Bagian Sebelas

164 31 5
                                    

Satu minggu kemudian...

Malam ini adalah pertemuan Leehan dengan keluarganya setelah dua bulan lamanya tak bertemu. Sebenarnya, jarak dari rumah keluarganya dengan kampus tak terlalu jauh untuk ditempuh menggunakan bis, namun karena hubungan kurang baik antara Leehan dan sang ayah membuat lelaki berzodiak Libra tersebut memilih untuk ngekost dengan alasan agar tidak telat masuk kelas.

Dan malam ini adalah sebuah malam yang tak disukai Leehan sama sekali. Padahal ia sudah mengutarakan beribu alasan kepada sang bunda, namun wanita paruh baya itu tetap memaksanya untuk datang ke restoran.

"Leehan, sini nak." ujar ibu yang Leehan lihat tengah melambaikan tangan kearahnya. Ia menghela napas sebentar kemudian menghampiri wanita paruh baya tersebut dengan senyum tipis di bibirnya.

"Apa kabar, sayang?"

Leehan membalas pelukan sang ibu secara singkat dan menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan wanita itu barusan. Ia juga menyalim tangan beberapa om dan tante nya yang ternyata ikut makan malam bersama, yang sejujurnya membuat Leehan bingung.

Ini ada acara keluarga besar apa gimana?

Kalo iya ada acara keluarga besar, kenapa ibunya gak ngasitau?

Leehan pun duduk di tengah-tengah kedua orang tuanya. Laki-laki itu mengeluarkan ponsel untuk menghilangkan rasa bosan, hingga terdengar suara ramai-ramai di mejanya. Leehan mengangkat pandangannya dan terkejut mendapati presensi Pharita di dekat tante nya.

"Loh? Dia ngapain kesini?" gumam Leehan bingung. Laki-laki itu segera mengalihkan pandangannya ke arah lain saat Pharita tiba-tiba saja menoleh kearahnya.

"Kak Leehan?" Sialnya, Pharita malah menghampiri dan menyapanya. Mau tak mau, Leehan menolehkan kepala lalu tersenyum tipis. "Iya..."

Belum juga Leehan menyelesaikan ucapannya, sang ibu menyambar dan berucap sesuatu yang membuatnya dan Pharita terkejut.

"Kalian udah saling kenal? Wah bagus dong kalo gitu. Kami bisa langsung adain pertunangan secepatnya."

"Maksudnya?" tanya Leehan mengernyitkan kening. Ibu menganggukkan kepala dengan senyum lebar, "kamu gak inget, ya? Kamu sama Pharita itu pernah tetanggaan sama kita sebelum mereka sekeluarga pindah ke Thailand. Kami memang berniat mau menjodohkan kalian kalo kalian udah kuliah nanti."

Leehan memproses ucapan sang ibu. Ia menutup mata sambil menggeleng-gelengkan kepala guna menghilangkan pusing di kepalanya. "Jadi, maksud ibu ngajak aku kesini buat kenalan sama Pharita?"

Si Ibu menganggukkan kepala membuat Leehan semakin pusing melihatnya. Ia bangkit dari posisi duduknya, berniat untuk pergi dari situasi menyebalkan ini. Namun bisikan pelan tapi bernada tegas dari sang ayah membuat Leehan terdiam.

"Kalo kamu pergi dari sini, ayah pastikan kamu ngalamin apa yang dulu udah kamu alamin, Leehan."

Laki-laki itu membeku sesaat kemudian lanjut berjalan keluar dari restoran. Leehan mengeluarkan ponselnya, memencet kontak Taesan untuk meminta sahabatnya itu menjemputnya. Tetapi waktu Leehan sedang mengobrol dengan Taesan, ia terkejut waktu seseorang menepuk punggungnya. Ternyata orang itu adalah Pharita.

"Kak, aku boleh ikut gak?" tanya Pharita. Leehan menatap gadis itu kemudian mematikan panggilannya dengan Taesan lalu memasukkan ponsel ke saku celana.

"Lo gak ikut makan malam nya?" tanya Leehan balik dibalas gelengan kepala oleh Pharita. "Aku... juga kaget pas tau tujuan kesini ternyata buat perjodohan. Maaf..."

"Ngapain minta maaf? Bukan salah lo juga kok."

Leehan menatap sekeliling area luar restoran lalu menghela napas. Ia mengajak Pharita untuk berjalan kemudian menatap gadis itu sekilas.

"Punya aplikasi ojol, gak?"

"Punya."

"Yaudah pesenin ke kosan lo aja. Nanti gue jalan kaki dari situ."

"Eh— t—tapi, kak..."

"Gausah tapi tapi. Pesen aja sekarang."

Pharita menganggukkan kepalanya. Jujur, gadis itu sedikit merinding tiap mendengar suara Leehan yang berat dan datar. Ia tak mengerti dengan dirinya sendiri yang bisa suka ke laki-laki lebih tua satu tahun darinya tersebut.

Iya, Pharita suka sama Leehan. Dan Leehan gak tau soal ini.

- <> -

Riwoo memasuki toko Laidback Paperpot Shop, menyapa seorang pegawai yang berdiri di dekat pintu masuk.

"Mau nyari apa, kak?" tanya si pegawai membuat Riwoo terdiam sebentar. "Heum... Koleksi lagu Nirvana? Saya gatau sebutannya tapi saya mau beli buat kado temen."

Si pegawai mengangguk-anggukkan kepala lalu mengajak Riwoo menuju rak yang menyimpan berbagai CD dan Vinyl dari band terkenal, Nirvana.

"Ini. Bisa diliat-liat dulu. Kalo ingin membayar, bisa ke tempat tadi terus belok kanan ya, kak. Kasirnya agak tersembunyi soalnya." ujar sang pegawai dibalas anggukkan oleh Riwoo. Laki-laki itu mulai mencari Vinyl yang dimaksud teman sekelasnya, yang memang dibutuhkan untuk penampilan saat festival akhir semester nanti.

Riwoo mengambil beberapa gambar dari jajaran CD dan Vinyl lalu mengirimkannya ke grup kelas. Walaupun ia bertugas sebagai anggota BEM tingkat akhir, ia juga berniat untuk membantu kelasnya yang mengirim orang untuk perform nanti.

Saat ia ingin mengambil Vinyl yang ada di rak atas, tiba-tiba saja ada orang yang juga ingin meraih Vinyl tersebut.

"Lo?" tanya Riwoo terkejut. Orang itu adalah Sio, yang sama terkejutnya dengan Riwoo.

"Lo ngapain kesini?" tanya Sio membuat Riwoo mengernyit. "Ya mau beli Vinyl lah."

"Biasa aja dong jawabnya." Sio melempar tatapan sinis ke Riwoo setelah seniornya tersebut menjawab pertanyaannya dengan nada ketus. Ia hendak mengambil Vinyl tadi namun langsung ditepis oleh Riwoo.

"Gue duluan yang disini. Jadi gue yang ambil." ucap Riwoo seraya meraih Vinyl itu lalu menatap Sio remeh. Ia sedikit puas melihat ekspresi bete dari gadis itu.

"Yaudah kalo lo gamau ngalah, baju punya lo gak gue balikin." ujar Sio tiba-tiba membuat Riwoo langsung teringat dengan bajunya yang ia suruh cuci di laundry sama gadis di hadapannya ini.

"Belom lo ambil juga dari laundry???" tanya Riwoo tak percaya. Sekarang, Sio yang menatap Riwoo mengejek dengan bersedekap dada. "Ya belom lah. Ngapain gue ambil baju orang yang bikin gue kehilangan Vinyl Nirvana inceran gue?"

Riwoo berdecak mendengarnya. Kini gadis itu terlihat sangat menyebalkan di kedua mata Riwoo. Laki-laki itu menatap Vinyl yang ia pegang sebentar, berpikir apakah ia harus memberikan satu-satunya Vinyl Nirvana yang tersedia di toko itu ke Sio atau tidak.

"Nih. Buat lo aja. Tapi jangan lupa baju gue dibalikin!" ujar Riwoo menatap Sio dengan tajam dan mengancam. Sio menerima Vinyl itu dengan tatapan berseri dan senyum lebar kemudian menganggukkan kepala.

"Tenang aja. Malem ini langsung gue anterin ke depan gerbang kosan lo."

"Hm."

"Makasih, Kak Riwoo!!!"

Setelah mengucapkan itu, Sio pergi begitu saja meninggalkan Riwoo yang sedikit terkejut juga salah tingkah mendengar gadis itu memanggilnya dengan 'Kak Riwoo'.

"Lucu juga."

- <> -

[✅️] Girls Next House | bonedo ft. yumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang