2. Hazelnut Latte

692 57 10
                                    

☕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WANGI kopi bercampur parfum yang dia yakini sebagai wangi hazelnut menguar memenuhi penciumannya. Gurat penasaran seringkali tergambar di wajah manis itu, mengapa kedua wanginya sangat membuat dia tenang? Mungkin jika bisa, dia akan berdiri di depan meja kasir itu selama beberapa jam hanya untuk menciumi wangi yang menjadi kesukaannya.

Lelaki dengan manik mata berwarna hazel dan memiliki wangi yang dia suka pula, hazelnut. Menyukai wanginya bukan berarti dia bisa sesuka hati memakannya pula. Justru karena tidak bisa menikmati makanan yang memiliki hazelnut di dalamnya, dia jadi menyukai wanginya saja.

"Pesan menu yang sama lagi hari ini?" tanya seseorang yang sudah berdiri di hadapan lelaki manis itu. Seakan sudah menjadi kebiasaan bagi keduanya bertemu satu atau dua kali dalam satu minggu.

Sunoo, lelaki manis yang sedari tadi berdiri di depan meja kasir itu mengalihkan pandangan pada papan menu yang berada di sampingnya. Lagi-lagi suara yang cukup halus itu membuyarkan lamunannya, dia mengangguk lalu kembali fokus pada menu tambahan yang akan dibeli untuk menemaninya mengerjakan tumpukan tugas pada sore hari ini.

"Satu ice latte dan satu senyuman mas kasir?" Goda lelaki di depan Sunoo yang selalu memasang wajah ramahnya.

Sunoo yang semula fokus merubah ekspresinya datar. "Hanya yang pertama, ditambah satu matcha cake dan enggak perlu pake gombalan."

Senyum sang barista yang merangkap sebagai kasir itu kian melebar. "Saya ulangi, satu ice latte, satu matcha cake, dan tanpa gombalan. Silakan ditunggu untuk meja nomor tujuh," paparnya.

Sunoo mengambil papan nomor yang diberikan sang barista dengan kasar dan jangan lupakan ekspresi datar yang masih dia pasang. Sudah pasti wajah itu diingat baik oleh lelaki di balik meja kasir.

"Enggak pake genit tuh meriang kali." Bibirnya mengerucut, mengomeli setiap hal yang dilakukan sang barista.

Tentu bukan sekali Sunoo menginjakkan kaki di kafe bernuansa minimalis ini, terbilang sering karena setidaknya seminggu sekali dia akan datang untuk mengerjakan tugasnya serta memanfaatkan Wi-Fi yang tersedia secara gratis.

Sunoo duduk di kursi yang selalu dia tempati, meja nomor tujuh dekat jendela. Mulai membuka laptop miliknya dan memeriksa beberapa tugas yang akan dia habisi hari ini, sambil sesekali mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kafe lumayan sepi sore ini, entah karena pengaruh cuaca atau kebanyakan orang sudah muak dengan tumpukan tugas mereka.

Satu kata yang dia rasakan sekarang adalah senang. Biasanya kafe akan penuh oleh gadis gadis  remaja yang hanya datang untuk melihat sang barista. Setidaknya mereka akan menerima satu rayuan saat memesan, tentu itu juga berlaku pada Sunoo, dia hanya tidak menggubrisnya saja.

Kata senang bukan karena dia bisa melihat sang barista sendirian, tapi dia bisa menikmati wangi hazelnut dan latte itu tanpa diganggu oleh orang lain. Wangi yang diyakini datang dari parfum milik sang barista itu sendiri, Lee Heeseung.

CAFE WRITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang