D: Dilema

26 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terbiasalah untuk mendengarkan sesuatu yang kau anggap berisik, karena sesuatu yang tak kau sukai itu, biasanya berdampak besar pada apa yang kau ragu.

•••

Aku menghempaskan tubuhku yang kaku dengan nyaman di sofa apartemen. Aku rasa aku butuh minuman dingin untuk menjernihkan pikiranku.

Setelah ajakan gila dari si bos. Aku memutuskan pamit lebih dulu, dan tidak menjawab ajakan gilanya. Yang bisa membahayakan kerjaanku. Atas gosip miring di kantor.

Bahkan baru beberapa jam kehadirannya sebagai bos baru di kantor. Berhasil menggemparkan seisi kantor. Yang membuat aku ikut dibawa-bawa karena kejadian panggilan 'Mbak' yang bosku sematkan. Entah siapa yang mencepukan kata itu hingga menyebar seisi kantor.

Daripada pusing memikirkan itu aku menarik malas handphone kesayanganku dan memutuskan menghubungi Mas Aran. Katakanlah aku bodoh, tapi percayalah jatuh cinta itu memang membutakan, menggilakan, dan membodohkan. Yang ingin menyangkal, berarti belum pernah jatuh cinta.

Afgia
[Mas kapan pulang?]
[Mamamu nyuruh aku main kesana]
[Katanya ada acara tujuh blnan Mbak Diah]

Lama menunggu, aku memutuskan untuk mandi saja. Mungkin memang di dalam hubungan milikku, aku yang harus mengontrolnya agar tetap seimbang. Karena temanku ini hanya lekas memberatkan bukan menyamaratakan.

Setelah merasa perasaan legah menyergah seluruh saraf dalam otakku. Aku menemukan notifikasi yang baru saja masuk, dan itu dari Mas Aran.

Mas Aran
[Dtg saja]
[Klau mama mcm-mcm hubungi aku]

"Ha??" Aku membeo, tercengang dengan jawaban pria itu. Dia ingin aku datang sendiri ke rumahnya? Tidak salahkah? Iya, aku tahu keluarganya lumayan dekat denganku, tapi logikanya kami hanya seorang kekasih dengan hubungan tak kasat mata. Kasarnya saja, jika itu acara keluarga besarnya. Aku akan dianggap apa? Konyol sekali!

Takku balas, mending aku mengolah resep baru masakan. Daripada datang kesana, dan diolok-olok karena menjadi kekasih seorang Arandio, si pria pantang menikah itu.

Meraih hairdryer, kembali handphone-ku berbunyi, dan itu dari Mama mas Aran.

"Halo Gi?"

"Iya Ma?"

"Jadikan besok datengnya? Temenin Mama ya Gii, Mama sendiri masa gak ada temennya nanti?"

Aku tak langsung menjawab, bingung saja tadi sempat berdebat pada pikiranku sendiri untuk enggan datang pada acara keluarga Mas Aran.

"Mau ya sayang temenin Mama.., kamu juga tahu sendiri sepupu Aran cowok semua, gak mungkin bakal seasik ngobrol sama kamu..." jurus rayu-merayu Mama Mas Aran memang patut diacungi jempol. Aku pun heran apa yang menjadi permasalahan Papa-nya Mas Aran sehingga memutuskan untuk menjadi bajingan?

Erlebnisse Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang