6 - Luput dari Bencana

309 99 49
                                    

Pagi semua...

Kali ini saya updatenya pagi dan bukannya sore kayak yang biasanya.

Yang di bab kemaren deg-degan mikirin Alanna, di bab ini, dari judulnya aja kalian pasti bisa tau kalau Alanna nggak kenapa2. Tinggal nebak aja siapa yang bakalan jadi 'hero'nya tokoh utama kita ini.

Juga, cerita ini adalah fiksi, murni dari buah pemikiran saya yang masih suka mengkhayal. Kalau pun terdapat kesamaan, semuanya murni hanya sebuah kebetulan.

Dan, seperti yang pernah saya bilang di beberapa bab sebelumnya, mulai bab ini, jika respon berupa vote dan komennya belum cukup memuaskan, jadwal update cerita saya bakalan jadi dua hari sekali. Ini juga berlaku untuk cerita saya yang satunya.

Segitu aja sedikit pengumuman dari saya. Selamat membaca dan semoga bab ini bisa mengurangi deg-degan kalian setelah membaca bab sebelumnya.
                                                                  
🍃🍃🍃
                                                                  
Keadaan Alanna bisa dibilang buruk. Selain harus sekuat tenaga menahan daya tarik dari tatapan gadis asing yang berdiri di hadapannya itu, Alanna juga kesulitan bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan kata meminta tolong.

Anehnya, meski keadaannya sekarang ini dirasakan Alanna tidak sedang baik-baik saja, orang-orang yang berlalu lalang di sekeliling mereka malah seolah tak mempedulikan mereka. Bahkan orang-orang itu bersikap biasa saja dan tak pernah memandang untuk waktu yang lama ke arahnya.

Alanna tak berdaya. Begitu tangannya sebentar lagi menyentuh tangan gadis itu, Alanna bisa merasakan air matanya mengalir deras dan hanya bisa meneriakkan memanggil ibunya dalam hati. "BUNDA... "

Keputus-asaan hampir saja Alanna rasakan. Jika saja tidak tiba-tiba hadirnya sebuah tangan yang langsung mencengkram erat pergelangan tangan gadis itu serta sebuah punggung yang kokoh menghalangi pandangan Alanna ke arah mata gadis asing itu, saat ini Alanna tidak tahu lagi bagaimana nasib.

"Berani kau menyakiti adikku, maka aku tidak akan segan-segan untuk menghabisi!" Antara mendesis tajam. Sepasang matanya tampak bersinar murka kala menatap gadis yang mencoba untuk mempengaruhi pikirannya melalui sepasang matanya. "Cara murahan seperti itu tidak akan pernah berhasil kau terapkan padaku." Antara mendengus meremehkan.

Saat merasakan tubuh adiknya tiba-tiba bersandar lemas di punggungnya, Antara menghempas kasar tangan gadis itu dan menggunakan dan melalui tatapannya, Antara membuat gadis itu tak bisa bergerak.

Tentu saja apa yang terjadi padanya tersebut membuat gadis asing itu membeliakkan kedua matanya terkejut. Bagaimana bisa hanya melalui tatapan singkat seperti itu, dirinya tak mampu bergerak dan juga tak bisa bersuara.

"Jangan coba-coba untuk melawan kalau kau tidak ingin keberadaanmu di sini dilihat semua orang!" ucap Antara penuh peringatan. Seolah menganggap remeh kekuatan gadis itu, Antara perlahan berbalik dan langsung memeluk tubuh adiknya yang ternyata telah kehilangan kesadaran.

Antara merasa marah. Amarahnya kembali membumbung tinggi kala melihat jejak-jejak air mata yang membekas di kedua pipi adiknya.

"Adik abang, tunggu sebentar lagi, ya. Biar abang beri pelajaran dulu untuk orang yang sudah berani mencoba menyakitimu." bisik Antara lembut seraya mengangkat tubuh adiknya dan melangkah menuju sebuah kursi panjang yang terletak tak jauh dari mereka.

Adiknya yang pingsan itu Antara dudukkan dengan lembut di kursi yang terletak tepat di depan salah satu toko pakaian tersebut. Setelah dengan hati-hati menyandarkan kepala adiknya yang lunglai ke sandaran kursi tersebut, Antara melepas jaketnya dan segera digunakan untuk menyelimuti tubuh adiknya.

Sang Pewaris [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang