Seorang perempuan bertubuh mungil duduk tepat di bangku paling depan, berhubung tidak ada lagi bangku yang tersisa untuknya. Keberuntungan berada pada dirinya, ia sekelas lagi dengan sahabat lamanya.
Ellen menoleh kebelakang dan disambut oleh senyuman kecil milik Sarah.
"Hai, Ellen." Sapa sahabat Ellen, ya itu adalah Sarah. Ellen hanya membalasnya dengan senyuman lagi, Ellen hanya berbicara pada saat yang penting, terkecuali dengan orang yang sudah sangat dekat dengannya.
"Apakah aku harus sebangku denganmu? Kurasa Hanna tidak keberatan."
Ellen menggeleng.
Walaupun Ellen terkesan pendiam, namun Ellen masih memiliki banyak teman. Penampilannya yang terkesan nerd membuat ciri khas sendiri bagi dirinya. Hanya penampilannya yang seperti itu, sikapnya tidak. Ellen berlaku sama seperti yang lain.
———
Berhubung masih hari pertamanya di kelas 8 ini, maka hanya satu guru yang masuk. Namun guru tersebut belum memulai pelajaran intinya, hanya sekedar bercerita.
Ellen sudah berkali-kali mengganti posisi duduknya, merasa bosan dengan cerita guru tersebut. Dan akhirnya, Ellen dengan iseng menoleh kebelakang. Ellen memperhatikan orang itu, Ellen rasa dirinya tidak pernah bertemu dengan laki-laki itu. Tanpa disangka, laki-laki itu kini menoleh ke arahnya sehingga mereka saling bertukar pandang.
Ellen menaikan satu alisnya, bertanda 'apa?'. Dan laki-laki itu membalasnya dengan senyuman tipis. Mungkin hanya sekedar saling kenal, turut Ellen.
Tanpa dirasa, bel berbunyi. Bertanda pulang.
Ellen masih duduk ditempatnya, masih memperhatikan laki-laki itu penasaran. Entah apa nama perasaan ini, namun Ellen tidak kunjung bosan memperhatikannya.
Satu per satu murid meninggalkan kelasnya, hingga hanya tersisa Ellen dan laki-laki itu. Laki-laki itu menghampiri Ellen.
"Ah. Sepertinya kita harus berkenalan."
Ellen mengangguk dan mengucapkan namanya. "Ellena Sherina. Dan kau?"
"Leonathan Kazriel. Kamu bisa memanggilku dengan apapun."
Tampak wajah berpikir dari Ellen. "Bagaimana dengan... Nathan? Apakah kamu biasa dengan panggilan itu?" tanyanya.
"Ya." Dan akhirnya Nathan pun meninggalkan Ellen dikelas itu. Tanpa ucapan selamat tinggal atau basa-basi lainnya.
———
Ellen merebahkan dirinya di sofa. Lalu teringat sesuatu, dirinya beranjak menuju depan cermin. Memperhatikan dirinya dari ujung kaki hingga kepala.
Ada yang salah, batinnya.
Ellen membuka ikatan rambutnya, sudah lama dirinya berpenampilan seperti itu—rambut diikat tanpa poni, dan rok yang berada dibawah lutut— persis anak nerd. Ellen meyakinkan dirinya untuk mengubah penampilannya besok. Namun kepercayaan dirinya masih kurang. Ellen terbiasa dengan penampilannya yang seperti itu.
Ellen mengingat anak tadi. Ellen rasa dirinya tidak pernah melihat orang seperti barusan. Atau mungkin Ellen yang kurang bersosialisasi?

KAMU SEDANG MEMBACA
The Reasons
Short StoryKamu tahu perasaanku, 'kan? Apakah aku tidak menunjukan perasaanku dengan baik kepadamu? Maaf, aku terlalu banyak berharap. ----- Short story by littlextar