10. That Feeling When

309 33 0
                                    


☕️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☕️

MALAM tahun baru seharusnya menjadi malam membahagiakan melepas penat, berharap di tahun yang baru menjadi lebih baik, menyempurnakan visi dan mencapai misi baru dalam hidup. Berkumpul bersama saudara atau teman, merayakan bergantinya tahun dengan barbeku, menggigit ayam goreng lezat, ditemani ber-slice-slice pizza, berbotol-botol cola, dan alkohol sebagai pelengkap. Juga melihat riuhnya kembang api di atas langit ketika dua jarum jam sudah berada di angka 12.

Seharusnya.

Tetapi, Sunghoon lebih memilih menghabiskan waktu sepanjang malam itu mengecek satu per satu laporan tahunan, menandatangani beberapa dokumen penting, serta mengevaluasi kembali hasil meeting akhir tahun.

Ketika ia mengecek arloji di pergelangan kirinya, jam sudah menunjukkan pukul 8 lebih 40 menit. Cangkir kopi yang disediakan sekretarisnya sebelum pulang juga telah tandas, ia baru ingat hari ini 31 Desember, menghubungi petugas pantry juga akan sia-sia karena sudah pasti mereka pulang lebih awal.

Pada akhirnya tubuh tegap setinggi 181 cm itu ia bawa berdiri, menggeliat sebentar sebelum mematikan iMac di depannya dan merapikan berkasnya sedikit. Mengambil kunci mobil, dompet, dan coat tebal yang ia sampirkan di sofa. Pria 29 tahun itu akhirnya memilih untuk pulang, mungkin mampir ke suatu tempat untuk minum kopi dan makan malam.

☕️

Sunghoon menghela napas dari balik kemudi, 31 Desember tahun ini jatuh di hari Jumat. Tahun baru ditambah besok adalah weekend. Lengkap sudah. Apalagi kalau bukan kemacetan yang menjalar sejak ia mengemudikan BMW M8 miliknya keluar dari basement kantor? Waktu tempuh dari kantor ke rumah yang biasanya hanya 30 menit menjadi lebih lama. Jadi ia putuskan untuk berbelok ke sebuah café & cake shop terdekat dari tempatnya sekarang.

Sunghoon sedikit terkikik ketika membaca dengan jelas nama tempat yang akan ia singgahi, Cake Me Out. Seperti plesetan acara mencari jodoh yang cukup booming beberapa tahun lalu.

Ketika ia masuk, lonceng di atas pintu berbunyi membuat beberapa pelayan di dekatnya memberi ucapan selamat datang. Ia berjalan ke arah antrean yang tidak terlalu panjang, matanya langsung tertuju pada papan menu besar di atas meja kasir. Seperti café pada umumnya, mereka menyediakan kopi, beberapa pilihan makanan berat, dan juga banyak macam pilihan cake sebagai makanan penutup. Pilihannya jatuh pada ice americano dan spaghetti. Ia bukan penggemar makanan manis, jadi ia akan melewati menu cake mereka.

"Silakan, mau pesan apa?"

Ketika matanya beralih ke arah pelayan di depannya, ia sedikit tertegun. Mata keduanya bertemu, sepasang mata rubah cantik dengan bola mata sewarna amber bergerak ragu melihat salah satu pelanggan aneh yang hanya diam dan tidak menyahuti dirinya.

CAFE WRITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang