Part 6

553 39 5
                                    

Wanita Pemilik Rindu
Part 6 Kamu Cantik

Lintang duduk di kursi meja rias. Dia sangat lelah hari ini. Badannya juga terasa meriang. Biasa kalau seperti itu dia mau flu. Kebetulan sekarang lagi musim pancaroba.

Jarum jam baru menunjukkan pukul sebelas siang. Mau tiduran tidak enak kalau ketahuan ibu mertuanya.

Ponsel di depannya di amati. Layarnya tetap gelap, tidak ada notif pesan masuk. Sebulan terakhir setelah suaminya benar-benar pulih, pria itu sangat sibuk dengan pekerjaan. Bahkan Arya pun sama. Mereka selalu pulang telat bahkan sudah kelewat malam.

Entah kesibukan seperti apa yang membuat mereka pulang terlambat. Sandy tidak pernah cerita. Senyumnya masih sama, hanya saja dia makin sibuk dengan pekerjaannya.

Lintang keluar kamar setelah menyimpan ponselnya di laci. Tidak enak kalau diam terus di dalam kamar.

"Mbak Lintang, sakit ya?" tanya Sarni sambil memperhatikan Lintang dan menyentuh lengan wanita itu.

"Badanmu anget. Mbak, pasti ndak enak badan. Saya buatkan teh panas, ya? Terus minum obat. Nanti saya ambilkan."

Gadis berkulit sawo matang itu terus pergi ke dapur. Cekatan sekali dia membuatkan teh dan mengambil roti. Kemudian pergi ke kotak P3K untuk mengambil obat flu.

"Ini, Mbak. Di makan dulu rotinya baru minum obat."

Lintang mengikuti saran Sarni. Dia jadi teringat dua adiknya. Andi dan Reni. Jika dirinya sakit, dua adiknya itu yang sabar menemani. Ibu tirinya membuatkan teh dan membawakan obat untuknya. Wanita itu memperhatikan dengan caranya, meski tidak begitu menyukai Lintang. Tapi beliau tetaplah seorang ibu. Nalurinya sama dengan ibu-ibu di luar sana.

Meskipun sudah di suruh istirahat di kamar oleh Mbok Sarpin. Lintang tetap ikut memasak dan menyiapkan makan siang di dapur. Setelah makan siang siap, Mbok Sarpin memanggil Bu Haryo dan Anindita yang ngobrol di ruang depan, sedangkan Lintang melangkah hendak ke kamarnya.

"Mbok, Lintang kenapa?" tanya Bu Haryo pada Mbok Sarpin. Wanita itu duduk di kursi sambil menatap Lintang yang berjalan masuk kamarnya. Anindita tidak peduli, dia langsung mengambil nasi dan lauk.

"Mbak Lintang lagi ndak enak badan, Bu. Tapi sudah minum obat tadi."

"Minum obat apa?"

"Obat flu."

Bu Haryo kembali berdiri dan melangkah ke kamar menantunya. Tanpa mengetuk pintu, wanita itu mendorong pelan pintu kamar.

"Ada apa, Bu?" tanya Lintang kaget, lantas mendekati mertuanya.

"Mulai sekarang kalau sakit bilang saja. Jangan minum obat sembarangan." Meskipun kalimatnya panjang, tapi nada suara Bu Haryo tetap datar dan dingin.

"Saya hanya meriang."

"Sakit apa saja, jangan minum obat sembarangan."

Bu Haryo melangkah pergi, meninggalkan tanda tanya di hati menantunya. Lintang heran, meskipun masih menjaga gengsi ketika bicara dengannya, tapi ada nada khawatir dalam kalimat mertuanya. Entah karena apa?

"Aku khawatir dia hamil, Mbok. Makanya jangan biarkan dia minum obat yang ada di kotak P3K," kata Bu Haryo sambil mengambil sepotong ayam goreng, diletakkannya di atas nasi yang diambilkan Mbok Sarpin.

Wanita sepuh itu mengangguk paham. Tampaknya sang majikan memang tidak sabar ingin segera memiliki cucu. Apalagi menantu kesayangan masih sibuk dengan karirnya. Mungkin sekarang beliau berharap dengan Lintang.

Anindita mengunyah pelan. Hatinya nyeri kali ini. Mama mertua yang selama ini tidak peduli dengan Lintang, sekarang tampak berbeda. Apa beliau berharap Lintang bisa memberikan cucu segera? Sebab dia masih sibuk dengan karirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wanita Pemilik RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang