5 - Endaru

330 90 30
                                    

Pria itu menguap bosan. Duduk di atas singgasananya sambil memandangi beberapa mayat yang bergelimpangan di bawah lantai sana membuat pria tak henti-hentinya menguap bosan. Tubuh-tubuh yang tidak lagi bernyawa serta ada beberapa bagian anggota tubuh mereka yang tak lagi utuh tersebut seakan bisa menggambarkan betapa kejam dan mengerikannya kala ajal menjemput menjemput mereka.

Bukan salahnya!

Siapa suruh mereka dengan berani melanggar batas wilayahnya!

Kedikan bahu pria itu berikan. Sikapnya tampak begitu tak peduli sambil matanya ia arahkan ke kedua tangannya, dimana darah yang mulai mengering tampak menyelimutinya.

Pria yang tubuhnya tampak terbentuk sempurna serta hanya mengenakan celana berbahan kulit itu memandang ke sekeliling ruang singgasananya yang begitu luas. Emas yang menutupi dinding dan ditambah ukiran-ukiran menarik yang terdapat di dinding pastinya akan membuat mata siapapun tertarik untuk memandangnya lebih lama.

Akan tetapi, kerajaannya yang berada di bawah air tersebut sudah tentu tidak seberapa luas bila dibandingkan dengan kerajaan milik kakaknya. Tidak hanya menguasai seluruh wilayah dan bahkan dirinya juga harus tunduk pada kakaknya, pria tak berguna itu juga memiliki sebuah benda yang diwariskan dari mendiang raja terdahulu, yang mana membuat raja-raja di bawahnya harus tunduk padanya.

Pria itu tak terima tentu saja. Hanya dikarenakan dirinya terlahir dari adik raja terdahulu dengan salah satu siluman buaya yang menguasai salah satu wilayah perairan, ia harus tersisih dan tak bisa mengklaim tahta yang dimiliki kakaknya.

Dalam hal kekuatan, pria itu tentu dengan sangat yakin mengatakan bahwa dirinya tidak akan kalah jika melawan kakak sepupunya itu. Bahkan sekarang ini bisa dibilang jika dirinya jauh lebih kuat ketimbang kakaknya. Hanya dikarenakan pusaka yang diwariskan secara turun temurun itulah, maka dirinya harus mengekang keinginannya.

Pusaka turun temurun tersebut tidak bisa dirampas. Si pemilik haruslah memberikan pusaka tersebut secara suka rela, baru kemudian pusaka tersebut akan tunduk dan mengesahkan sang pemilik yang baru sebagai penguasa.

Mengalah bukan berarti kalah.

Diam-diam dan tanpa kakaknya ketahui, pria itu telah mengatur rencana demi memuluskan rencananya untuk membuat kakaknya dengan suka rela menyerahkan pusaka tersebut serta memberikan pelajaran kepada pria yang terus menekan wilayah kekuasaannya itu.

"Yang Mulia Endaru."

Panggilan bernada hormat tersebut membuat pria bernama Endaru yang duduk di atas singgasananya itu menoleh ke arah bawahannya yang paling terpercaya, yang entah sejak kapan telah berdiri tepat di bawah singgasana dan menundukkan kepala demi menunjukkan sikap hormat padanya.

"Maafkan keterlambatan hamba dalam memberikan laporan. Tapi karena istri manusia hamba harus dibujuk serta ditenangkan terlebih dahulu, maka hamba baru bisa datang melapor sekarang."

"Birawa... " suara Endaru terdengar begitu tajam saat memanggil nama abdinya yang paling setia. "Jangan memberikanku kabar kegagalan atas tugas yang aku berikan padamu."

Birawa menggeleng cepat. Pancaran kedua matanya memancarkan kesetian yang mutlak saat ia menggerakkan bibirnya untuk mengatakan, "Hamba memang belum bisa memastikan jika tugas itu akan berhasil, Yang Mulia. Yang bisa hamba janjikan hanyalah bahwa hamba bahkan bersedia mengorbankan nyawa anak hamba sendiri demi membantu Yang Mulia untuk merebut tahta dari Raja Mahesta."

"Bagus... " Endaru mengangguk-angguk puas.

Tidak salah selama ini Endaru mempercayai Birawa untuk menjalankan segala rencana yang telah disusunya dengan matang.

Sang Pewaris [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang