ACE | 20

9K 650 110
                                    

Chapternya pendek, awas diskip-skip! 😡

Chapternya pendek, awas diskip-skip! 😡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eve!"

Ivory tersentak saat El menyenggol lengannya.

"I-iya?"

"Lo sakit? Muka lo pucet, Eve," tanya El sambil memperbaiki letak kacamatanya yang agak turun.

"N-nggak, aku nggak papa, El." Ivory memaksakan senyumnya.

El memperhatikan tangan Ivory yang bergetar, lalu kembali fokus dengan pelajaran. Cowok itu tidak mau terlalu ikut campur, takut Ivory tidak nyaman.

Sementara Ivory, sebenarnya ia sudah lemas sejak pagi. Ivory tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan orang itu semalam.

Cessa, hanya dia yang memanggil Ivory seperti itu. Orang yang sempat menjadi mimpi indah untuk Ivory, lalu berubah menjadi mimpi buruk yang mengerikan untuknya.

Merasa tidak kuat lagi, Ivory akhirnya berdiri. Ia mendekati gurunya yang sedang mengoceh di depan, lalu izin ke toilet. Begitu mendapatkan izin, Ivory langsung berjalan cepat keluar, pergi tanpa arah.

Air mata Ivory mendadak keluar lagi. Setelah semalaman menangis, ternyata air matanya belum habis juga. Cewek itu buru-buru masuk ke teater musik, tempat yang seharusnya sedang sepi karena hanya dipakai saat ekstrakulikuler atau acara-acara tertentu.

Sambil duduk di lantai dan meringkuk, Ivory menumpahkan tangisannya lagi. Cewek itu menenggelamkan wajahnya di antara lutut agar tidak ada yang mendengar. Pikiran-pikiran buruk itu kembali menghantuinya, kenangan masa lalu itu kembali menghampirinya.

Ivory menangis cukup lama, sampai ia tidak mendengar ada langkah kaki yang mendekat. Cewek itu mengusap air matanya berkali-kali, mulutnya bergumam tidak jelas.

"Nggak, j-jangan balik, jangan balik ...," tutur Ivory setengah memohon, entah pada siapa.

"Eve?"

"AAAA!"

Ivory refleks berdiri dan menempel pada pintu. Ia langsung berhenti menangis karena suara berat itu tiba-tiba menyapa pendengarannya.

"K-Kak Tarrant?"

Benar, di hadapan Ivory, tiba-tiba muncul sosok Tarrant. Cowok yang sedang membawa saxophone itu menatap Ivory datar, tetapi ada kekhawatiran di sorot matanya.

"Ngapain lo di sini?"

Ivory langsung menunduk dan buru-buru menghapus air matanya. Niatnya ingin menangis tanpa ketahuan, malah tertangkap basah oleh anak Aragorn yang entah muncul dari mana.

"Kenapa lo nangis? Ada masalah?"

Nada bicara Tarrant yang terdengar seperti Juan, membuat Ivory rasanya ingin menangis lagi. Cewek itu menggeleng, berbohong. Ia mengusap-usap dadanya supaya cepat tenang.

ALESSANDRO [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang