5 | Semua tentang mereka yang dipaksa kuat

313 5 0
                                    

Setibanya dirumah sakit, dokter dibuat mengomel. "Badan yang nggak stabil tapi dipaksa beraktivitas lama ya gini jadinya!"

"Tapi kondisinya nggak parah kan dok?" Arum mengepalkan kedua tangan di depan dada. Bawah bibir merah semu itu ia gigit resah seiring dengan jantung yang berdegup lebih cepat dari biasanya.

"Iya. Suhu tubuhnya juga udah mulai turun, tinggal nunggu siuman aja."

"Biarin dia istirahat dulu disini." Stetoskop menyampir di leher pria berpakain jas dokter putih itu. Netra berlapis kacamata tersebut menengok Yuri sesaat, lalu tersenyum tipis. Syukur lah, secara tidak langsung tersirat bahwa keadaan teman mereka baik-baik saja.

"Yaudah saya permisi dulu, saya siapkan resep-resep obatnya dulu."

"Baik dok."

Selepas menyadari keberadaan dokter itu perlahan pergi; dari letak jendela kaca yang ada diruangan ini, baik Arum atau Jeongwon yang bahkan tadi hanya berdiri mematung pun merunduk. Mesenderkan kasar punggung masing-masing pada kursi dekat keranjang Yuri. Akhirnya mereka bisa cukup tenang hanya untuk duduk menunggu.

"Eh... " Arum menengok kearah Jeongwon, yang entah sedari kapan sudah fokus memainkan layar handphone. "Udah ngabarin Lie belum?"

"Udah, mereka berdua udah berangkat kesini." Suara Jeongwon bertambah rendah sehingga terdengar berat. Selanjutnya ekspresi itu kembali datar dihadapan Arum yang bahkan tanpa ditoleh.

Arum mengangguk-angguk, sudah paham persis maksudnya berdua.

"Emmm... Btw... " Selalu. Jeongwon mendengar baik-baik setiap kata yang ingin dikeluarkan gadis itu, meski mata notabennya masih terjurus kedepan.

"Boleh... " Entah kehadirannya saat ini digubris atau tidak, dia ragu-ragu mengungkapkan permintaan. "Boleh-pinjem hp kamu bentar nggak? buat ngabarin Ayah, baterai hp aku habis soalnya."

Tidak keberatan, Jeongwon sigap mengulurkan handphone digenggaman. Biarpun mata tetap tertahan pada dinding-dinding ruangan.

Jeongwon memang kelihatan sok cool, tapi memang gitu pembawaannya. Kalo belum nyaman ya diem, kalo udah nyaman kakean cangkem.

Sudah terbiasa digituin, jadi Arum nggak kaget lagi.

"LHO!" Tapi yang kali ini beneran membuatnya kaget bukan kepalang!

"Kok bisa wallpaper hp kmu pakek poto aku!?"

Secepat kilat Jeongwon menengokkan kepala,"mu-mu--mungkin-ada... yang iseng masang poto kamu kalik!" Tercekat tentangan itu dia lontarkan.

Panik, panas dingin menggerayanginya bahkan untuk mencari alasan.

Pada saat itu mata mereka tidak disengaja bertemu pada satu titik temu yang sama. Mata Arum sedikit membulat, raut bingung tertera di wajahnya. Disamping insiden barusan baru kali ini Arum merasa keberadaanya benar-benar dianggap ada oleh Jeongwon, yang lucunya bernapas tak beraturan seperti baru lari marathon empat puluhan kilometer.

Keduanya membatu di posisi saling berhadapan di antara heningnya ruang rumah sakit. Tidak tau harus memulai darimana dan dari siapa.

Kalimat tanya tak sedikit pun terlintas dibenak Arum, dia tidak bisa berpikir jernih. Jika memang benar adanya sangkalan Jeongwon tadi adalah sebuah kebenaran, mengapa pria tersebut memandang dirinya begitu resah? Dan jika sangkalan tadi hanyalah sebuah kebohongan lalu alasan apa dibalik dia melakukannya?

Entahlah, satu kata atau bahkan semua kalut tertutup gengsi, takut berpijak pikir keranah yang salah.

Pemikiran terlalu campur aduk, sampai sulit dimengerti oleh masing-masing diri mereka sendiri. Tapi yang lebih Jeongwon ingin atasi sekarang, bagaimana cara menormalkan gerak dadanya yang naik turun tak seperti biasa? Dia tak ingin terlihat begini di depannya.

Business Connection Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang