Chapter 4 : "Kekaguman"

14 3 0
                                        

Selamat membaca!

______________________________________

    Gahendra baru menyadari hanya ada dirinya dan Sankira dalam lift ini. Menatap Sankira yang terlihat canggung. Ia mengingat perkataan sahabatnya diruangan tadi, ternyata benar gadis ini sungguh cerdas.

Gahendra pun berusaha memecahkan keheningan, "Arsen belum pernah mempercayai orang, seperti ia mempercayai mu. Apa yang kau pelajari hingga pintar mengambil hati orang?," ujar Gahendra.

"Terimakasih, tuan. Itu sangat berlebihan untuk menggambarkan saya," jawab Sankira dengan senyumnya yang sopan.

"Bolehkah aku bertanya?"

"Silahkan," jawab Sankira.

"Berapa umur mu sekarang? Aku liat sangat muda, tapi dari cara kerjamu kau terlihat sudah lama di kantor ini."

"Saya berusia 21 tahun. Memang saya tergolong baru Pak, saya baru 3 tahun di kantor ini. Tetapi saya sebelumnya sempat magang di kantor ini saat menduduki Sekolah Menengah Kejuruan." Pengakuan Sankira menambah kekaguman Gahendra terhadap wanita itu.

"Sudah kubilang jangan panggil ku Pak, cukup Hendra atau Gahendra, kita adalah rekan kerja sekarang," membuyarkan suasana yang canggung, Gahendra pun mengalihkan pembicaraan.

Dengan bingung Sankira menjawab, "baik Hendra." Gahendra tersenyum mendengarnya.

"Oh iya, dengan siapa kau balik?"

"Sendiri, saya membawa motor."

"Bagiamana jika pulang bersama? Aku bisa mengantar mu." Entah apa yang ada di dalam pikiran Gahendra sekarang, ia hanya ingin lebih dekat dengan Sankira. Sankira pun bingung harus merespon apa atas ajakan Gahendra.

"Bagaimana dengan motor saya? Dan besok pagi saya harus kembali ke kantor," ujar Sankira dengan canggung.

"Biar saja tinggal disini, aku yakin aman. Soal besok pagi, aku bisa mengantarkan mu kembali." Sankira tersingkap

"Maaf, apakah tidak merepotkan?"

"Tak usah begitu sungkan dan formal Sankira, sudah kuingat kan bukan?" Gahendra menatapnya dengan senyum khas.

Mau gimana lagi, tidak ada pilihan bagi Sankira, terpaksa ia meng-iyakan omongan Gahendra. Berdampingan dengan pria Gahendra ia menuju ke parkiran.

Di ruangan kerja Arsenio, tersisa Arsenio, Amara dan Reihan. Sang asisten tengah sibuk membereskan dokumen-dokumen miliknya, sedangkan Arsen dan Amara sibuk berbincang di rooftop.

"Apa yang pertama harus kulakukan dalam projek ini?" Tanya Amara, sambil menatap gedung di depannya

"Berbaur dengan Sankira." Jawaban Arsenio membuat Amara tersentak, ia melihat wajah sang sahabat.

"Apa maksud mu? Aku sudah berbaur dengan Sankira," ia bertanya dengan penuh pemberontakan.

"Belum, ku rasa." Arsen meneguk secangkir kopi di tangannya, beralih menatap Amara.

"Aku liat ada beberapa yang membuat mu dan Amara kurang cocok, aku harap kau dapat beradaptasi akan itu." Amara jengkel dengan pembicaraan kali ini.

"Apa yang membuat mu terus membahas wanita itu?"

"Memang kenapa? Ia karyawan ku, dan sebentar lagi akan menjadi rekan mu," jelas Arsenio.

"Kau sangat mempercayainya? Ia orang baru, ia belum mempunyai pengalaman tentang hal seperti ini." Amara berbicara dengan gestur tangannya yang khas.

"Justru karena tak mempunyai pengalaman, aku memberinya pengalaman baru yang seperti ini, agar kedepannya ia dapat mengerti dunia kerja ku," omongan Arsenio memberi Amara sedikit kecurigaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Meine ZeitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang