Part 5 Gelisah

1.7K 194 18
                                    

Part 5 Gelisah

"Terserah kalau kamu belum ingin meninggalkan karirmu. Tapi jangan libatkan aku, terutama keluargaku di pemberitaan media. Aku nggak suka fotoku terpampang di majalah sebagai pelengkap profilmu. Aku nggak gila popularitas."

Anindita menangis di malam pertengkaran mereka. Awal mulanya wanita itu cemburu pada Lintang, karena Arya mengantar kakak iparnya menjenguk bapaknya yang sedang sakit. Ketika itu Sandy tidak ikut karena sedang masuk angin. Sementara Pak Tono mengantar papanya ke luar kota. Padahal mereka tidak pergi berdua, ada Sarni yang menemani.

Aneh, harusnya Arya yang cemburuan karena pergaulan istrinya yang luas dan tentunya dekat dengan orang-orang dan artis ternama. Tapi ini terbalik. Anindita yang justru suka cemburu. Pada sekretaris Arya, terutama pada Lintang.

Pria itu menghembuskan napas kasar. Canda tawa masih terdengar dari taman bawah sana. Kakaknya beruntung mendapatkan istri seperti Lintang. Penurut dan sabar.

Ponsel di meja depannya berdering. Nama istrinya tertera di layar. Namun Arya malas meresponnya. Sejak dalam perjalanan mengantar Anindita, wanita itu sudah minta izin kalau akan hangout bersama teman-temannya. Tidak main-main, katanya mau ke Singapura.

Dibiarkannya dering itu hingga berulang kali dan berhenti sendiri.

Bukannya dia tidak memahami profesi istrinya, tapi bukankah sudah dibicarakan dengan jelas sebelum mereka menikah. Juga sudah disepakati kalau mereka akan planning langsung punya anak. Nyatanya dunia glamor itu melenakan Anindita. Padahal usia Anindita sekarang sudah dua puluh tujuh tahun.

Lintang baru dua puluh tiga tahun, tapi sikapnya bisa sedewasa itu. Lingkungan dan strata sosial mereka memang berbeda. Lintang terbentuk oleh kehidupan yang menuntutnya selalu nerimo dan bersabar. Sementara Anindita sudah terbiasa mendapatkan dengan mudah apa yang diinginkannya.

Arya ingat ketika papa memanggilnya ke ruang kerja suatu malam.

"Arya, kamu ingat gadis bersama ayahnya yang berserempak dengan kita di jalan tadi pagi?"

"Ya. Anak teman papa itu, 'kan?"

"Hmm, cantik 'kan? Kalem juga anaknya."

"Cantik. Memangnya kenapa, Pa?"

"Bagaimana kalau gadis itu Papa jodohin sama Masmu?"

Dahi Arya mengernyit. "Apa gadis itu mau, Pa? Mas Sandy dalam kondisi sakit gitu."

"Tapi kemungkinan besar Masmu bisa sembuh. Dia butuh pendamping yang bisa selalu bersamanya. Sebab waktu kita carikan pemuda untuk menjaganya, Sandy tidak mau. Dia risih sekamar dengan cowok yang menjaganya saat malam hari. Lebih baik kita carikan dia calon istri."

Arya sempat tidak setuju, karena kasihan sama gadis itu. Dia tampak polos dan pendiam.

"Ibunya meninggal beberapa saat setelah melahirkannya. Jadi sejak bayi dia di rawat oleh ayah dan mbahnya. Setelah umur sekitar tujuh atau delapan tahun gitu bapaknya baru nikah lagi."

"Papa jadi teringat Lena gitu?"

Pak Haryo menunduk. "Iya, Papa kehilangan adikmu, sementara Pak Anwar kehilangan istrinya. Walaupun kejadian itu beda tahun."

Setelah berbicara panjang lebar, mempertimbangkan segala hal, dan mamanya dilibatkan, akhirnya mereka sepakat melamar Lintang untuk Sandy. Meskipun Bu Haryo sempat menetang karena status sosial yang berbeda. Pernikahan berlangsung sangat sederhana.

Gadis itu hanya menunduk sepanjang acara lamaran dan pernikahan. Bahkan tidak pernah bicara kalau tidak ditanya. Namun sekarang, dia tampak bahagia di samping kakaknya.

Wanita Pemilik RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang