Prolog

997 99 0
                                    

Selamat datang di cerita baru sayaaaa..... Beda dengan Ganesha yang part sampe ratusan, kali ini cuma 7 part aja kok hehe.... Dikit kan?

Selamat membaca

.....

Artajuna Ralingga, remaja yang tiga bulan lagi akan memasuki usia legal di Indonesia yaitu 17 tahun itu akrab dipanggil Juna oleh orang-orang di sekitarnya. Namun orang rumah biasa memanggilnya Lingga. Hingga di suatu tragedi yang menimpa keluarga mereka membuat panggilan itu tak lagi terdengar di telinganya. Tak ada lagi yang memanggilnya dengan nama itu seolah menyiratkan betapa besarnya ia dibenci di keluarga tersebut.

Dan hari ini, dimana duka masih menyelimuti rumah mereka, Juna kembali dihadapkan dengan fakta yang membuatnya hancur seketika.

"Sudah ku bilang, anak pelacur itu hanya akan membawa bencana untuk keluarga ini!"

Juna membeku di tempatnya ketika telunjuk Eyang Ratna, ibu dari Bundanya, mengacung dengan marah pada dirinya.

"Kenapa kalian harus menyelamatkan anak pembawa sial ini?! Lihatlah, kalian telah membesarkan seorang pembunuh! Dia membunuh cucu kesayanganku! Putra kalian!"

Semua yang ada di ruangan itu terdiam seolah tak ada satu orang pun yang mau membantah. Juna menatap orangtuanya yang hanya duduk diam. Ayahnya tampak mengeraskan rahang dan menghindari tatapan Juna, begitupun dengan sang Bunda yang menangis di pelukan Edward-- ayah Juna-- tanpa mau melihat tatapan nanar Juna yang penuh kegamangan.

Juna memberanikan diri mengangkat wajahnya menatap Ratna, "A-apa maksud omongan eyang?"

Tatapan kebencian Ratna sama sekali tak bisa disembunyikan, "Jangan panggil saya eyang, karena sampai kapan pun saya tak akan pernah mengakui anak haram seperti kamu di keluarga ini!"

Juna menelan ludahnya susah payah. Lehernya terasa kaku saat ia menoleh meminta penjelasan pada orang tuanya, "Ayah? Bunda? A-apa maksudnya? Itu gak bener kan?" tanyanya dengan suara bergetar. Jantung Juna bergemuruh detik demi detik terlalui untuk ia dapat mendengar jawaban dari mereka.

Sandra--bunda Juna--menatap Ratna dengan memelas, "Cukup bu, jangan membahas ini lagi."

Emili, ibu dari Edward, melihat menantunya seakan membela Juna pun tak tahan untuk ikut bersuara, "Biarkan saja Sandra, kamu tak harus membela anak itu. Biar dia tau semua kebenarannya dan sadar diri."

Juna semakin dibuat kebingungan. Matanya sudah memanas, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi. Namun ia berusaha untuk tidak menangis di kondisi ini. Lebih tepatnya ia tak boleh menangis dan terlihat menyedihkan.

"Oma....?"

Emili menatap tajam Juna, "Saya tidak pernah suka kamu memanggil saya begitu. Meski kamu benar adalah putra Edward, tapi kamu hanyalah anak haram yang lahir dari rahim seorang jalang tidak tau diri yang menjebak putraku."

"Ma!"

Edward membentak ibunya ketika kata-kata tajam itu keluar dari mulut wanita tersebut. Sementara Juna dibuat lupa caranya untuk bernafas saat kenyataan itu sampai padanya. Segala hal menjadi masuk akal baginya sekarang. Opa dan Oma yang selalu bersikap dingin padanya. Eyang yang kerap terlihat menunjukkan kebencian secara terang-terangan. Dan juga keberadaannya yang seolah tak diakui oleh orang-orang dalam keluarga ini. Semuanya terjawab sekarang.

||||||||||||||||||||||||||||||||

ADIOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang