03 - "Om?"

51 10 0
                                    

"Assalamualaikum, Bu."

"Wa'alaikumussalam, Abang. Abang gimana kabarnya, Bang?"

"Alhamdulillah Abang sehat. Ibu sama Bapak gimana di sana?"

"Alhamdulillah Ibu sama Bapak sehat. Sudah makan kah Abang ini? nampak ibu perhatikan tirus wajahnya."

Gala terkekeh. "Abang makan banyak di sini, Bu. Berat badan Abang nggak turun, justru naik."

"Anakmu itu harus kuat, mana boleh ndak makan Bu, bisa-bisa kalah tempur nanti dia." Suara lain Gala dengar dari sana. Gala menggelengkan kepala mendengar ucapan hiperbola Bapaknya.

Tidak lama wajah Fajar Muncul, Bapak Gala. "Makin tampan anak Bapak rupanya. Sudah ada gadis yang kepincut, Bang?" Seperti biasa, pertanyaan pertama yang tidak pernah luput dan jauh-jauh terkait pasangan atau calon untuk Gala. 

"Iya, Bang, sudah ada gadis yang kepincut belum? atau Abang sudah suka sama seseorang. Kenalkan lah sama Ibu dan Bapak." Ibu ikut menambahkan

Gala hanya bisa tersenyum lebar. "Belum ada Bu Pak. Abang masih mau fokus karir dulu."

"Kalau sudah ada yang memikar hati Abang. Langsung sikat aja, Abang serius, ibu dan Bapak akan ikut serius."

Jannah menyenggol lengan suaminya. "Bapak ini, main sikat-sikat aja. Proses pengenalan dan pendekatan juga penting, Bapak tau. Nanti anak kita salah pilih dan menyesal di kemudian hari, kita juga yang sedih." Gala memperhatikan kedua orang tua nya di sana. Dalam hari dia membatin, mulai kan mulai...

"Ya makannya Bapak minta sama Abang cari pasangan yang nggak jauh hubunganya dari kita, yang kita sudah kenal sebelumnya, jadi tidak perlu repot-repot untuk pengenalan dan pendekatan lagi, Bu."

Gala menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Pak Bu, udah-udah, malah ribut pasal jodoh Abang lagi kan. Abang tuh masih belum kepikiran kesana untuk saat ini. Bahasnya kalau Abang udah bilang siap aja ya."

"Kapan siapnya kalau Abang aja fokus karir terus." Janna mencibir

"Ibu doakan Abang saja dulu, semoga karir Abang sukses dan lancar, dengan begitu Abang pasti sudah siap untuk mencari pasangan."

"Eh Bang, kemarin anaknya Pak Mustafa nanyain Abang waktu beli nasi goreng Bapak. Ih, dia kayaknya suka Abang itu."

"Bapak tau dari mana? Si Hanum anaknya Pak Mustafa yang kuliah arsitek itu?" Jafar mengangguk

"Iya Hanum, anaknya pak Mustafa yang perempuan kan satu-satunya cuman dia."

Jannah menatap layar ponselnya. "Bang, boleh itu Abang dekati. Dulu kan kalian teman kecil." Jafar dan Jannah tertawa jail

"Pak Bu..."Gala menegur keduanya

Nampak Pak Jafar dan Bu Jannah saling menyenggol sebab anaknya sulung mereka sudah menegur. "Ya sudah ya sudah... eh ngomong-ngomong Bang. Abang jadi tinggal di rumah Mayor Jenderal Hartanto?" Tanya Jafar 

"Jadi Pak. Abang sudah pindah di rumahnya. Alhamdulillah beliau baik. Tempat tinggal yang diberikan Abang juga nyaman. "

"Alhamdulillah senang bapak dengarnya."

"Ya Allah bangga ibu sama Abang. Nggak sia-sia ya perjuangan Abang selama ini." Jannah terlihat mengusap matanya dengan hijab, dan hal itu tertangkap oleh Gala

"Ini semua berkat Ibu sama Bapak. Kalau saja Ibu sama Bapak nggak patah semangat menyekolahkan Abang sampai Abang bisa jadi perwira dan sekarang Ajudan Mayjen, mungkin Abang nggak akan ada sampai titik ini. Itulah kenapa Abang mau membalas jasa Ibu dan Bapak dulu. Abang mau fokus membahagiakan keluarga kita."

Hati Yang Tak TerkawalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang