tapi gue nggak ngeluarin suara menjijikan, kok! Atau karena gue bau mulut? Tapi kalo bau, kenapa dia nyosor sampe leher??"
Gadis itu sibuk menanyakan sesuatu yang tak akan bisa dijawab dengan benar kecuali Teija sendiri yang memberikan penjelasan. Semakin dipikirkan, semakin Nova menyimpulkan bahwa dirinyalah yang salah dan tidak pantas dicium.
"Heh! Lo ngapain, sih, sibuk ngomong sendiri??"
Nova menggeser dan menutup buku tugasnya. Temannya yang bernama Niki hobi sekali mencari siswa yang sudah mengerjakan tugas, dan tampaknya cowok itu sedang menggunakan kesempatan itu sekarang.
"Pengen tahu aja lo! Udah sana pergi!"
"Galak banget, sih, jadi cewek. Nanti nggak ada yang mau baru tahu rasa!"
"Anjir mulut lo! Lagian gue udah taken, ya! Nggak usah sok tahu sama hidup gue!"
Niki menaikkan kedua alisnya, tak percaya dengan celotehan Nova yang tak masuk akal. Semua orang di kelas itu tahu bahwa Nova adalah gadis tengil yang tidak cantik-cantik amat. Reputasinya di sekolah biasa saja, meski memang cukup pandai dalam beberapa bidang mata pelajaran. Untuk mata pelajaran bahasa, Nova memang lebih jago. Kalau soal matematika, Nova biasa saja, apalagi fisika dan kimia—di bawah kata biasa saja.
"Kenapa mata lo disipitin kayak gitu? Nggak percaya!?"
Niki hanya menggelengkan kepala singkat. "Yaudah, anggap aja gue percaya. Sekarang kasih pinjem tugas, Nov!"
"Nggak ada tugas yang minjem, ya, Niki! Lo niat banget, sih, nyonteknya!"
"Lo cerewet banget, Nov. Bisa nggak suara lo itu lebih lembut dikit? Sini, pinjem dulu tugas lo."
"Nggak!"
"Ah, elah ... bentar doang! Cepetan, Nov. Keburu masuk kelas, nih."
"Nggak, Niki! Budek, ya, lo!?"
"Bentar doang aja—"
"Kalo dia bilang nggak, cari ke anak yang lain."
Niki tahu suara siapa itu. Teija, si ketua basket. Meski sebenarnya banyak ekskul olahraga yang pernah diikuti oleh Teija, tapi sekarang cowok itu terkenal sebagai ketua basket.
Niki berdecak dengan keberadaan Teija yang langsung duduk di samping Nova. Tempat duduk itu harusnya diisi oleh murid bernama Raya, tapi sepertinya cowok itu menyuruh Raya mengungsi dulu karena Teija tampak ingin bicara serius dengan Nova.
"Lo kenapa di sini?" tanya Nova.
Teija mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya, lalu menaruhnya di atas meja Nova.
"Kata ibu lo, lo suka malu bawa bekel. Sekarang gue udah bawain bekelnya, nanti harus lo makan. Nggak ada kata malu, hargain masakan ibu lo."
Nova sebal sekali dengan sikap Teija yang terlihat biasa saja ini. Padahal sudah dua hari cowok itu menghindarinya.
"Nggak usah sok tahu!"
"Itu ibu lo yang ngasih tahu. Masih mau bilang sok tahu?" balas Teija dengan datar. "Gue balik ke kelas. Jangan sampe nggak lo makan."
Belum sempat Teija beranjak, paham cowok itu sudah ditahan lebih dulu oleh Nova. Seketika saja Teija memegang di tempat. Dia melihat sekitar dan berharap tak ada yang melihat tindakan Nova si sinting.
"Lo ngapain???" tanya Teija menekan suaranya agar tak terdengar panik.
"Gue masih belum terima, ya, Teja. Lo kabur habis ngelakuin itu sama gue!"
Teija dengan cepat membekap mulut Nova. "Jangan keras-keras bego."
Nova langsung melepaskan tangan Teija dan menuliskan kalimat di sana supaya tak ada yang mendengarnya.
KISSING LEARNING KITA BELUM SELESAI, TEJA! KALO LO KABUR LAGI, GUE BAKALAN UMUMIN SAMA SEMUA ORANG KALO KITA UDAH NIKAH SIRI!
Teija merobek kertas itu dan membuatnya menjadi serpihan yang tak bisa disatukan lagi. Segera dia masukan serpihan itu ke kolong meja Nova.
"Kalo lo berisik, gue nggak bakalan nurutin kemauan lo buat belajar bareng, Va."
"Yaudah gue bakal—"
"Gue kasih tahu orang tua lo soal kontrak yang lo bikin kalo gitu. Biar orang tua lo marah karena anak gadisnya suka mainin ikatan suci!"
Sekarang mereka hanya sibuk saling mengancam. Untung saja tidak ada yang keluar sebagai pemenang karena keduanya sama saja.
"Gue balik ke kelas. Inget, jangan bikin masalah."
"Nanti gue ke kelas lo!" seru Nova cepat.
"Ngapain?"
"Makan bareng. Gue nggak mau ngabisin bekel sendirian. Ibu suka kasih porsi banyak. Kalo lo nolak, gue mendingan rugi barengan sekarang juga. Pilih mana?"
Teija menggelengkan kepala dengan tatapan tak percaya.
"Di gedung belakang aja, jangan ke kelas gue. Nggak ada penasaran lagi!"
Nova mengangguk setuju. Dia akan menemui cowok itu di gedung belakang dan merencanakan sesuatu untuk mengejutkan Teija, sekaligus memastikan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby's Contract✓
RomanceTeija Nero dan Nova Saki tidak pernah berharap dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan. Mereka hanya terjebak dalam kondisi yang memantik kesalahpahaman semata. Katakan saja mereka berada dalam tempat dan kondisi yang tak beruntung, hingga harus d...