Sapu lidi, trash bag, dan serokan sampah menjadi pegangan Gahya, Aura dan Bilqis selepas upacara usai akibat tidak memakai topi. Dari sekian banyak siswa di hari pertama masuk sekolah, hanya mereka bertiga yang tidak membawa atribut topi saat upacara.
Shafira dan Mauza berdiri dari kejauhan memandang ketiga temannya. Terutama Gahya dan Aura. "Baru juga dapat jabatan ketua sama wakil. Hari pertama menjabat sudah dapat hukuman aja." Komentar Shafira
"Semangat sahabati!" Pekik Mauza sambil melambaikan tangan ke arah Gahya, Bilqis dan Aura.
Baik Gahya, Aura, dan Bilqis menoleh bersamaan. Aura melayangkan tatapan kesal, Bilqis mengangkat pengkinya ke atas, sedangkan Gahya tersenyum merekah sambil membalas lambaian Mauza—agak lain memang.
"Shafira, Mauza, ngapain di sana? Masuk kelas, al matsurat pagi dulu. Minta ketua kelas mimpin." Pekik Bu Evi berdecak pinggang
Gahya dan Aura saling tatap dengan raut dibuat melongo. Bu Evi tidak tahu jika ketua dan wakil kelas 11 IPA Akhwat sedang dihukum di hadapannya.
Shafira dan Mauza justru seperti mendapat peluang emas untuk menjahili Aura dan Gahya. Mereka berdua saling pandang sembari tersenyum ada makna. "Ketua kelas kami nggak di kelas Bu," Jawab Shafira santai.
"Minta wakil kelas kalian." Aura diam-diam meringis
"Wakil kelas kami juga nggak di kelas Bu?" Kini gantian Mauza yang menjawab
"Loh, gimana? Siapa ketua dan wakil kelas kalian? Kemana mereka?" Tanya Bu Evi kini berdecak pinggang
Sebenarnya guru kedisiplinan sesungguhnya tidak hadir, sehingga pagi itu kedisiplinan diambil alih oleh Bu Evi. Beliau meski sudah dikenal sebagai guru yang baik hati dan tidak pernah memberikan hukuman berat. Tapi, tetap saja jika benda andalannya dibawa, siapapun yang lihat pasti meringis ngeri.
"Mereka lagi di hukum karena nggak bawa topi, alias itu mereka Bu, Gahya sama Aura."
Bu Evi menatap dua orang yang barusan namanya disebut. Shafira dan Mauza tertawa pelan tapi sangat puas.
Gahya dan Aura cengengesan. "Astagfirullahaladzim, kalian ini..." Kayu kecil pun melayang tepat mengenai paha Aura dan Gahya.
"Allahuakbar." Gahya meringis
"Aduh! ibu sakit." Aura manyun
"Bisa-bisanya kalian ketua sama wakil kompakan gini nggak bawa topi?"
"Nggak kompakan kok, Bu. Emang kebetulan lagi bareng aja." Gahya nyaut
"Iya Bu, nggak ada niatan mau barengan gini lalainya." Aura menimpali
Bu Evi harus extra menebalkan sabarnya untuk menghadapi dua murid emas langganan di hukum sejak SMA, Gahya dan Biqis. Semoga saja tidak nambah sama Aura.
"Ya sudah, kerjakan hukumannya sekarang. Bersihkan halaman dekat pohon di sana, sekalian di pot-pot bunga kalau ada daun kering dipungut. Lima belas menit." Titah Bu Evi tegas
"Nggak sampe jam pertama habis aja, Bu." Tawar Bilqis tiba-tiba. Guru Sosiologi itu tidak segan melayangkan kayu kecilnya pada Bilqis. Bilqis kicep.
Gahya dan Aura melipat bibir, menahan tawa. "Tidak ada tawar menawar. Sampai jam pertama habis? ibu tau kamu mau melipir ke kantin, Bilqis. Tidak ada." Tolak Bu Evi tegas
"Cepat, kerjakan hukuman kalian. Ibu tunggu di sini. Jangan ngira ibu tidak pantau ya." Ketiganya pun mengangguk pasrah dan mulai mengerjakan apa yang diminta.
Gahya menyapu sampah untuk dikumpulkan jadi satu kemudian Aura angkat dengan pengki, lalu Bilqis sedia trash bag untuk menampung sampah yang mereka dapat. Sesekali anak itu juga memunguti sampah daun yang dilihat, pun di pot bung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Yang Tak Terkawal
Fanfiction[School life, Military, Familly, Comedi, Love] "Jangan lambat hei! jalan jongkok kalian yang cewek-cewek. Cepat!" "Di sini punya orang dalem juga percuma, nggak ngaruh." Gerutu gadis itu pelan sambil bergerak mengikuti instruksi tentara loreng galak...