6

144 7 0
                                    

Kamis, 23 desember

Rasanya sudah tak hadir lagi canggung selepas berpuluh hari, dari hari pertama mereka sungguhan berkontak mata kala saling bicara Oktober lalu.

Terbayang sepele namun itulah salah satu langkah berani yang pernah Jeongwon lalui. Sebagian dari orang tidak mudah untuk keluar dari zona trauma, trauma yang pasti memengaruhi kepribadian dan kebiasaan seseorang. Memengaruhi bagaimana mereka berinteraksi sosial dengan individu lain baik bersama sejenis maupun lawan jenis.

Mereka yang memiliki traumatis biasanya akan cenderung lebih tertutup kepada orang lain, namun saat seseorang mampu memberikannya kenyamanan mereka bisa saja sangat terbuka.

Rasa nyaman itulah yang Jeongwon terima, sampai berani membiarkan perasaannya sungguh-sungguh mulai larut pada perempuan yang ada di sebelahnya.

Tatapan tulus setiap kali dia membantu Jeongwon dengan caranya tersendiri. Kelatenan seorang perempuan yang mampu menghasilkan suatu perasaan istimewa dalam sanubarinya.

Dia ada untuk selalu membantu, tak enggan menanyakan kabar, atau bahkan tak sesekali mengobati lukanya dikala semua orang tak begitu peduli dengan keadaan pria itu. Meski nyatanya, semua acuhan itu terjadi akibat pribadinya sendiri yang tak begitu peduli dengan lingkungan sekitar sejak usianya beranjak remaja. Namun Jeongwon tidak masalah, malah sekarang ada perempuan itu yang memerhatikannya dari hal sekecil apapun.

Meski dengan pribadi semacam begini sekarang, sebenarnya dahulu Jeongwon kecil itu cukup ceria sampai sebuah tragedi merenggut senyum nan tawa kecilnya.

Dipaksa berpisah dengan ibunya saat berumur 8 tahun karena pertengkaran kedua orangtuanya yang seakan tidak bisa dihindarkan.

Malam itu Sang ibu benar-benar tak tahan dengan sikap kasar Deacon hingga memutuskan untuk kabur dari rumah yang akhirnya berujung perceraian setelah 2 tahun lamanya.

Tak heran berpengaruh ke psikis anak sekecil itu sedangkan Jeongwon hanya mampu merasakan kasih sayang Ibunya. Ibu sebagai sosok satu-satunya yang tampak sangat menyayanginya namun memilih pergi meninggalkan dia sendiri karena takut tak bisa menyukupi kebutuhan hidupnya nanti.

Sayangnya yang Jeongwon tidak ketahui adalah ketakutan tersembunyi dibenak ibunya sendiri, dimana harus hidup bersama anak dari darah daging Deacon, pria iblis yang menyiksa tubuh maupun psikisnya.

Waktu itu dia sudah cukup besar untuk mengingat pertengkaran kedua orang tuanya, betapa kejamnya Deacon menyakiti ibunya, bagaimana dirinya menyaksikan langsung bagaimana Sang ibu pergi meninggalkan dia sendiri bersama Deacon di ruangan mengerikan itu. Tak heran jika traumanya masih membekas hingga sekarang.

Hidupnya makin tertutup kala melihat teman-teman sebayanya yang hidup dengan bebas sebagaimana anak remaja pada umumnya, sedangkan dia? Dia hanya mampu berdiri melihat tawa ceria anak-anak seumurannya pada langit sore kala itu. Sebab bagi Jeongwon seakan ada batas yang berbeda antara mereka dan dia, hingga anak laki-laki berumur 14 tahun itu ragu menerobos batas yang tercipta akan angannya sendiri, menyebabkan akhirnya memengaruhi cara dia dalam bersosialisasi.

Keraguannya ditambah dengan hal-hal sepele yang wajar saja dilakukan anak-anak di seumurannya itu namun untuknya malah tidak diperbolehkan. Bagaimana tidak? Sesederhana masalah teman-temannya ingin bermain ke rumahnya saja tidak diperbolehkan. Tau akan latarnya atau terlalu tau keluarganya semua dilarang! Akhirnya batasan-batasan itu yang membuat Jeongwon merasa berbeda dari anak lain. Dia tumbuh seperti mengasingkan diri.

Lingkungan yang salah, akhirnya membuat dia tumbuh berhati dingin.

Dan alasan Sang perempuan sepeduli itu dengannya? Sejak awal bertemu 3 tahun lalu, Arum sudah menganggapnya sebagai teman, teman yang diperkenalkan langsung oleh kakaknya waktu itu.

Business Connection Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang