3| 𝓜𝓲𝓷𝓽 𝓬𝓱𝓸𝓬𝓸 ²

118 88 87
                                    

Netra hitamnya menerawang ruangan unik yang terlihat gempar pagi ini. Beberapa anak magang tampak histeris dan beberapa staff sibuk membahas sepotong kertas berwana putih dengan tulisan yang tak dapat ia baca.

Sangat berbeda dengan hari kemarin, kini Madam Rosé terlihat kusut mematung di depan mejanya. Jinan merasakan atmosfer yang berbeda dengan hari pertama ia masuk pasca cuti sakit. Jika di hari pertama orang-orang sibuk dengan pekerjaan, sementara hari ini sepertinya orang-orang sibuk membahas hal yang sama yaitu sepotong kertas putih yang ternyata juga tergeletak di atas meja Jinan.

Namun alih-alih dapat membacanya juga, Madam Rosé justru datang dan merebut kertas itu. Jinan mengernyit kembali meminta kertas tersebut, tapi atasannya itu tak menggubris lalu pergi begitu saja.

"Berikan!" Jinan selangkah lebih maju merebut kertas itu dari tangan sang Madam.

"Jangan!"

Layaknya film-film yang sengaja dibuat dramatis, perebutan kertas itu sukses merebut atensi satu ruangan. Mereka beralih menyaksikan drama pagi antara Jinan dan Rosé.

"Jinan demi keberlangsungan hidup, lebih baik kertas itu dibuang," ujar Rosé dengan wajah meyakinkan.

Sementara Jinan menatap curiga, tak mendengar ucapan Rosé dan langsung membuka kertas putih tersebut. Rosé terbelalak, sedangkan para penonton sangat antusias menantikan reaksi Jinan setelah membaca kertas tersebut.

Hendery & Janelle

Dari kata pertamanya sudah membuat Jinan terbelalak. Ia membuka halaman selanjutnya dan betapa terkejutnya ketika perempuan itu membaca kalimat yang selama ini ia takutkan. Yup, benar! Kertas putih yang diperbincangkan sedari tadi adalah kertas undangan pernikahan milik direktur Hendery dan model Janelle.

Tubuh Jinan mendadak lesu. Rosé segera meminta staff lainnya untuk bubar dan melanjutkan pekerjaan masing-masing.

"Nggak apalah, setidaknya nggak dipecat 'kan?" Rosé mengambil undangan tersebut dan meletakkannya jauh-jauh dari hadapan Jinan.

Perempuan yang baru saja patah hati itu lantas mengangguk, "Setidaknya nggak dipecat." Jinan kembali pada realita.

Untuk pertama kalinya Rosé melihat Jinan murung dan patah hati seperti ini, ketika aktor kesukaannya ketahuan dating rasanya Jinan tidak separah ini. Wanita itu jadi penasaran bagaimana bisa asisten yang sudah ia anggap seperti adiknya itu bisa menyukai Hendery, padahal interaksi diantara mereka tidak terlalu banyak.

Sejak pagi hingga purnama muncul, Jinan masih mengunci mulutnya dan hanya berbicara ketika ada yang bertanya, itupun kadang tidak dijawab. Para staf yang tidak tahu apa-apa hanya menduga bawah Jinan mendapatkan SP1 atau peringatan pertama dari Hendery setelah insiden pentul yang tidak disengaja. Satu-satunya orang yang mengetahui rahasia Jinan ialah Madam Rosé.

Satu persatu para staf mulai meninggalkan ruang unik, lampu ruangannya pun mulai redup. Hanya menyisikan Jinan dan Rosé. Perempuan yang tengah karut tersebut masih setia duduk tanpa melakukan kegiatan apapun di mejanya, hanya termenung menatap layar laptop yang menyala terang.

"Madam tahu nggak, kenapa aku nge-crush-in pak Hendery?" Setelah waktu yang panjang, akhirnya Jinan membuka suara.

"Kenapa?" tanya Rosé dari seberang.

Jinan menyeringai mengingat kejadian 9 tahun yang lalu, ketika ia masih berusia 17 tahun dan menghadapi dunia yang kejam sebagai seorang remaja.

Saat itu di jembatan yang dibawahnya dialiri sungai deras nan dalam, konon katanya ada buaya  jadi-jadian yang setiap tahun memakan korban. Jinan melirik ke arah sungai, mencari-cari buaya itu berniat menyerahkan diri sebagai korban selanjutnya.

MENJERU BADRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang