Part 2 Kecupan Pertama

1K 143 3
                                    

Part 2 Kecupan Pertama

Lintang mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya. Menuang air putih dan mengambilkan dua biji pisang susu. Sementara untuk dirinya sendiri, dia hanya mengambil tempe goreng, tahu, dan kerupuk. Di antara banyak lauk, kalau sudah ada kerupuk dan sambal sudah cukup baginya. Lintang sudah terbiasa makan apa adanya. Apalagi dia sedang di perhatikan wanita cantik yang duduk tepat di depannya.

Sandy tidak jadi menyuap nasi. Diambilnya sepotong ayam goreng krispi dan meletakkan di piring istrinya. Semua yang mereka berdua lakukan tidak luput dari perhatian Anindita. Rasa iri dan risih begitu mengganggunya. Arya tidak pernah seromantis itu padanya. Dirinya juga tidak pernah melayani makan suaminya. Mereka ambil bagian sendiri-sendiri.

Tuan Haryo senang melihat cara Lintang melayani suami. Senyum melengkung di bibir laki-laki bangsawan itu. Sementara Bu Haryo diam saja, seperti biasa, tidak mempedulikan. Beliau malah asyik bertanya pada menantu kesayangannya.

"Kalau bisa kamu jangan pulang dulu. Mama masih kangen ngobrol sama kamu," ucap Bu Haryo pada Anindita yang duduk di sebelahnya.

"Rabu, Kamis, Jumat nanti aku ada pemotretan, Ma. Besok pulang dari sini aku langsung perawatan ke salon dulu. Sabtu-Minggu baru free lagi dan nanti aku pulang ke sini."

"Baiklah, biar Sabtu pagi di jemput sama Arya. Ada teman-teman arisan Mama mau datang." Bu Haryo berkata sambil memandang putra keduanya.

"Aku nggak bisa, Ma. Hari itu ada janji bertemu investor."

Anindita memandang kecewa pada Arya. Sementara yang di pandang, diam melanjutkan makan. Hubungan mereka memburuk dalam tiga bulan ini. Anindita masih berat dengan kariernya sebagai model daripada memenuhi permintaan sang suami, agar berhenti dan sepenuhnya menjadi istri yang bisa tinggal seatap dengan suaminya.

Tuan Haryo yang menyadari ketegangan di antara mereka, segera membuka percakapan mengenai bisnis. Sandy dan Arya menyimak dan sesekali menimpali pendapat. Sementara tiga orang perempuan hanya menjadi pendengar.

Usai sarapan mereka meninggalkan meja makan. Tuan Haryo duduk di ruang tengah bersama istrinya, sedangkan anak dan menantunya masuk kamar masing-masing sebelum berangkat ke kantor.

Anindita tergesa menaiki tangga untuk mengejar suaminya. Hanya mereka berdua yang menempati kamar lantai dua. Ada tiga kamar lagi yang tersisa di sana. Sebelum kecelakaan Sandy menempati salah satunya.

"Sayang, tunggu dong. Kita bicara sebentar," rajuk wanita itu pada Arya yang tergesa-gesa masuk kamar dan mengambil ponselnya.

"Bicara apa lagi? Keputusanmu tetap sama, 'kan? Sudahlah, terserah apa maumu."

"Sayang, hanya sampai akhir tahun ini saja. Aku habiskan kontrak dulu."

"Terserah!" Arya melepaskan pegangan tangan istrinya dan melangkah cepat meninggalkan kamar. Anindita memandang punggung lebar itu hingga hilang dibalik pintu.

Kecewa. Dua hari tinggal di rumah mertua, Arya tidak mempedulikannya. Waktu pria itu habis di ruang kerja. Sama sekali enggan menyentuhnya. Padahal sebelum ini mereka pasangan yang romantis.

Di kamar bawah, Lintang mengeluarkan dompet ukuran besar dari lemari pakaian. Dia duduk di depan suaminya.

"Itu uang apa?" tanya Sandy heran.

"Uang jatah bulanan dari Mas Arya."

Sandy tahu kalau tiap bulan adiknya memberi uang pada Lintang.

"Kamu tak pernah menggunakannya?"

"Pernah, untuk membeli beberapa keperluan. Ini sisanya."

"Masih banyak itu. Kamu tak ingin beli baju, sepatu, tas, atau perlengkapan make up?" Sandy memandang ke arah meja rias. Hanya ada beberapa benda di sana. Tidak seperti meja rias mamanya yang penuh dengan perlengkapan make up.

Wanita Pemilik RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang